Mohon tunggu...
Misbah Murad
Misbah Murad Mohon Tunggu... O - "Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

"Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Empat (Balikpapan, 1 Agustus 1991)

13 Juni 2019   10:04 Diperbarui: 13 Juni 2019   12:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tepat pukul 14.00 WIB waktu Balikpapan, Kapal Kerinci yang Yoga tumpangi merapat di Pelabuhan Semayang Balikpapan, angkutan Pelni ini sangat membantu dengan biaya Rp. 25.000,- sudah bisa berlayar dari Tarakan menuju Balikpapan, tapi singgah dulu di Toli-Toli, setiap kali pulang Yoga baru sanggup naik kapal saja untuk hemat biaya, harga dua puluh lima ribu rupiah itu sudah di kelas 4, dengan jumlah penumpang di kamar sebanyak delapan orang.

Yoga masih menunggu kapal merapat, karena tidak banyak barang yang dia bawa, dia bisa langsung merapat di dekat pintu keluar, begitu sandar dan pintu dibuka, kuli panggul dari bawah berebut menawarkan jasa kepada para penumpang yang membawa barang cukup banyak, perlahan Yoga keluar, menuruni anak tangga, sudah janjian sama Anti bertemu di rumah makan Barunawati.

Anti sudah lulus SMA dan sudah bekerja, dia tidak melanjutkan kuliah, katanya mencoba kerja dulu satu atau dua tahun ini, nanti sambil kuliah yang di swasta saja, di Universitas Balikpapan atau di Universitas Tridarma katanya, Yoga masuk ke rumah makan Barunawati, Yoga tidak melihat Anti disini, dia masuk dan memesan Es Jeruk dulu dua gelas, seraya melepaskan lelah, karena dari jam 9 pagi sampai jam 14 siang ini mata tidak mau tertidur, terlalu banyak menghayal mengatur jadwal hari ini kemana, besok kemana.

Baru setengah gelas dia meneguk es jeruk, terlihat Anti baru tiba, dan langsung masuk, mereka bersalaman, diciumya tangan Yoga kemudian dia cium pipi kiri dan kanan," Eh......Acem," katanya, Yoga tersenyum saja

"Maaf Bang, macet amat tadi, susah merapat kesininya, merayap," katanya

"Abang baru juga masuk tadi, jam 2 lewat 20 menit baru pintu terbuka, jalan kesini 10 menit,"

"Kita pesan sate dulu ya,"

"Boleh juga,"

"Abang nanti mau ke Kampung Baru, apa ke markas ?"

"Markas aja dulu,"

"Anti pakai motor apa mobil ?"

"Pakai mobil, kenapa ?"

"Abang nanya aja,"

Mereka menikmati sate Barunawati yang sangat terkenal, setelah puas, mereka menuju tempat mobil di parkir dan ke markas, Anti yang nyetir, sementara Yoga hanya menikmati perjalanan, Kota yang sudah beberapa tahun ini aku tinggalkan.

"Bang, kita jadi ngambil rumah yang disepinggan ?" tanya Anti

"Jadi, uang mukanya Abang baru punya 10 juta,"

"Anti ada 10 juta juga, kalau uang muka 20 juta cicilan bulanan bisa ringan Bang,"

"Besok kita lihat aja,"

" Anti sudah liat, ada yang bagus posisinya, kalau Abang setuju kita ambil yang disitu," katanya

"Deket dengan bandara, Bang, nanti mereka membuat jalur baru katanya, ini nanti jalan yang tembus ke Ring Road, tapi masih rencana," lanjutnya

"Ia, mudahan cocok buat kita, " kata Yoga dan mencubit pelan pipinya

"Kok, Anti di cubit," katanya manja

"Itu, cubitan sayang," katanya dan Anti tertawa

Tidak berapa lama mereka tiba di markas Gunung Pasir, Anti berhenti tepat di dekat tangga masuk, Yoga lihat dari dalam mobil ada Ahmad dan Billy lagi duduk-duduk, sepertinya Billy pulang dari kerja langsung main kesini, Yoga keluar dari mobil dan berdiri di depan tangga, mereka berdua melihat Yoga.

"Hei...!!! Saudara Tarakan, kapan datang?" kata Ahmad, yang segera berdiri dan menghampirinya, kami bersalaman dan berpelukan, setelah puas kini giliran Billy, bersalaman dan berpelukan dengan Yoga.

"Baru datang tadi ikut Kerinci,"

"Itu sama siapa ?" tanya Ahmad lagi

Yoga menoleh kebelakang bersamaan Anti keluar dari mobil, dia melambai ke arah Ahmad dan Billy, berjalan kearah mereka bertiga, dia salami Billy dan Ahmad dan berkata," Apa Kabar Kak,"

"Baik, de, agak kurusan kayaknya," kata Ahmad seraya memperhatikan Anti.

"Gini-gini aja dari dulu,"Anti mencoba berkilah

"Cuti berapa lama  saudara ?" tanya Ahmad

"Satu minggu," kata Yoga.

"Malam ini kita ngumpul di Belakang Kantor Pos ya, di tempat biasa, kita makan bareng, Hubungi Basri dan La Pola," pinta Yoga

"La Pola, sepertinya masuk malam sekarang, kalau Basri sudah kerja di Sungai Gerong sekarang saudara," kata Ahmad

"Kita makan malam besok saja saudara, mudahan La Pola bisa, malam ini Saudara kangen-kangenan aja dulu," katanya seraya melirik ke Anti, sementara  Anti diam pura-pura tidak mendengar, tapi tangannya mendarat ke pinggang Ahmad.

"Oke, Kalau gitu besok malam ya, nanti tunggu di markas saja aku jemput," kata Yoga

Mereka bersalaman dan berpelukan, Anti juga tapi hanya bersalaman tidak pakai pelukan, Yoga ke mobil membuka tas, mengeluarkan dua kaleng milo 1 kg dari Malaysia, 1 kaleng untuk Ahmad 1 kaleng untuk Billy.

Yoga kembali ke mobil, membuka kaca mobil dan pamit kepada dua sahabatnya, perlahan Anti menjalankan mobilnya, waktu sudah menunjukan pukul 16.30 sore.

"Abang antar Anti pulang dulu, Abang bawa aja mobil, besok pagi jemput Anti jam  7 kita sama-sama ke kantor Anti, nanti sekitar jam 9 kita lihat rumah yang mau kita beli sama-sama," katanya

"Ngak usah, nanti Abang turunkan aja di terminal Rapak, Abang naik angkot ke Kampung Baru, besok jam 9 Abang ke kantor Anti, kita sama-sama lihat rumah, nanti Antar Abang ke terminal Bus, Abang mau ke Samarinda, ziarah ke makam Bapak sama Mama, terus mencoba ke Kantor Cabang di Samarinda, siapa tahu ada tempat lowong buat Abang di Samarinda," katanya

"Suka Abanglah, yang penting ada waktu buat Anti," katanya manja

"Lha Abang Lupa ya, Abang kan janji sama Kak Ahmad dan Kak Billy malam besok," kata Anti

"Astagfirullahalazim, Abang bener-bener lupa,"

"Ya, sudah kalau gitu mobil Abang bawa, nanti malam Abang jemput jam 8, ya ?" Anti senyum, dan tanganya melepas setir mobil seraya mengangkat jempolnya.

Kali ini Yoga tidak mencubit pipinya, tapi dia tarik pelan hidung Anti, Anti menghindar dengan menarik ke kanan wajahnya, Yoga tidak memaksa karena Anti lagi nyetir, takut ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Yoga mengambil tas yang ada di kursi belakang, di keluarkannya Wafer Apollo tiga kotak dan milo 1 kaleng, semua produk Malaysia.

"Abang, ngak bawa apa-apa, itu saja buat Anti,"

"Ngak bawa apa-apa, lha ...itu apa buat Anti," canda Anti

"Bapak sama mama gimana khabarnya ?"

"Alhamdulillah Bapak sama Mama sehat, sudah dua hari ada di Samarinda di rumah Kak Ivon,"

"Kapan Bapak sama Mama pulang ?"

"Belum tahu, Bang, Bapak sama Mama ngak ada cerita,"

Mobil berhendi di Jalan Minyak nomor 124, Anti turun dan Yoga turun juga untuk berpindah duduk.

"Abang ngak turun ya,"

"Bang, boleh nanti malam Anti ajak Elis ?" pinta Anti

"Boleh,"

"Nanti Elis jemput dimana ?"

"Elis, Anti suruh kesini saja, dia lagi libur kuliah,"

Sebelum masuk ke mobil seperti biasa Anti salaman dan mencium tangan Yoga, Yoga pegang pipi kirinya, dan masuk ke dalam mobil," Hati-hati," terdengar lirih suara Anti.

Elis, iya, dia sahabat Anti dari SMP sampai SMA, dan sampai kini dia masih bersahabat dengan baik, mengingat pertemuan pertama dengan Elis, dunia ini memang sangat kecil, saat itu Anti minta dianterin ke rumah sahabatnya Elis di Gunung Empat, Yoga mengantarkan, sampai rumah Elis kami berkenalan, tidak lama keluar kakaknya Elis, Nurul namanya Yoga kenal dan Nurul pun mengenal Yoga, Nurul adik kelas Yoga waktu di SMP.

Bentapa sempitnya Dunia ini, muter-mueternya disitu-situ juga, Yoga terus memacu mobil menuju Kebun Sayur, dan Kampung Baru, hampir tidak ada perubahan Kampung Baru dari dulu, sementara daerah lain sudah banyak perubahan dan kemajuan.

Memasuki rumah, Yoga menyalami kakak perempuannya, dialah yang menggantikan posisi Mama nya, saat mama pergi untuk selama-lamanya, Yoga masih berusia tiga tahun, kakak nya itulah yang mengantikan posisi Mama buat Yoga, dia yang merawat Yoga hingga besar, dan sampai sekarang.

          Sehabis mandi, Yoga menuju Masjid, masih banyak kerabat yang mengenalinya dan bertanya kemana saja selama ini, Yoga bilang kerja di Tarakan, sepulang dari Masjid Yoga siap-siap kerumah Anti, belum tahu mau kemana setelah ini yang penting kesana dulu lah.

Di rumah Anti nampak masih sepi, sepertinya tidak ada orang, Yoga buka pagar, kemudian berucap," Assalamualaikum,"

 "Waalaikum salam," terdengar sahutan dari dalam, ternyata Elis yang keluar

"Apa kabar, Bang ?"

"Alhamdulillah baik,"

"Agak hitaman, Bang," kata Elis

"Aku ngak sampai hati ngomong gitu, saat ketemu tadi, Lis," kata Anti yang keluar dari dalam

"Yang lain mana, kok sepi ?" tanya Yoga

"Pada Ke Dahor barusan," kata Anti

"Kita makan dimana ini ?" tanya Anti

"Di Bondy bagaimana," usul Yoga

"Kemana saja aku setuju, namanya di traktir," kata Elis

"Di belakang Samsat Pasar Baru juga bagus, Bang," usul Anti

"View nya kota Balikpapan," lanjutnya

"Bagus juga itu, Abang belum pernah kesana,"

Bersama kami menuju mobil, Anti duduk disebelah Yoga, Elis dibelakang sendirian, sambil duduk Elis bergumam sengaja dikeraskan sedikit suaranya agar kami mendengar," Jadi obat nyamuk dah,"

Yoga dan Anti saling pandang, dan mereka tersenyum saja berdua, rupanya Elis melihat, dia berguman lagi," senyum lagi,"

"Ngak, kami ngak berbuat macam-macam kok," kata Anti dan menoleh kebelakang ke arah Elis.

"Buat macam-macam juga silahkan, ngak ngaruh," kata Elis

Yoga dan Anti kali ini tidak bisa menahan senyum dan akhirnya mereka tertawa.

          Tidak menyangka tempat ini dibuat rumah makan, dahulunya rumah tinggal, sekarang dijadikan tempat usaha, cukup ramai pengunjungnya, dan hampir semua rumah menjadikan rumah makan, kami mencari tempat yang tidak terlalu ramai dan agak menyepi, viewnya benar sangat menawan, lampu-lampu kota Balikpapan, terlihat jelas, jadi teringat gunung Dubs di jalan minyak, sekarang sudah di tutup untuk umum, pemandangannya sama Kota Balikpapan dari ketinggian.

Mereka menikmati makan malam, seraya bercerita ngarol ngidul, sesekali Anti bermanja ria dengan Yoga, kalau sudah seperti itu, Elis segera mengalihkan pandangannya.

Mereka hanya makan malam, setelah itu kembali pulang, karena Elis besok pagi harus ke Samarinda, jam 10 ada kuliah.

Yoga ke Gunung Empat dulu mengantar Elis, kemudian dari Gunung Empat langsung ke Kampung Baru, Anti nanti pulang sendiri bawa mobil begitu rutenya, sebelum sampai di rumah Elis, Yoga bertanya dengan Elis.

"Kenalin dong Lis, pacarnya mumpung Abang masih disini," pinta Yoga

"Ada tiga orang malah yang mendekati, Bang,"  Anti yang jawab

"Trus," kata Yoga, Anti memandang dahulu ke Elis sebelum menjawab

"Tapi di tolak ketiganya,"

"Kenapa ?"

"Katanya, ngak ada yang seperti Abang, Elis maunya cowoknya seperti Abang," kata Anti

"Kalau seperti Abang, Lis, cuma ada satu didunia," kata Yoga seraya tertawa

Elis diam saja di goda," masih ingat ngak rumah Elis," katanya

"Masih," kata Yoga dan membelokkan mobil persis dihadapan rumah Elis

"Mampir dulu," katanya seraya membuka pintu mobil

"Lain kali saja," kata Yoga

"Tahulah, sepertinya sudah kebelet tuh, dari tadi kelihatan dari belakang, sepertinya mau megang tangan terus," katanya

Yoga dan Anti tertawa bersama," tau aja," kata Anti

Yoga langsung mengemudiakan kendaraan perlahan menuju Kampung Baru, dipegangnya tangan Anti, Anti mendekatkan duduknya ke arah Yoga, di ciumnya tangan Yoga seraya memejamkan matanya, diletakkannya ke dadanya, jemari Yoga mulai nakal kearah dadanya, Anti tidak marah cuma bilang,"Abang."

Yoga berhenti memainkan jemarinya, Anti tetap meletakkan tangan Yoga ke dadanya, diangkatnya dan diciumnya lagi tangan Yoga, terus berulang-ulang, dan matanya masih tetap di pejamkan.

Tanpa terasa mereka sudah berada di depan rumah Kampung Baru, mesin mobil tetap dalam keadaan hidup agar AC tetap hidup, Yoga merangkul pundak  Anti agar merapat ke arahnya, Anti diam pasrah terhadap apa yang Yoga lakukan, Yoga mencium bibir Anti perlahan, dimainkannya lidahnya dengan lidah anti, Anti menikmatinya, saat tangan Yoga meraba dadanya, Anti berbisik," Abang."   

Bogor, 13032019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun