"Mana? Tangan lu jangan goyang! Gimana gue mau tau arah telunjuk lu," protes Alex.
Akhirnya Alex melihat juga sosok gadis yang kuanggap kembang desa itu. Alex berdecak kagum dengan senyuman yang terkesan sus sekali di mataku.
"Biasa aja ngeliatinnya. Jatah gue tuh. Mau gue colok?" ancamku pada Alex.
"Boleh juga selera lu. Tenang, gue cuma kagum sesaat doang. Masih cantik cewek gue."
"Jadi gimana nih?" tanyaku tak sabaran.
Alex menelisik sekitar mereka, ia tampak kelimpungan mencari seseorang. Hingga jarinya menunjuk ke suatu arah dengan wajah menunjukkan kekesalan.Â
"Noh temen lu Miko malah asik makan duluan. Pantes aja nggak ada suaranya." Alex berkacak pinggang sambil menujuk ke arah Miko yang hanya menunjukkan cengiran khasnya.
"Dahlah dia nggak bakat juga hal beginian. Lo kan lebih bakat. Kasih saranlah."
Alex mengangguk setuju. "Oke. Sekarang lo ambil makanan apa aja, nanti bawa ke sana. Gue temenin deh nyamperin dia. Abis itu lo urus sendiri. Takut Tasya jahil kirim foto ke cewek gue."
Aku pun mengambil sepiring gado-gado di meja hidangan itu. Kami berdua berjalan menuju gadis itu. Gugup sekali rasanya, berbeda dengan Alex yang santai sekali setiap langkahnya. Akhirnya kami sampai di hadapan gadis itu. Gadis itu menatap kami berdua dengan senyuman tipisnya. Ah, manisnya. Aku tanpa sadar juga tersenyum, meletup sekali rasa di hatiku ini.
"Misi, Mbak. Kami boleh ikut makan di sini? Tuh, meja-meja sudah pada penuh," ucap Alex dengan nada ramah.