Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

15 Maret 2019   06:34 Diperbarui: 15 Maret 2019   06:38 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kau boleh temani gadis ini ke Pulau Kabut.  Syaratnya kau tidak boleh membantunya dalam bentuk apapun untuk bersekutu dengan Panglima Kelelawar melawan Galuh Pakuan.  Kau boleh temani gadis ini ke Istana Timur.  Syaratnya kau harus singgah ke sini untuk menyampaikan kepadaku apa hasil kunjunganmu ke Lawa Agung.  

Syarat ketiga, di Istana Timur kau juga tidak boleh ikut-ikutan jika ada niatan untuk melawan Galuh Pakuan. Syarat terakhir, kau harus kembali lagi kesini untuk menyampaikan apa hasil kunjunganmu ke Istana Timur.  Aku harus memastikan semua ini tidak merugikan Lawa Agung.  Itu empat syarat yang harus kau penuhi..."

Putri Anjani mengerutkan kening mendengar persyaratan yang diajukan Dewi Mulia Ratri.  Syarat yang mengada-ada! Gadis ini membuka mulutnya hendak menyanggah keras.  Namun Arya Dahana mengangkat tangannya mencegah.

"Baiklah Ratri...aku akan penuhi semua persyaratanmu...jangan khawatir...sepulang dari Pulau Kabut, aku akan menemuimu di sini.  Sepulang dari Istana Timur, aku juga akan menemuimu di sini.  Aku pastikan tidak akan mencampuri urusan apapun tentang peperangan antar kerajaan."

Putri Anjani mendengus kesal sambil mengomel pendek.

"Huh!  Syarat yang mengada ada....!"

Dewi Mulia Ratri tersenyum samar.  Hatinya sebenarnya agak malu mengakui.  Syarat yang disampaikannya tadi memang mengada-ada.  Syarat itu semuanya bermuara pada Arya Dahana harus selalu menemuinya.  Entah mengapa, dia senang dan bahagia bisa berpikir sehebat ini agar selalu bisa bertemu Arya Dahana.

Putri Anjani sepertinya sudah tidak sabar lagi.  Ditariknya lengan Arya Dahana untuk segera berlalu.  Namun pemuda itu menepiskan tangannya sambil berkata untuk menunggu.

"Mala, aku senang bisa berjumpa lagi denganmu di sini.  Ingatlah apa yang pernah aku katakan dulu tentang cahaya pelita.  Selalu bersinarlah pada saat kegelapan datang.  Matikan pada saat sudah terang."

Pemuda ini tersenyum manis kepada Bimala Calya yang sedari tadi hanya menatapnya tanpa berkata-kata.

Bimala Calya menundukkan kepalanya.  Dia jatuh cinta kepada pemuda ini.  Itu jelas. Dulu dia bahkan bersedia menjadi apa saja asal diperbolehkan ikut kemana saja oleh Arya Dahana dan Dyah Puspita.  Saat ini dia tidak tahu harus berbicara apa.  Dia juga menyadari bahwa sahabat baiknya sekarang, Dewi Mulia Ratri, juga ada rasa kepada Arya Dahana.  Meski gadis itu berusaha keras menutupinya rapat rapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun