Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 15 Yoganidra 6

27 Juli 2021   09:39 Diperbarui: 27 Juli 2021   09:55 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erlangga muda yang sedang bertapa (Lukisan Bp.Y.P Sukiyanto )

Yoganidra ( 6 )

Cerita  sebelumnya :

"Tujuannya hanya satu segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan sosial psikologis (psychological needs), status, jabatan, pangkat hak khusus, serta kehebatan dan kekuasaan. Dalam tingkat ini, seseorang dikendalikan oleh nafsu dan naluri untuk berkuasa. Dia akan merasa menderita kalau lepas dari kekuasaan atau tidak dapat berkuasa lagi. (Bersambung )

"Bentuk yang ketiga yang sering tidak lepas dari kecenderungan manusia adalah libido adorandi suatu sifat nafsu dan naluri untuk menjadi pusat perhatian serta kecenderungan yang kuat untuk berkembang menjadi pemujaan diri.

 "Orang ini sangat egois ingin selalu memuliakan diri. Segala bentuk tutur kata, buah pikiran, tindakan, maksud dan tujuannya adalah tertuju para permuliaan egonya. Biasanya dalam kaitannya dengan segi spiritual. Keinginan material dan segi social sudah terpuaskan maka dia mengejar hal-hal yang men Tuhan-kan diri sendiri.

"Libido adorandi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan spiritual-moral (spiritual needs) dalam perkara ini dia rindu untuk dihargai, dihormati, dipuja. Orang ini dikendalikan oleh nafsu dan naluri untuk disembah, untuk mencari pujian.

"Hidup kita ini mestinya seperti liman atau gajah, yang tunduk, patuh, taat pada rajanya. Sang Raja Alam Semesta itu Sang Hyang Widhi. Liman sebagai kendaraan sang raja, maka manusia mesti berlaku ke mana tuannya menghendaki. Liman piaraan selalu disayangi sang Raja.

 Coba renungkan, putriku. Kehidupan liman sudah tercukupi oleh tuannya, diatur, tidak kekuarangan suatu apa pun karena tuannya telah menyediakan segala sesuatu untuknya. Sesuai kebutuhan yang kodrati maupun adikodrati. Itulah ilmu yang romo pelajari dari bimbingan Maha Mpu Barada, ketika Romo menjalani laku tapa selama dihutan".

 "Si gajah untuk menjadi kendaraan sang raja tidaklah mudah, sebab dia harus peka akan aba-aba, menuruti perintah pelatih atau gurunya. Si liman harus mengalami banyak ujian, latihan, laku tapa dalam hidup agar dia benar-berat kuat dan pantas sebagai tunggangan raja. Untuk mematuhi, peka pada petunjuk sang raja juga tidak mudah, karena dia harus konsentrasi dan mengesampingkan kehendak atau keinginannya sendiri".

"Si gajah harus terbiasa, akhirnya pandai menangkap petunjuk dan perintah tuannya. Jika dia terkacaukan dengan perhatian dan kehendaknya sendiri secara kodrat maka segala petunjuk atau perintah dari tuannya sangatlah sulit baginya.

 Si liman harus sungguh lepas bebas, ingkar, dan ikrar diri untuk secara bertahap "meniadakan kehendak pribadinya", agar kehendak raja semakin lama semakin terang tertangkap oleh indranya dan dapat diikutinya. Itulah fungsi kejernihan "suara hati" yang selalu mengarah pada kehendak Tuhan Sang Hyang Widhi.

"Setelah terang dan perintah atau kehendak dari tuannya tertangkap maka si gajah tinggal menjaga keintiman hubungan, mengolah rasa dan indra dengan tuannya. Liman harus sering bersujud menjumpai tuannya dalam kesejatian diri yang rendah hati, serta membiarkan tuannya masuk dalam "kediaman"-nya.

Semakin terjalin keintiman hubungan si liman dengan tuannya dia bersatu rasa dengan kehendak tuannya. Kesatuan rasa tanpa kata, namun kaya akan pemahaman yang mendorong untuk berbuat sekendak tuannya menuju kebenaran sejati.


 Pelajaran itu adalah lambang hidup seorang "LIMAN SETO" Lintang Manunggal Sewoko Duto, seorang yang mengumpulkan seluruh kekuatan cipta, rasa dan karsanya untuk berbuat bertindak yang benar dan luhur sebagaimana yang dikehendaki oleh Sang Hyang Widhi. Dia taat pada kehendak tuannya dan siap diutus.


"Manusia liman adalah manusia yang takwa, bakti, taat pada kehendak

Tuhannya, berderma dan buat kasih demi pengabdian kepada Yang Maha

 Suci.

"Itulah putriku, gambaran kesempurnaan dan tataran nafsu manusia, kita

harus selalu sadar untuk dikendalikan oleh hawa nafsu tapi bisa

mengendalikannya dengan olah karohanian dan matiraga.

 Selalu berusaha untuk hidup dalam kebenaran meskipun tidak dilihat orang, karena Sang Hyang Widhi yang selalu melihat perbuatan umat-Nya."

"Ya Romo Prabu, Nanda akan memperhatikan dan mengingat wejangan Romo, semoga Nanda dapat meniti hidup eling lan waspada (ingat dan waspada) akan anugerah Sang Hyang Widi dan mengemban dan mengembangkan anugerah itu untuk kepentingan banyak orang."

"Ya Putriku, kamu calon ratu, kesadaran itu mesti tertanam dalam nuranimu, agar kiprahmu dan apa yang kau lakukan sungguh berguna bagi dirimu dan rakyatmu. Apalagi kini kau tumbuh sebagai remaja putri, suatu saat Romo akan mengirimmu ke tempat Maha Mpu Barada agar kau bisa belajar tatanegara dan olah kanuragan dan olah karohanian."

"Sendiko dhawuh, Romo Prabu, Nanda siap kapan pun Kanjeng Romo menentukan."

"Ya, nanti akan Romo bicarakan dengan ibundamu, agar segala

keperluanmu untuk tinggal di padepokan Mpu Barada dapat disiapkan."

Malam semakin larut. Seperti sebelum-sebelumnya, aku berbicara dengan Romo selalu sampai lewat tengah malam. Pembicaraan yang selalu mengasyikkan itu membuatku lupa waktu, membuat kami berdua terbuai.

Tiga tahun berlalu, masa itu kupergunakan untuk olah kanugaran bersama Paman Narotama dan mempelajari tentang keterampilan kewanitaan bersama Bibi Sekar Tanjung. Itu semua sebagai bekal jika suatu saat Romo mengirimku ke Tanah Paran, ke tempat Maha Mpu Barada tinggal.

Pada Usiaku yang ke-14, Ayahanda Prabu menghadiahi aku kuda putih nan menawan, karena aku memang senang menunggang kuda. Kuda itu kuberi nama Gagah Lintang, karena dia benar-benar gagah dan cemerlang seperti Lintang, matanya bersinar dan bila kupanggil langsung mendekat.

 Bersama Gagah Lintang aku senang mejelajah negeri, tanpa didampingi

Paman Narotama.

Inilah saat kegemaranku untuk melatih kecekatan Gagah Lintang melintasi

tebing.

 Hampir setiap akhir pekan aku menunggang kuda dan melewati batas

 kerajaan selain untuk mencari pengalaman dan udara segar, aku juga ingin

 mengetahui situasi keamanan dan keadaan penduduk negeri wilayah istana

 Ayahanda Prabu.

Biasanya aku memakai cadar dan kerudung putih, agar tidak diketahui jati diriku. Dengan demikian aku bebas berkeliling memantau kerajaan sekaligus rekreasi bagiku.

Suatu saat aku dicegat seorang pemuda, kepalanya berbentuk lembu dan badannya manusia. Dia tahu bahwa aku adalah Sanggrama Tungga Dewi, anak Raja Airlangga. Aku sendiri kaget ketika suaranya menggelegar menghentikan Gagah Lintang, kudaku.

 Aneh! Gagah Lintang sepertinya tidak punya kekuatan untuk bergerak dan

 maju. Terpaksa aku berhenti dan turun dari kudaku.

"Duhai Juwitaku Sanggrama Wijaya Tungga Dewi, saat seperti ini yang

kutunggu-tunggu untuk berjumpa denganmu, Dindaku."

Jantungku berdetak keras, karena orang aneh mengerikan ini mengenaliku walaupun mukaku tertutup cadar dan berkerudung putih sehingga wajah dan rambutku tidak kelihatan. Apa maunya orang ini mencegatku? Begitu pertanyaan yang menggangguku.

"Juwita, aku Lembu Suro, sudah lama aku mendengar tentang kecantikan

dan kelemahlembutanmu, aku jatuh cinta padamu, Dewiku."

Gila, orang ini, begitu spontan mengutarakan cinta, padahal tahu wajahku

saja belum, batinku.

Aku berusaha sesopan mungkin untuk lewat, karena aku menghadapi orang

yang punya kekuatan, terbukti kudaku berhenti dan tidak mau jalan. Padahal

Gagah Lintang tidak pernah bertingkah seperti itu.

"Maaf, Kisanak, aku numpang lewat, Kisanak salah alamat. Aku bukan

 Tungga Dewi."

"Duhai Dinda Tungga Dewi, jangan bohong meskipun wajahmu tertutup

cadar, aku tetap bisa melihat kecantikan wajahmu yang luar biasa, Diajeng."

 Kurang ajar benar orang ini, menyebutku diajeng seolah dia sudah lama

 mengenal aku.

 Aku tetap tidak membuka cadarku dan minta supaya diizinkan lewat.

"Baik, Dindaku, kali ini Diajeng kuizinkan lewat. Tapi suatu saat aku akan

 datang menemui Raja Prabu Airlangga untuk meminang Diajeng!"

Aduh, sial, aku bertemu dengan orang gila yang nekat, denyut jantungku

berdegup keras, deg-degan juga karena sangat ngeri melihat wajahnya.

 Namanya pun baru kudengar sekarang, siapa sebenarnya Lembu Suro itu?

demikian pertanyaan yang selalu mengusik hatiku.

Akhirnya aku memacu Gagah Lintang secepat kilat dihantar bayu, kupacu

sangat kencang.

Keringat dingin membasahiku karena aku sangat ketakutan dengan pertemuan itu. Melihat wajahnya yang setengah binatang dan setengah manusia, juga sikapnya yang seolah sudah kenal baik dan urakan membuat bulu kudukku merinding.

Aku sungguh merasa jijik dan tidak nyaman bertemu orang semacam ini, tapi kuakui dia amat sakti, tiba-tiba kudaku berhenti dan tidak bergerak maju meskipun sudah kukendalikan untuk berjalan tapi tetap tidak menurut, padahal biasanya tidak demikian. Gagah Lintang selalu menuruti keinginanku.

Selama perjalanan pulang pikiranku selalu dipenuhi pertanyaan Siapakah Lembu Suro itu? Orang mana dia sehingga berani secara terang-terangan ingin meminangku, aduh Dewa jagad Bathara, jangan sampai hal ini terjadi padaku, aku jijik, aku muak. Meskipun aku tidak punya perasaan benci pada orang tapi sungguh melihat tampangnya dan tutur katanya aku tidak tertarik.

 Biasanya aku mengendarai kuda dengan santai dan cepat sampai istana. Namun perjalankan kali ini terasa begitu lama walau Gagah Lintang lari secepat kilat. Sesampai istana aku langsung menghadap Romo Prabu. Kebetulan ada Ibunda Ratu, Paman Narotama, dan Bibi Sekar Tanjung .( Bersambung  )

Oleh  Sr. Maria  Monika  SND

27  Juli, 2021

Artikel  ke  417

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun