Mohon tunggu...
Muhammad Mishbakhul Huda
Muhammad Mishbakhul Huda Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia SMA Taruna Nusantara Magelang

Literasi merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan. Melalui literasi kita bisa mengetahui dunia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Cerpen "Saksi Mata" (Kajian Stilistika)

29 November 2023   08:09 Diperbarui: 29 November 2023   08:24 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kutipan di atas terdapat kalimat keadilan tidak buta. Pada kalimat itu, terdapat personifikasi yang menyatakan bahwa keadilan disamakan dengan manusia yang bisa menjadi buta. Pada bagian ini, Seno menegaskan bahwa keadilan sebenarnya dapat melihat mana yang benar dan mana yang salah. Akan tetapi pada masa itu, keadilan memang dijualbelikan sehingga banyak orang yang tidak dapat merasakan nikmatnya keadilan.

g. Majas Antithesis

 Antithesis adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan panduan kata yang berlawanan arti. Pada cerpen ini ada beberapa bagian yang menggunakan gaya bahasa ini. Berikut kutipannya:

Para wartawan, yang terpaksa menulis berita kecil karena tidak kuasa menulis berita besar, cepat-cepat memotretnya.

Pada kutipan di atas, terdapat gaya antithesis. Wartawan yang menghadiri persidangan itu menulis beberapa berita. Penggunaan antithesis pada kutipan ini adalah untuk menggambarkan bahwa wartawan pada masa Orde Baru tidak mampu menulis berita besar, karena adanya pembatasan hak untuk menulis berita-berita itu. Pemerintah Orde Baru memberikan pembatasan untuk berpendapat sehingga wartawan hanya bisa menulis berita seadanya ada. Mereka takut apabila ternyata berita yang mereka tulis berhubungan dengan pemerintahan, maka mereka akan mendapatkan masalah yang besar. Hak asasi wartawan pada masa ini sangat dipengaruhi oleh pemerintah masa itu.

h. Majas Retoris

Retoris adalah gaya bahasa penegasan yang berupa pertanyaan yang jawabannya sudah terkandung dalan deretan kata-kata itu. Biasanya retoris digunakan untuk menanyakan hal-hal yang tidak perlu dikemukakan jawabannya. Penggunaan retoris pada cerpen ini adalah untuk menarik perhatian pembaca agar ikut berfikir mengenai masalah yang ada dalam cerita.

Apakah Saksi Mata yang sudah tidak punya mata lagi masih bisa bersaksi? Tentu masih bisa, pikir Bapak Hakim Yang Mulia, bukankah ingatannya tidak ikut terbawa oleh matanya?

Paka kutipan di atas, terlihat penggunaan retoris oleh Seno yang digunakan untuk menarik perhatian pembaca agar ikut memikirkan permasalahan yang dihadapi oleh Hakim mengenai keadaan Saksi Mata. Pada kutipan itu juga tersirat bahwa walaupun dalam keadaan apapun tetapi masih mampu untuk memberikan kesaksian.

Dalam perjalanan pulang, Bapak Hakim Yang Mulia berkata pada sopirnya, "Bayangkanlah betapa seseorang harus kehilangan kedua matanya demi keadilan dan kebenaran. Tidakkah aku sebagai hamba hukum mestinya berkorban yang lebih besar lagi?"

Pada kutipan tersebut, Seno secara tidak langsung menggunakan gaya retoris. Pada kutipan di atas, pertanyaan ini sebenarnya masih di tujukan untuk si supir agar mau menjawab pertanyaan yang sedang menjadi konflik batin Hakim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun