"Hai! Boleh duduk!?" Tanya Rangga, sejenak Ana terpaku sebelum kemudian mengangguk. Suara itu masih sama seperti dulu, masih selalu ia ingat. Lembut, mendayu, dan tegas manjadi satu.
"Sudah lama ya, kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu, An?" Hening beberapa saat, Ana enggan menjawab. Tetapi hati kecilnya berteriak. 'tidak jauh lebih baik ketika bersamamu'Â
"Baik, kamu sendiri?" Tentu Ana bukan perempuan segila itu.
"Aku, Baik. Tidak lebih baik ketika bersamamu" tunggu dulu! Apa pria ini gila?
Ana tersenyum tipis, enggan menanggapi nostalgia yang coba di pancing Rangga kepermukaan.
Lama sekali, mereka hanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak ada yang mau menyela dan membuka obrolan, terlalu tidak ingin mengakhiri tetapi juga tidak ingin memperpanjang. Mereka sama-sama nyaman dengan keterdiaman ini, hingga salah satunya berinisiatif.
"Aku, Rindu, An!" Lugas. Kalimat itu di ucapkan dengan satu tarikan nafas dan juga beberapa penekanan di setiap katanya.
Untuk sejenak, Ana terpaku. Dengan sialannya, pikiran Ana kembali menariknya pada kilas balik yang sama. Membuat, Ana hanya menatap mata Rangga dalam.Â
***
"Kamu udah dimana, Yang?" Suara seseorang di sebrang sana menyapa Ana. Dirinya tersenyum sebelum menjawabÂ
"Baru keluar kelas, tunggu bentar gapapa?" Tanya Ana masih dengan senyum di bibirnya. Gadis itu menghentikan langkahnya dan menyandarkan punggungnya di tembok ruang kelasÂ