Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tak Seperti yang Disangka

8 Juli 2015   08:04 Diperbarui: 8 Juli 2015   08:04 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Enaknya menjadi Sabrina," kata Dwi dalam hati.

Sabrina bukan hanya diantar oleh ayahnya.  Sabrina juga selalu diantar dengan mobil.  Seperti impian Dwi.  Impian yang paling mustahil.  Karena Ayah Dwi memang sudah tak ada.  Ayah Dwi telah berpulang ke haribaan-Nya.  Saat Dwi masih kecil.  Masih sekolah di TK. 

Dulu, dulu sekali.  Saat ayahnya masih ada.  Dwi ingat.  Ingat sekali.  Ayahnya mengantarkan Dwi ke sekolah TK.  Memang bukan dengan mobil.  Apalagi dengan mobil bagus.  Seperti mobil yang dimiliki Sabrina. 

Ayah Dwi mengantarkan Dwi dengan sepeda.  Itu saja sudah sangat senang.  Senang sekali hati Dwi.  Apalagi jika diantar ayahnya dengan mobil.  Pasti enak.  Pasti senang.  Juga bangga.  Teman-teman Dwi pasti akan membicarakannya.  Akan banyak sekali yang ingin dekat dengannya.

Bukan hanya itu. 

Hati Dwi semakin terasa sesak.  Jika ingat ibunya.  Yang selalu menyuruh-nyuruh.  Seperti kepada seorang pembantu saja. 

Andai.... Andai Dwi menjadi Sabrina.  Dwi tak lagi disuruh-suruh membantu ibunya bikin kue.  Bisa belajar dengan tenang.  Bisa nonton sinetron yang disukai kapan saja.  Bisa menyuruh pembantu saat lapar.  Pokoknya, bisa berenak-enak ria.

Tapi segala impian itu jelas mustahil.  Ayah Dwi sudah tak ada lagi.  Kalau pun masih ada, juga tak akan mungkin.  Karena Ayah Dwi hanya seorang pesuruh.  Pesuruh di sebuah kantor kecil.  Gaji Ayah Dwi hanya bisa untuk makan.  Itu pun makan dengan lauk tahu dan tempe.  Seumur-umur tak akan pernah terbeli mobil.  Jangankan mobil, motor saja belum tentu terbeli oleh Ayah Dwi.

Apalagi saat Ayah Dwi tertabrak mobil.  Ditinggalkan di pinggir jalan begitu saja oleh si penabraknya.  Sebuah peristiwa yang sulit dipahami Dwi.  Ayah Dwi adalah orang baik.  Bahkan terlalu baik.  Selalu menyuruh Dwi untuk jujur.  Tapi justru ayah yang jujur itu yang diambil begitu cepat.  Sehingga Ibu Dwi pun harus berusaha dengan jualan kue.  Untuk menghidupi Dwi dan adik semata wayangnya.

"Heh, ngelamun!" kata Sabrina mengagetkan Dwi.

Sabrina memang anak baik.  Walau orangtuanya kaya, dia tak pernah sombong.  Dari kelas tujuh selalu akrab dengan Dwi.  Tak pernah menganggap Dwi sebagai orang miskin.  Selalu saja bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun