"Iya, kebetulan abis antar aku pulang! Ini, Rangganya udah ada. Mau bicara?" Tanya perempuan itu pada Ana.Â
"Halo, An? Kenapa? Maaf aku nggak bisa chat kamu tadi, aku sibuk banget!"Â
Sibuk? Sibuk katanya? Apa lelaki itu tidak tahu betapa risaunya perasaan Ana saat ini? Apa lelaki itu tidak mengerti, bagaimana hatinya remuk didalam sana? Apa Rangga tidak merasakan sakit hatinya Ana?
Ana sama sekali tidak menjawab, ia terisak dengan tangan meremat dadanya. Sakit, sangat sakit rasanya. Telpon terputus, menyisakan Ana dengan ringisan tangisnya yang kian lama kian mengencang.
Satu pesan masuk dari Rangga mengalihkan perhatiannya.
'sudah saatnya kamu tau, Rangga kalau disini suka ketemu aku. Jadi, jangan merasa spesial!'Â
Runtuh sudah pertahanannya. Ia tak bisa menahan Isak tangisnya. Hingga ibunya tergopoh memasuki kamarnya, bingung melihat anak gadisnya menangis meraung-raung. Pelukan ibunya, menyadarkan Ana bahwa pada saat itu, cintanya tak lagi sama. Cintanya sudah penuh dengan luka.
***
"Jangan membual dengan hal yang sudah bisa dilihat kenyataannya." Balas Ana tegas. Wanita itu tidak ingin memberikan kesempatan barang setitik pun pada lelaki dihadapannya.
"Waktu merubah banyak hal ya, An! Termasuk perasaanmu" ujar Rangga sendu.Â
Ana tahu betul, hatinya masih mengingat dengan jelas bagaimana Rangga dengan segala kenangannya bisa memporak-porandakan hidupnya, jadi dia sudah bertekad. Untuk tidak terbuai lagi kali ini.