Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kata Orang Batak, Manusia Pertama Bukan Adam dan Hawa

28 April 2020   15:29 Diperbarui: 29 April 2020   05:03 1517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Sianjurmulamula di kaki Gunung Pusukbuhit, tempat kelahiran manusia pertama menurut mitologi Batak Toba (Foto: pesona.travel)


 
Setiap kelompok etnik di muka bumi ini lazim punya  mitos tersendiri tentang manusia pertama, pangkal leluhurnya.  

Begitupun kelompok etnik Batak Toba. Mitos genesisnya tidak menyebut Adam dan Hawa sebagai manusia pertama.  

Lantas siapa manusia pertama menurut orang Batak Toba?

Saya akan ungkap nanti.  Sebelum ke situ saya akan jelaskan dulu konsep-konsep mitos, legenda, pengetahuan asli, dan sains.

Konsep-konsep itu perlu untuk nanti menilai klaim orang Batak tentang manusia pertama.

Mitos, Legenda, Pengetahuan Asli dan Sains

Mitos adalah narasi lisan sakral tentang jagad raya, kayangan dan dewa-dewi, penciptaan bumi, dan penciptaan  manusia pertama serta aneka mahluk hidup.  

Mitos tidak untuk dibuktikan tapi untuk diyakini.  Contohnya mitos Deakparujar, pencipta bumi Batak.

Sedangkan legenda adalah narasi lisan non-sakral suatu tempat, benda mati, mahluk tertentu, dan tokoh sakti. 

Legenda tidak bisa dibuktikan kebenarannya walaupun merujuk pada suatu obyek ataupun subyek nyata. Contohnya legenda terjadinya Danau Toba.  

Pengetahuan asli adalah narasi lisan lokal yang dibangun berdasar pengalaman praktis antar generasi.

Pengetahuan asli dikuasai dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.  Contohnya kalender (parhalaan) pertanian Batak Toba.

Sains adalah narasi tulis universal yang sistematis tentang keberadaan alam raya, segala isinya, dan proses-proses di dalamnya.

Sains dibangun dari data valid yang dikumpulkan dan dianalisis melalui cara-cara logis . Misalnya laporan geologi tentang pembentukan Danau Toba.

Keempat konsep itu menunjuk pada peringgan-peringgan pemikiran manusia. Mitos adalah peringgan legenda karena tidak punya rujukan obyek dan obyek yang dapat diindera.

Selanjutnya legenda adalah peringgan pengetahuan lokal asli karena tak punya rujukan pengalaman praktis lintas generasi. 

Sedangkan pengetahuan lokal asli menjadi peringgan sains karena tidak tersusun secara sistematis melalui suatu proses logis.

Dengan berpegang pada distingsi mitos, legenda, pengetahuan asli, dan sains seperti itu, saya akan masuk pada paparan Genesis Batak.  Termasuk di situ ikhwal kelahiran manusia pertama.

Narasi Genesis Batak Toba

Narasi genesis Batak Toba adalah bagian pembuka yang  wajib disampaikan dalam pengisahan tarombo, silsilah marga dan keluarga.  

Genesis Batak merujuk pada kosmologi religi asli Batak.  Tepatnya mitologi Batak Toba, suatu pengisahan asal mula dan sejarah alam semesta oleh Dewata Agung.   Termasuk di dalamnya penciptaan bumi, manusia dan mahluk hidup.

Mitologi Batak berpangkal pada keperiadaan Mulajadi Nabolon, Maha Pencipta, Dewata Agung yang bersemayam di Banua Ginjang, Benua Atas, jagad langit atau kayangan.

Kisah genesis Batak diawali dengan penciptaan Debata Natolu, tiga dewata besar Batak oleh Mulajadi Nabolon. Mereka adalah Bataraguru, Soripada dan Balabulan. Ketiganya ditetaskan dari tiga butir telur Manukmanuk Hulambujati, seekor burung dewa.

Debata Natolu itu adalah perwujudan kuasa-kuasa Mulajadi Nabolon.  Bataraguru itu kuasa penciptaan, Soripada kuasa pengelolaan, dan Mangalabulan kuasa pembaruan.  

Debata Natolu punya kembaran masing-masing yang ditetaskan dari telur yang sama. Bataraguru kembar dengan Raja Odapodap, dewa pengetahuan atau akal-budi.  Soripada kembar dengan Dihurmajati, penguasa peredaran waktu (kala). 

Sedangkan Balabulan dengan Raja Padoha, penjaga Banua Toru, Benua Bawah atau "kegelapan" di bawah Benua Atas.

Untuk menjadi isteri-isteri  Bataraguru, Soripada dan Balabulan, Mulajadi Nabolon kemudian "melahirkan"  tiga dewi dari tiga buku bambu. 

Dari perkawinannya Bataraguru mendapatkan satu putra, dinamai Sorimahummat.  Ditambah enam putri yaitu Saniangnaga, Sitapigaga, Borumalim, Sorbajati, Leangnagurasta dan si bungsu Deakparujar.

Perkawinan Soripada membuahkan dua putra, Sorimatinggi dan Raja Indapati, dan satu putri yang dinamai Nanbauraja. 

Sedangkan perkawinan Mangalabulan memberikan satu putra, Dipapantinggi dan satu putri, Narudang Ulubegu.

Menurut titah Mulajadi Nabolon, Raja Odapodap harus kawin dengan Deakparujar, Dihurmajati dengan Nanbauraja, dan Raja Padoha dengan Narudang Ulubegu.

Titah Mulajadi Nabolon ditentang Deakparujar. Di belakangnya, Nanbauraja dan Narudang berdiri mendukung.  

Untuk pertama kalinya terjadi pembangkangan di Benua Atas, di jagad dewa-dewi. Pembangkangan dewi (perempuan) terhadap Dewata Agung (laki-laki).

Pembangkangan Deakparujar itulah awal kisah penciptaan bumi manusia, Banua Tonga. Benua Tengah yang berada di antara Benua Atas (jagad dewata) dan Benua Bawah (jagad kegelapan).

Tak sudi diperisteri Raja Odapodap, dewa "buruk rupa", Deakparujar, dewi "elok rupa" melarikan diri dari Benua Atas. 

Deakparujar melemparkan turak, gulungan benang tenun, menembus Benua Atas ke bawah.  Dia lalu turun bergelantungan pada utas benang itu, jauh ke bawah, ke dunia gulita.

Ketika kakinya menyentuh turak, sadarlah dia sedang diombang-ambing ombak lautan, sambil bergelantungan pada seutas benang. 

Hamparan lautan gelap itu adalah perbatasan Benua Atas dan Benua Bawah.

Takut akan kegelapan, Deakparujar memohon pada Mulajadi Nabolon agar diberi terang. Maka jadilah terang. 

Deakparujar kini busa melihat sekeliling. Ternyata tidak ada tempat berpijak baginya, kecuali batang turak.  

Agar punya tempat berpijak, Deakparujar meminta sekepal tanah kepada Mulajadi Nabolon.  Dewata Agung ini lalu mengirimkan sekepal tanah dan tongkat sakti bernama Sipituulu Sisiatanduk (Berkepala Tujuh Bertanduk Sembilan) untuk pijakan Deangparujar.  

Deakparujar menancapkan tongkat sakti itu di tengah lautan dan mulai menempa bidang tanah di atasnya. Dia menempa tanah selayaknya menenun kain, keahlian utamanya.

Mulajadi Nabolon mencobai Deakparujar. Raja Padoha, penjaga Benua Bawah, diutus untuk merusak tanah tempaannya, dengan cara menggoyang-goyang tongkat sakti yang menjadi pilarnya sehingga terjadi gempa. Enam kali berulang gempa seperti itu.

Deakparujar tidak menyerah.  Melalui siasat "cinta palsu", dia berhasil memasung Raja Padoha di pangkal  tongkat Sipituulu Sisiatanduk.  

Raja Padoha tidak bisa merusak lagi. Deakparujar akhirnya berhasil menempa bidang tanah luas, mengubur Raja Padoha di bawahnya.

Tanah tempaan Deakparujar sepi kosong melompong.  Dia lalu meminta benih segala tanaman dan bibit segala hewan kepada Mulajadi Nabolon. 

Dengan perantaraan Leangleangmandi, burung walet kayangan, Mulajadi Nabolon mengirimkan benih dan bibit di dalam garunggarung, tabung bambu. Itulah awal mula segala tumbuhan dan hewan di bumi.

Mulajadi Nabolon melihat tanah atau bumi tempaan Deakparujar dan segala isinya itu baik adanya. Dinamakannya bumi itu Banua Tonga, Benua Tengah. 

Berada di antara Benua Atas dan Benua Bawah, Benua Tengah itulah bumi yang diciptakan untuk manusia.

Agar bumi itu dihuni manusia, maka secara diam-diam Mulajadi Nabolon menyeludupkan Raja Odapodap ke Benua Tengah.  

Lewat sebuah proses pertemuan dan pendekatan yang alot, rasa jijik Deakparujar pada Raja Odapodap akhirnya berubah jadi pasrah.  

Deakparujar menerima takdirnya, kawin dengan Raja Odapodap. Lalu nenetap di Sianjurmulamula, lembah sebelah barat Gunung Pusukbuhit.

Karena sejak awal Deakparujar sudah membangkang pada Mulajadi Nabolon, maka perkawinannya dengan Raja Odapodap menjadi sebuah hukuman yaitu "hidup susah cari nafkah di bumi". 

Itulah nasib yang harus ditanggung oleh penghuni Banua Tonga. Dimulai dari pasangan suami-isteri Raja Odapodap dan Deakparujar.

Tapi pasangan Raja Odapodap dan Deakparujar bukanlah manusia pertama di Benua Tengah. Mereka adalah mahluk mitologis, dewa-dewi yang "dihukum" untuk sementara tinggal di bumi.

Kalau begitu siapa manusia pertama di bumi atau Benua Tengah ciptaan Deakparujar?

Sepasang Manusia Pertama

Perkawinan Deakparujar dan Raja Odapodap dikaruniai sepasang anak kembar beda jenis kelamin.  Putra dinamai Raja Ihatmanisia, putri dinamai Boru Itammanisia.  

Pertanyaan terjawab sudah. Manusia pertama menurut kosmologi atau mitologi Batak Toba adalah Raja Ihatmanisia dan Boru Itammanisia. Bukan Adam dan Hawa sebagaimana kepercayaan orang Kristiani.

Legenda Batak berawal dari Ihatmanisia dan Itammanisia.  Di sini pulalah mitologi Batak berakhir. Selanjutnya adalah legenda.

Setelah Ihatmanisia dan Itammanisia akil baliq, Raja Odapodap dan Deakparujar dinaikkan kembali ke Benua Atas.  Anak kembar itu ditinggalkan di Benua Tengah,  di bawah pemeliharaan Debata Asiasi, Dewa Asmara yang tak kasat mata.  

Debata Asiasi menumbuhkan cinta di antara Raja Ihatmanisia dan Boru Itammanisia. Keduanya lalu kawin dan membuahkan tiga orang putra yaitu Raja Miokmiok, Patundalnibegu, dan Ajilampaslampas. 

Dikisahkan, akibat sengketa pertanahan, Patundalnibegu dan Ajilampaslampas minggat ke luar Sianjurmulamula, meninggalkan Raja Miokmiok sendiri di situ.

Raja Miokmiok kemudian menikah dengan seorang putri, entah siapa, dan dikaruniai seorang putra, Engbanua. 

Selanjutnya, menurut silsilah Batak, Engbanua menikah dengan seorang putri, tidak diketahui identitasnya, dan berputrakan Raja Aceh (pergi ke Aceh),  Raja Bonangbonang (menetap di Sianjurmulamula)  dan Raja Jau (pergi ke Simalungun).

Dari perkawinannya, entah dengan siapa, Raja Bonangbonang memperoleh seorang putra, Raja Tantandebata.

Raja Tantandebata kemudian menikah (entah dengan siapa) dan berputrakan Siraja Batak. Siraja Batak inilah yang kemudian menikah (entah dengan siapa) lalu berputrakan Tateabulan dan Isumbaon.

Keturunan Tateabulan dan Isumbaon inilah yang membentuk dua belahan Batak Toba, Lontung (Tateabulan atau Ilontungon) dan Sumba (Isumbaon).  

Awalnya keturunan dua belahan itu memenuhi Sianjurmula-mula dan sekitarnya sebagai komunitas Batak tua. 

Kemudian, akibat tekanan pertumbuhan penduduk, warga bermigrasi ke delapan penjuru mata angin Tanah Batak.  Kelompok-kelompok migran Batak itu mendirikan kampung dan marga sendiri.  

Proses migrasi ini adalah peralihan dari legenda ke pengetahuan lokal dan kemudian sains tentang Batak Toba. Proses migrasi itu adalah fokus telaah utama untuk mengungkap identitas "Manusia Batak Pertama".

Catatan untuk Diskusi

Bisa disimpulkan bahwa manusia pertama menurut kosmologi Batak Tua adalah Raja Ihatmanisia dan Boru Itammanisia.   Pasangan ini serupa dengan pasangan Adam dan Hawa menurut Kitab Kejadian Perjanjian Lama agama Kristiani.  

Tentu tidak ada alasan untuk percaya pada mitologi Batak, juga pada legenda-legenda yang mengikutinya.  Mitos dan legenda adalah batas kemampuan pikiran manusia tempo dulu untuk menjelaskan keperiadaan jagad raya dan manusia sendiri.  

Sekarang sains sudah sedemikian maju. Sehingga tidak ada alasan juga untuk tidak mencari penjelasan saintifik tentang jagad raya dan manusia, termasuk Tanah Batak dan orang Batak Toba.

Tentu mayoritas orang Batak yang beragama Kristiani kini pasti bilang  manusia pertama adalah Adam dan Hawa. Bukan Ihatmanisia dan Itammanisia.  Mereka menjawab dari perspektif iman Kristiani, bukan perspektif kosmologi agama asli Batak.  

Sejatinya sangat menakjubkan mengetahui kemiripan kisah Genesis dalam Kosmologi Batak  dengan kisah Genesis Agama Kristiani dan Yahudi.  

Bahkan konsep jagad raya lapis tiga, benua atas, tengah dan bawah, itu persis sama dengan konsep jagad raya menurut keyakinan umat Israel Tua.  

Menjadi pertanyaan besar apakah kosmologi Batak, khususnya kisah genesis, itu mendapat pengaruh dari ajaran agama Kristiani sejak 1860-an.   Atau apakah kemiripan itu koinsidensi semata? Pertanyaan ini memerlukan jawaban saintifik.

Satu hal yang bisa dikatakan, kemiripan kisah genesis itu menjadi salah satu faktor kemudahan bagi orang Batak Toba menerima ajaran Kristiani.  

Tapi kemiripan itu pula yang menyebabkan orang Batak Kristen tidak lekang dari kosmologi atau mitologi Batak.

Begitulah.   Dalam upacara adat kematian misalnya, dua acara sama-sama eksis, acara gereja (Kristen atau Katolik) dan acara adat.   Pada acara gereja, doa-doa dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atau Tritunggal Maha Kudus.   Sedangkan pada acara adat, doa-doa dipanjatkan kepada Mulajadi Nabolon atau Debata Natolu.  

Sesungguhnya, orang Batak Toba yang beragama Kristiani itu seratus persen Kristiani dan seratus persen Batak.   Orang Batak Toba menjalankan agamanya secara inkulturatif, menyatu dengan adat-budayanya, khususnya kosmologi Batak.

Demikian catatan saya, Felix Tani, terbuka untuk diskusi saling-mencerdaskan demi penemuan kenenaran. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun