"Bangke."
Kami pun keluar rumah, aku mengunci pintu rumah kami. Walau tak ada perabotan atau alat elektronik rumahan, tetapi ada laptop kami yang sangat berharga. Mau tak mau harus tetap waspada. Semua jendela pun sudah kami tutup.
"Alex berangkat duluan? Katanya mau bantuin gue nyari kembang desa."
"Ya kan ketemu juga di tempat kondangan sama dia. Badan tinggi Alex nggak sulit nyari tuh anak," sahut Miko. Benar juga, tubuh Alex memang cocok disebut "tiang listrik" saking tingginya. Mungkin sekitar 180 cm.
"Yoi. Nggak sabar gue mah." Semangat sekali rasanya, segar pikiran membayangkan senyuman manis sang kembang desa. Ah, penuh damba sejak pertemuan pertama.
Acara kondangan di desa ternyata ramai sekali. Mungkin penghuni masing-masing rumah keluar semua, ikut menghadiri acara tersebut. Tak memedulikan malu bawa anak banyak, mereka tampak antusias membawa anak-anak mereka ke sana. Rata-rata warga desa tak memakai pakaian yang glamor seperti menghadiri undangan di kota. Lebih ke bebas pantas saja.
Baru kami sampai di tempat acara, Alex entah datang dari arah mana menghampiri kami. Fokus menelisik sampai tak menyadari Alex yang melihat kami duluan.
"Bro, gimana soal kembang desa? Lo tunjukkin deh yang mana orangnya. Biar gue bantu muluskan jalan PDKT kalian," ujar Alex percaya diri.
"Ntar, gue cari dulu," sahutku sambil menelisik wajah-wajah warga yang datang.
Sambil berjalan perlahan, mataku tak lepas menelisik. Biarlah soal makanan tak kupedulikan dulu, yang penting kembang desa tertangkap oleh netraku. Hingga akhirnya, kedua mataku berbinar menangkap sosok gadis cantik sedang duduk seorang diri di pelatar rumah dekat acara sambil menikmati sepiring makanan di tangannya.
"Lex, Lex! Itu dia, Lex. Kembang desa," ucapku senang sekali sambil menunjuk ke arah gadis itu.