Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

15 Maret 2019   06:34 Diperbarui: 15 Maret 2019   06:38 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua pipi pemuda itu memerah terkena tamparan Dewi Mulia Ratri yang memandangnya dengan pandangan rindu, gemas, marah dan sebal.  

Sementara Bimala Calya hanya bergeser mendekat sambil menatapnya lekat-lekat seolah-olah dia adalah sebuah patung perunggu yang dibuat oleh pemahat terkenal dan sekarang sedang diamati dengan ketelitian tingkat tinggi.

Arya Dahana tersenyum tengil sambil meletakkan jari di mulut.  Menyuruh mereka tidak mengeluarkan suara karena takut terdengar oleh Putri Anjani.

Putri Anjani menghentikan serangannya menggunakan Gendewa Bernyawa.  Ini sangat aneh.  Ada orang yang turun tangan membantu mereka.  Tapi orang itu tidak mau menampakkan wajahnya.  Sama persis dengan orang yang tadi membantunya membasmi pasukan kelelawar beracun.  Sama persis?  Hmmmm berarti ini orang yang sama.

Putri dari Laut Utara ini makin penasaran.  Apalagi dinding es yang terakhir tadi sama sekali tidak luruh dan hancur.  Seperti terpatri ke bumi.  Dia tidak bisa melihat lagi keberadaan Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya.  Gadis ini menjadi curiga.  Tidak ada suara apapun terdengar dari balik dinding es besar yang terbuat dari tanah itu.  

Jangan-jangan mereka sudah melarikan diri.  Dia melihat ke atas.  Pasukan panah Galuh Pakuan masih bersiaga dengan gendewa-gendewanya. Semua serangan panah ke arahnya tadi berhasil ditangkis dan dipatahkan semua oleh anak panah berapi yang dilontarkan Gendewa Bernyawa.

Lalu terdengar suara seperti orang yang sedang menggumam marah sambil melepaskan tamparan dua kali.  Putri Anjani menggerakkan tubuhnya melingkari dinding es sembari bersiaga siapa tahu ada serangan mendadak menunggu dari baliknya.

Gadis dari Laut Utara ini yang gantian bengong sekarang.  Dilihatnya pemandangan aneh yang sama sekali tidak menakjubkan baginya.  Arya Dahana sedang berdiri sambil mengusap-usap pipinya.  Didepannya berdiri Dewi Mulia Ratri yang sedang meneteskan airmata namun matanya berkerjap kerjap sebal.  Di samping Dewi Mulia Ratri, Bimala Calya mematung sambil memandang Arya Dahana tanpa berkedip.

Hmmm...jadi pemuda inilah yang tadi menolong mereka menahan serangan Gendewa Bernyawa.  Pemuda ini jugalah yang telah menolongnya dari serangan ribuan kelelawar yang hampir menewaskannya tadi.  Putri Anjani yang telah mengalami perubahan hebat semenjak berlatih Sihir Tanah Seberang dan menjalani banyak ritual mengerikan, merasa kemarahannya memuncak kembali.

"Arya!  Ternyata kaulah yang telah membantu gadis-gadis sihir ini!  Kau pemuda tak ingat budi!  Aku telah mempertaruhkan nyawaku untuk menolongmu di laut Ngobaran, dan sekarang kau malah menghalangi aku!"

Arya Dahana menoleh.  Sejenak terkejut dengan perubahan penampilan Putri Anjani. Lalu pemuda ini meringis menyebalkan ke arah Putri Anjani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun