Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tak Seperti yang Disangka

8 Juli 2015   08:04 Diperbarui: 8 Juli 2015   08:04 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu.  Ya, dulu Ibu Dwi tidak pernah marah.  Bahkan tak pernah menyuruh Dwi.  Karena Dwi sendiri selalu membantu ibunya.  Sebelum ibunya bicara apa-apa.  Dwi bahkan lebih sering menawarkan diri untuk membantu ibunya.

"Saya bungkusin kuenya ya, Bu?" kata Dwi dengan senyum senang. Senyum yang mengembang setiap pagi.  Setiap hari.  Selalu menghiasi hari-hari Dwi. 

Dan memang selalu seperti itu.  Membantu ibunya dengan sepenuh hati.  Dengan tanpa beban apa-apa.  Ibunya pun mengiyakan dengan senyum.  Senyum yang tak kalah manisnya.  Senyum yang penuh syukur.  Syukur atas kehadiran dua buah hati.  Yang tak pernah rewel.  Yang selalu membantu ibunya.  Bahkan sebelum ibunya bicara.

Tapi itu dulu.  Terasa sudah begitu lama. Lama sekali.  Karena senyum Dwi sekarang sudah hilang.  Tak ada lagi hari dihiasi senyum.  Sekarang Dwi berubah.  Berubah seratus depalan puluh derajat.  Bukan hanya tak mau membantu dengan sukarela. Ketika ibunya menyuruhnya pun Dwi tampak ogah-ogahan.  Bahkan beberapa kali menolak.  Menolak dengan suara membentak.  Sesuatu yang menyedihkan ibunya.  Menyedihkan sekali.  Sehingga Ibu Dwi sering tak sadar meneteskan buliran-buliran bening.  Mutiara kesedihan. 

Dan Ibu Dwi sendiri tak tahu harus bagaimana lagi.

***

Sepi. 

Hari masih terlalu pagi.  Dwi sudah sampai sekolah.  Dwi berdiri.  Sendiri.   Dwi memang senang berangkat pagi.  Sering Dwi berjalan kaki.  Sehat.  Sekolah Dwi memang tak seberapa jauh dari rumahnya.  Tak mengharuskan Dwi naik angkot segala.  Cukup jalan kaki.  Pasti sampai.  Bahkan selalu sampai lebih dulu.

Duduk.  Duduk di kelas sambil membaca buku.  Itu yang selalu dilakukan Dwi setiap pagi.  Selalu.  Sehingga jangan terlalu heran.  Jika Dwi selalu mendapat nilai paling tinggi.

Entah.  Entah kenapa.  Di pagi yang sepi ini Dwi tak duduk di kelas sambil membaca buku.  Seperti biasanya.  Seperti hari-hari lalunya.  Dwi enggan.  Bisa juga bosan. 

Pagi ini.  Ya, pagi ini.  Dwi hanya duduk.  Duduk di dekat pos satpam.  Sambil melihat teman-temannya yang datang.  Termasuk saat datang Sabrina. Sabrina yang selalu diantar oleh ayahnya.  Diantar dengan mobil.  Tak tahu kenapa ada yang mengalir.  Mengalir deras.  Deras sekali.  Di dalam hatinya.  Aliran yang membuat hati Dwi sakit.  Sakit sekali.  Dwi ingat sebuah impian.  Sebuah impian yang sudah lama disimpan.  Begitu rapi.  Dalam hati.  Hati yang paling dalam.  Dan kini.  Di pagi ini.  Muncul mendadak.  Tiba-tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun