Mohon tunggu...
𝔜𝔞𝔪𝔦𝔫 𝔐𝔬𝔥𝔞𝔪𝔞𝔡
𝔜𝔞𝔪𝔦𝔫 𝔐𝔬𝔥𝔞𝔪𝔞𝔡 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Program Sekolah Penggerak, Seleksi dan Pendampingan

22 Maret 2023   14:34 Diperbarui: 22 Maret 2023   14:39 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/mengenal-program-sekolah-penggerak

Ada satu dua opini yang berkembang bahwa sekolah penggerak merupakan sekolah istimewa yang ditunjuk begitu saja oleh pemerintah sebagai pelaksana program. 

Penentuan sekolah penggerak bukanlah berdasarkan kelengkapan sarana prasarana, kemewahan gedung, mengkilapnya closet toilet, atau terjaminnya kesehatan makanan kantin. 

Siswa sekolah penggerak bisa berasal dari keluarga kebanyakan. Mereka tidak harus dari keluarga kelompok elit yang setiap hari dijemput sopir pribadi atau anak-anak yang diantar ibu-ibu karir. Siswa sekolah penggerak bisa terlihat datang ke sekolah dengan sandal jepit yang sudah cacat atau datang dengan sepatu robek. Mereka bisa datang dengan seragam kumal karena tinggal bersama kakek atau neneknya yang renta akibat perceraian orang tuanya sehingga mereka tidak terurus dengan baik.

Sekolah penggerak juga bukanlah sekolah favorit yang menjadi buruan orang tua siswa, bukan pula sekolah yang siswanya memiliki segudang prestasi. Bisa jadi juga piala penghargaan tidak terlihat terpajang di lemari ruang kantor atau kepala sekolah.

Sekolah penggerak merupakan hasil seleksi terhadap kepala sekolah yang, menurut saya, dilakukan secara fair. Proses seleksi yang dilakukan secara daring langsung berada di bawah Kemdikbud melalui laman Kemdikbud Sekolah Penggerak

Setiap sekolah memiliki kesempatan menjadi pengemban Program Sekolah Penggerak selama kepala sekolah dan sekolah yang dipimpinnya memiliki persyaratan umum sebagai sebuah lembaga pendidikan di bawah kemdikbud, seperti, SK pengangkatan kepala sekolah atau sekolah tercatat di dapodik. 

Sasaran seleksinya adalah kepala sekolah secara individu, bukan sekolah. Setiap kepala sekolah yang berada di bawah kemdikbud dan memiliki persyaratan formal berkesempatan untuk mengikuti program sekolah penggerak melalui seleksi dilakukan secara daring.

Program Sekolah Penggerak (PSP) merupakan episode 7 dari rangkaian episode Merdeka Belajar Kemdikbudristek. PSP dipercaya menjadi salah satu alternatif untuk mewujudkan visi Pendidikan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui pembentukan karakter peserta ke arah Profil Pelajar Pancasila. Program Sekolah Penggerak berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik. Hasil belajar itu mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan karakter. Untuk itu program ini diawali dengan peningkatan kapasitas SDM (kepala sekolah dan guru)

Proses Seleksi Sekolah Penggerak

Sekolah saya saat ini dipercaya melaksanakan program sekolah penggerak angkatan I setelah melalui seleksi yang cukup ketat pada awal tahun 2021. Untuk mencapai titik ini kepala sekolah mengalami proses seleksi yang cukup panjang, melelahkan, dan mendebarkan. Dalam proses seleksi seluruh atribut sekolah ditanggalkan. Sekolah dengan label negeri-swasta, maju-terbelakang, sekolah di tengah belantara kota atau daerah tertinggal, memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti program sekolah penggerak.

Dalam proses seleksi, kepala sekolah harus menjalani dua tahap seleksi tetapi tahapan itu diwarnai kompetisi yang cukup berat. Pada seleksi tahap I angkatan 1, sekitar 21 ribu kepala sekolah dari berbagai penjuru tanah air mengirimkan curriculum vitae dan menjawab pertanyaan esai. Kepala sekolah ditantang mampu memberikan keyakinan bahwa yang bersangkutan memang layak mengemban tugas sebagai pemimpin sekolah penggerak. 

Masih pada seleksi tahap I, secara "tergesa-gesa" kepala sekolah harus menjawab soal-soal yang berhubungan dengan bakat skolastik dalam durasi waktu yang telah ditentukan. Tes ini bertujuan mengukur atau mendapatkan informasi tentang pengetahuan, kemampuan, dan bakat yang dimiliki oleh seseorang. Belakangan TBS ini ditiadakan karena dipandang tidak diperlukan sebagai acuan penilaian dalam seleksi kepala sekolah penggerak.

Hasilnya sekitar 5 ribu sekolah dinyatakan berhak mengikuti seleksi tahapan berikutnya atau seleksi tahap II. Pada seleksi tahap II kepala sekolah diuji dengan kemampuan mengajar yang ditunjukkan melalui simulasi di hadapan asesor secara virtual. 

Selanjutnya kepala sekolah mengikuti seleksi wawancara seputar kepemimpinannya. Sekitar 1  sampai 1,5 jam kepala sekolah harus berjibaku dengan sejumlah pertanyaan reflektif tentang kompetensi yang dimilikinya, sejauh mana kemampuan merencanakan, dan melaksanakan tugas kepemimpinannya. 

Pertanyaan lainnya kepala sekolah diminta menguraikan tantangan yang dihadapi selama kepemimpinannya sekaligus solusi untuk menjawab tantangan itu. 

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkesan sederhana. Akan tetapi, jawabannya bersifat spontan. Maka dibutuhkan kemampuan reflektif dan berfikir cepat untuk menjawab pertanyaan asesor.

Pada seleksi tahap II angkatan I, 2.492 sekolah dari berbagai provinsi di Indonesia dinyatakan lulus dan memiliki kelayakan untuk menjalankan program sekolah penggerak. Sekolah tersebut berasal dari jenjang Paud sampai SMA termasuk SLB dan memiliki latar belakang yang beragam. (Sumber Program Sekolah Penggerak)

Pendampingan Program Sekolah Penggerak

Program sekolah penggerak merupakan penyempurnaan program transformasi sekolah sebelumnya. Program ini  diluncurkan sebagai kerja kolaborasi antara Kemdikbud dan pemda dengan komitmen sebagai kunci utama. 

Dalam rangka mempercepat perubahan, sekolah penggerak mendapatkan intervensi dalam bentuk pendampingan secara intensif oleh pelatih ahli yang ditunjuk kemdikbud ristek. Pelatih ahli juga ditunjuk berdasarkan hasil seleksi yang mereka ikuti. Sasaran pendampingan itu adalah kepala sekolah, guru, dan pengawas.

Setelah dinyatakan lulus, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan guru, yang tergabung dalam Komite Pembelajaran, menjalani kegiatan diklat yang dilakukan secara daring menggunakan platform LMS (Learning Management System) yang telah disiapkan pada Portal Layanan Program GTK Kemendikbud Sekolah Penggerak. 

Diklat itu dilaksanakan selama 10 hari. Selama diklat kepala sekolah, pengawas, dan guru yang tergabung dalam komite pembelajaran "dipaksa" melahap materi yang mungkin setara dengan materi satu semester. Semua materi seakan dipadatkan dalam rentang waktu sepuluh hari. Ini sebuah tantangan yang cukup berat. 

Peserta diklat diberikan sejumlah materi  yang berhubungan dengan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP). Dalam diklat peserta diperkenalkan dengan kebijakan program sekolah penggerak, konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang memerdekakan, dan kerangka kurikulum. Dalam diklat itu pula peserta diperkenalkan konsep penggunaan teknologi digital dalam proses pembelajaran.

Melalui diklat tersebut peserta diperkenalkan dengan gagasan tentang Profil Pelajar Pancasila (P3). Dalam perkembangan selanjutnya dikenal dengan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Proses pembelajaran dalam Diklat tersebut menggunakan alur merdeka belajar. Pada awal pertemuan, dimulai kesepakatan kelas. Selanjutnya narasumber hanya menyampaikan informasi seputar materi dan peserta diarahkan untuk (1) mulai dari diri sendiri dengan melakukan refleksi awal tentang materi yang ditawarkan. Peserta diberikan kesempatan untuk menyampaikan pemahaman awal sebuah materi.

Peserta kemudian didorong melakukan (2) eksplorasi konsep dengan mempelajari materi dari narasumber. Selanjutnya peserta masuk dalam (3) ruang kolaborasi dimana peserta berdiskusi untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok. Tugas hasil kolaborasi itu lalu direfleksi kembali dalam tahapan (4) refleksi terbimbing

Sebagai aktualisasi pemahaman, peserta diminta menyusun semacam rencana aksi nyata terkait dengan konsep materi yang telah dipelajari melalui (5) demonstrasi kontekstual. Rangkaian kegiatan belajar digenapkan dengan (6) elaborasi pemahaman peserta melalui diskusi terbuka antar kelompok. Dalam elaborasi pemahaman peserta berkesempatan bertanya dan menjawab pertanyaan antar sesama peserta dan narasumber. Pada titik ini peserta berdiskusi untuk memberikan penegasan, penguatan, dan konfirmasi terhadap materi.

Dalam (7) koneksi antar materi, melalui diskusi, peserta menarik semacam kesimpulan atas materi yang telah dipelajari dan menghubungkannya dengan materi sebelumnya. Di akhir kegiatan diklat peserta diminta melakukan (8) aksi nyata untuk membuktikan pemahamannya tentang rangkaian materi diklat yang telah dipelajari. Seluruh rangkaian proses belajar itu belakangan dikenal luas dengan istilah Alur Belajar MERRDEka.

  •  Lokakarya Pengawas dan Kepala Sekolah

Lokakarya merupakan salah satu bentuk intervensi Kemdikbudristek dalam program sekolah penggerak. Sasaran pendampingan dalam lokakarya adalah pengawas dan kepala sekolah. Tujuannya untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendamping dan pemimpin pembelajaran di satuan pendidikan.

Materi lokakarya pada tahun pertama (2021-2022) mencakup proses pembelajaran di sekolah penggerak. Dalam lokakarya peserta saling berbagi pengalaman di sekolah masing-masing tentang proses pembelajaran.

Lokakarya juga memberikan pendampingan bagaimana mengelola data sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pengelolaan data tersebut menyangkut tim pengelolaan dokumen sumber belajar. Data sumber belajar itu sendiri sangat kompleks, dapat berupa buku, jurnal, majalah, materi kursus, video pembelajaran praktik baik, bahan ajar digital, laporan kegiatan sekolah, dan sumber lainnya.

Pengelolaan data juga termasuk dalam prosedur pengumpulan data, seperti dari mana sumber dokumen pembelajaran diperoleh, kontributor dalam pengumpulan dokumen, teknik pengumpulan, klasifikasi dan kategori dokumen, media penyimpanan dalam bentuk cetak atau softcopy, serta ruang penyimpanan dokumen secara virtual atau ruang fisik.

Materi lokakarya lainnya adalah peran kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran pada satuan pendidikan. Materi ini lebih menekankan kepada kemampuan kepala sekolah dan pengawas dalam menilai dirinya sendiri atas peran kepemimpinan yang dilakukan di sekolah masing-masing. 

Kemampuan menilai diri sendiri mengandalkan kemampuan refleksi diri. Kepala sekolah sekaligus pengawas dituntut memiliki kepekaan terhadap kekurangannya, memahami potensi diri, serta kemampuan memetakan peluang dan tantangan dalam mewujudkan program kerja masing-masing.

Hal-hal yang memerlukan kemampuan refleksi juga terkait dengan peran utama kepala sekolah dan pengawas dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran di kelas melalui fungsi supervisor. Kemampuan supervisor tersebut menyangkut bagaimana mengetahui kualitas pembelajaran, mengukur kompetensi guru, dan bagaimana memberikan pendampingan terhadap guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Seorang pemimpin pembelajaran juga dihadapkan pada sebuah komunitas dengan karakter individu yang beragam. Pada titik ini, diperlukan kompetensi sosial emosional. Hal ini menjadi salah satu isu yang urgen dalam lokakarya.

Kompetensi sosial emosional itu menjadi satu kesatuan karena kemampuan mengelola emosi memiliki peran penting dalam mengaktualisasikan kompetensi sosial. Sekolah sebagai sebuah kehidupan sosial tidak dapat dilepaskan dari interaksi sosial antar warga sekolah. Dalam proses interaksi tersebut, perbedaan pendapat, konflik ide, dan prokontra tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, diperlukan kompetensi sosial emosional dalam membangun komunikasi antar individu. Kemampuan seseorang mengendalikan sisi emosionalnya merupakan faktor pendukung utama di samping kemampuan intelegensia. Keduanya harus berjalan secara sejajar. Cerdas secara emosional dan cerdas secara intelegensia akan membentuk kompetensi sosial yang mapan.

Lokakarya juga memberikan pendampingan bagaimana merancang visi dan misi. Visi dan misi sejauh ini kerap kali dirumuskan tanpa melalui analsis kondisi sekolah. Padahal kondisi sekolah merupakan basis utama dalam penyusunan visi dan misi.

Penyusunan visi dan misi seharusnya menggunakan prosedur yang tepat. Sekolah harus mulai dengan melakukan analisis kondisi sekolah yang meliputi evaluasi kinerja siswa, kualitas pengajaran, ketersediaan sumber daya, serta tantangan dan peluang yang dihadapi oleh sekolah. Sekolah dapat memilih formula sederhana dalam melakukan analisis. Hal ini tentu dengan menggunakan data dan fakta yang ada di sekolah.

Dalam penyusunan visi dan misi diperlukan keterlibatan berbagai stakeholder sekolah seperti guru, orang tua, komite sekolah, dan siswa, yang bekerja dalam sebuah tim. Keterlibatan stakeholder sangat penting agar dapat memberikan sumbangan pikiran dan masukan dalam penyusunan visi dan misi yang berorientasi kepada hasil belajar siswa.

Dalam lokakarya, peserta dibekali dengan managemen perencanaan berbasis data. Sekolah diarahkan untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia semaksimal mungkin. Sekolah penggerak tidak difasilitasi dengan sarpras yang memadai maupun tenaga guru dan tendik yang telah berprestasi. Sekolah diharapkan memberdayakan segenap potensi yang ada untuk mendukung terlaksananya program. Sekolah tidak bekerja sendiri tetapi tetapi memaksimalkan peran stakeholder secara bersama-sama.

Seluruh materi dalam lokakarya pada dasarnya sudah menjadi bagian dari pemahaman kepala sekolah. Lokakarya hanya berperan mengeksplorasi kembali pemahaman, kemampuan, dan kinerja peserta. Oleh karena itu lokakarya lebih bersifat reflektif, diskusi, dan berbagi pengalaman.

  • Penguatan Komite Pembelajaran (Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Guru)

Penguatan komite pembelajaran melibatkan kepala sekolah, pengawas, dan guru. Penguatan tidak jauh berbeda dengan lokakarya. Hanya saja penguatan komite pembelajaran bertujuan meningkatkan kapasitas peserta dalam melaksanakan tugas sebagai pemimpin pembelajaran dalam kelas.

Penguatan lebih berorientasi kepada isu-siu yang berhubungan erat dengan kegiatan pembelajaran. Materi penguatan meliputi, kompetensi guru, pengelolaan sumber belajar, pengembangan kemampuan refleksi, serta bagaimana memanfaatkan umpan balik dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. 

Secara umum kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Dalam kegiatan penguatan, kompetensi komite pembelajaran direfleksikan kembali untuk menggali potensi diri sebagai guru. Guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas dan kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran pada satuan pendidikan dituntut untuk selalu mengembangkan kompetensinya dalam rangka menjawab tantangan pembelajaran.

Materi pendampingan dalam penguatan yang dianggap urgen adalah sumber belajar karena menjadi bagian penting dari kegiatan pembelajaran. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kontribusi dalam proses belajar. Sumber belajar dapat berupa sumber daya manusia dan sumber daya non manusia. Sumber belajar daya manusia mencakup guru, kepala sekolah, orang tua, tokoh masyarakat, praktisi pendidikan, dan setiap orang yang dapat memberikan informasi terkait materi dalam sebuah pembelajaran.

Sumber daya non manusia meliputi, buku, alat pelajaran, tanaman, kebun sekolah, halaman sekolah, persawahan, sungai, danau, dan berbagai bagian dari lingkungan.

Pemanfaatan sumber belajar memerlukan perhatian serius karena pemahaman dan kemampuan guru untuk melakukan kontekstualisasi materi pelajaran belum maksimal. Pembelajaran masih diwarnai pendekatan tekstual. Sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah belum dikelola dengan baik.

Penguatan komite pembelajaran juga menekankan pada kebiasaan melakukan refleksi terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, asesmen, sampai tindak lanjut pembelajaran. Bahkan melakukan refleksi tentang kebiasaan refleksi itu sendiri. Komite pembelajaran harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif secara jujur. 

"Pernahkah saya melakukan refleksi? Kapan refleksi itu dilakukan? Apa saja yang pernah direfleksikan dalam proses pembelajaran?"

Refleksi merupakan upaya mencermati atau memikirkan ulang pengalaman sebelumnya atau sesuatu yang telah dilaksanakan. Dalam proses pembelajaran refleksi menjadi sesuatu yang penting dilakukan guru untuk memahami kekurangan dan kelebihan atau kegagalan dan keberhasilannya. Melalui refleksi guru dapat memaknai pengalaman, melakukan evaluasi diri atas pencapaian, yang mendorongnya untuk melakukan pengembangan diri sebagai pemimpin pembelajaran.

Jawaban atas hasil refleksi dapat dikomunikasikan dengan pihak lain. Di sinilah peran umpan balik atau feedback perlu dipertimbangkan. Umpan balik dapat melibatkan sesama guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, dan peserta didik.

Umpan balik pembelajaran adalah tanggapan atau respon pihak lain terhadap pembelajaran yang dilakukan guru. Umpan balik dapat dijadikan sebagai instrumen penilaian terhadap kelebihan dan kekurangan sebuah pembelajaran. Umpan balik dalam bentuk masukan, saran, dan informasi tentang pengalaman dari rekan sejawat dapat menjadi rujukan perbaikan pembelajaran. Capaian pembelajaran, motivasi siswa, dan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan secara tidak langsung merupakan umpan balik yang dapat dijadikan rujukan. Demikian juga dengan keluhan, saran, dan masukan dari orang tua.

Satu hal yang menarik adalah sekolah program sekolah penggerak tidak disertai dengan iming-iming bantuan finansial dan peralatan tertentu. Hal paling penting adalah kemauan dan komitmen sekolah untuk berubah secara bersama-sama dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

  • Coaching

Coaching, secara umum, dapat didefinisikan sebagai kegiatan pelatihan yang didampingi pelatih (coach) terhadap seseorang atau sekelompok orang (coachee).

Pola coaching pada sekolah penggerak menggunakan metode eksplorasi dan refleksi yang dilakukan oleh komite pembelajaran (kepala sekolah dan guru) tentang kemampuan individual dalam mengenali kelebihan dan kekurangan diri, menentukan capaian kerja, membangun kerangka harapan, dan membuat pilihan solutif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pendampingan, coach sedapat mungkin tidak memberikan solusi. Coach hanya membuka jalan dan mengarahkan coachee untuk menentukan pilihan yang tepat dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah.

Saat sebuah pilihan keputusan tidak berhasil mengatasi permasalahan atau tidak berhasil mencapai tujuan, coachy harus berfikir kreatif untuk menentukan pilihan keputusan lain yang dipandang tepat. Coachee, dalam hal ini sekolah, tidak berdiri sendiri tetapi terikat dalam sebuah tim. Ada sejumlah individu dalam tim yang dapat memberikan sumbangan pikiran atau ide dalam setiap tindakan.

Sekilas pola di atas menunjukkan kesan bahwa coaching merupakan aktivitas mencari sesuatu dalam kekelaman, sebuah proses dimana setiap tindakan yang diambil tidak lebih dari upaya coba-coba. Kesan ini tentu saja keliru. Proses coaching merupakan proses berfikir kritis, melatih ketajaman intuisi, mengasah kepekaan rasa, dan keberanian mengambil resiko. Inilah inti kemerdekaan berfikir yang diterapkan di sekolah penggerak. 

  • Pokja Manajemen Operasional (PMO)

Secara umum, PMO atau Project Management Office (dalam lidah warga +62 disebut Pokja Manajemen Operasional) adalah sebuah satuan dalam organisasi yang menentukan dan menjaga standar dalam manajemen proyek dalam organisasi tersebut. Mereka memastikan para implementer dan pengambil keputusan terus berjalan dengan konsisten menuju tujuan dan target organisasi.

PMO memiliki sebuah entiti yang ditugaskan beberapa tanggung jawab yang berhubungan dengan fungsi koordinasi dan manajemen terhadap proyek-proyek/program yang terdapat di dalam sebuah organisasi.

Dalam konteks Program Sekolah Penggerak, PMO diadaptasi sebagai salah satu solusi perencanaan dan pelaksanaan program sekolah. PMO sekolah penggerak mengambil bentuk secara berjenjang--level sekolah, level daerah, sampai level pusat.

Peran setiap level secara umum memiliki kesamaan dengan tujuan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program kegiatan terutama agar isu/masalah dapat diselesaikan dan risiko dapat dimitigasi. 

Pada tingkat satuan pendidikan, sekolah memiliki kewajiban menganalisis permasalahan dan membuat perencanaan berbasis data. Perencanaan itu lalu diejawantahkan dalam pelaksanaan kegiatan. Hasil kegiatan kemudian dievaluasi untuk mengukur tingkat keberhasilannya. 

Secara umum, inilah siklus pelaksanaan PMO. Ketika sekolah tidak mampu menyelesaikan sebuah masalah, tim PMO pada level di atasnya memiliki kewenangan dan kewajiban untuk melakukan intervensi. Demikian seterusnya sampai permasalahan di sekolah itu benar-benar dapat terselesaikan.

Lombok Timur, 22 Maret 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun