“Bukan PR matematika? Tapi PR IPS.”
Prakkkkkk...! Bagaikan disambar bajaj. Villa lupa. Belum mengerjakan PR IPS. Meringkas bab V, VI, VII, dan VIII. Waduh! Mati deh! Belum satu huruf pun tertulis di buku IPS-nya. Ah, memang aneh Bu Yati. Bukulah suruh diringkas. Tugas meringkas itu kan tugas anak malas belajar. Masa anak rajin belajar juga mendapat tugas meringkas?
Tapi... siapa yang berani melawan guru paling bawel sedunia itu. Bisa-bisa kita diceramahi tiga hari tiga malam kalau sampai berani protes. Itu pun kalau kita protes dengan mengemukakan tiga kata. Bagaimana kalau kita sampai memprotes perintahnya dengan satu kalimat? Pasti selama dua tahun kita diceramahi tanpa henti. Daripada diceramahi, maka kami pun selalu berusaha meringkas buku sebagaimana disabdakannya.
“Yaaaaah, belum, Fin. Kenapa kamu tak bilang dari kemarin?” kata Villa gelagapan. Villa memang murid kesayangan Bu Yati. Selalu dipuji karena pekerjaannya selalu rapi. Selalu menyelesaikan tugas pada saat yang tepat. Villa tak ingin reoputasinya di hadapan Bu Yati runtuh. Villa tak jadi tidur. Mungkin masih ada waktu hingga fajar? Pikir Villa.
“Twing!”
“Pasti dari si gendut lagi.”
Dengan segala kemalasan yang tersisa, Villa membuka sms.
“Kebaikan yang datang dari hati. Bukan kebaikan yang dipaksakan!”
“Emang kamu tahu?!!!!!!!!!!!!!!!!” kata Villa marah. Sehingga Villa menaruh sebanyak mungkin tanda seru dalam sms-nya.
Tak ada jawaban. Hingga azan subuh berkumandang dari musolah Miftahul Jannah. Musolah yang tepat berada di depan rumahnya. Untung, pada saat yang sama, PR IPS mampu diselesaikan Villa dengan sempurna.
“Dapet sms lagi, Vil?” tanya Fina sambil sibuk memindahkan PR IPS dari buku Villa.