Kubilang apa, ini sangat meragukan. Danuar cengengesan sambil menunjuk lagi ke arah mereka. Kulihat telunjuk Danuar mengarah pada bocah perempuan yang memakai dalaman biru.
"Kurang ajar lo, Dan. Gue pikir beneran. Gila lu, ya!" Aku mengomel dengan raut wajah ingin menelan kawan hidup-hidup. Kupikir sungguh ada wanita cantik di desa ini. Seperti di sinetron, di sebuah desa terdapat seorang wanita cantik yang merupakan kembang desa.
Danuar tertawa lepas, puas sekali. Tubuh kurusnya sampai terbungkuk-bungkuk. Kalau saja aku tak ada hati nurani, mau kudorong pemuda kurus itu.
"Lagian lu percaya aja. Mana ada cewek mandi koloran doang di sungai terbuka gini."
"Ya kan tertipu sama muka lo yang udah paten banget kayak penipu kelas kakap," sahutku masih dengan nada kesal.
"DANUUUU!"
Tiba-tiba terdengar suara teriakan cempereng dari arah bawah. Suara melengking itu tak lain dan bukan milik kekasih Danuar, si Natasya. Kebetulan Tasya satu kelompok KKN sama kami. Makin senanglah si Danuar, KKN bersama orang terpuja.
"Iya, Sayang! Bentar honei, boimu akan turun," ucap Danuar sambil turun dengan perlahan.
Kelakuan Danuar memang seperti itu. Mood banget dalam segala kondisi. Salah satu kelucuan seorang Danuar itu adalah berbicara menggunakan bahasa Inggris pada kekasihnya dengan pronounce alakadarnya.
Sudahlah, tak ada gunanya aku merutuki kebodohanku yang mau saja dibodohi oleh kutu kupret macam Danuar. Mending aku lanjut mencuci pakaianku, tersisa tiga lembar baju atasan lagi. Aku turun dari sana, melangkah dengan lompatan kecil dari batu ke batu. Kakiku sudah cukup kering, tak takut terpeleset seperti awal.
Setelah menyelesaikan soal cucian, aku memutuskan untuk segera kembali ke tempat penginapan. Bukan penginapan khusus sebenarnya, melainkan rumah yang dikontrakkan oleh salah satu warga di sana. Kebetulan ada dua rumah kosong, jadi kami menyewa keduanya. Satu rumah untuk perempuan dan satu rumah lagi untuk kami para lelaki.Â