Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

15 Maret 2019   06:34 Diperbarui: 15 Maret 2019   06:38 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bimala Calya tidak bisa memanggil bala bantuan kelelawar.  Karena nampaknya kelelawar di sekitar hutan Cipamali sudah tidak bersisa lagi.  ingin sebenarnya Bimala Calya memanggil ular ular berbisa untuk membantu.  Namun itu tidak akan banyak gunanya.  Gadis itu tidak mempan racun jika sedang dilindungi oleh ilmu Gora Waja. Bisa bisa malah ular-ular di sekitar Cipamali akan juga habis tak bersisa.

Satu-satunya jalan adalah menghadapi kehebatan gendewa itu dengan tangan mereka sendiri.  Dewi Mulia Ratri mengerahkan sepenuhnya Gempa Pralaya.  Jika Putri Anjani melepaskan panah panah berapi, dia akan membiarkannya walaupun itu akan merenggut nyawanya. 

Tapi dia akan membawa serta gadis itu bersamanya.  Dia akan menyerang sepenuhnya menggunakan Gempa Pralaya.  Dia yakin, meskipun dilindungi oleh Gora Waja, Gempa Pralaya pasti akan melukai gadis itu dengan parah jika dia mengerahkan seluruh kekuatannya.  Itu tekadnya.

Bimala Calya juga bersiap-siap.  Dia mencabut pedang pendek yang selalu disimpan di buntalan pakaiannya.  Paling tidak senjata ini bisa menangkis panah-panah yang mengarah ke mereka. 

Suasana menegangkan itu terasa hingga ke benteng Galuh Pakuan.  Panglima Candraloka dan pasukannya sedari tadi hanya terbengong-bengong  saja menyaksikan kejadian-kejadian yang luar biasa di depan mata mereka.  Mereka sadar tidak bisa banyak membantu Dewi Mulia Ratri dan temannya.  

Karena itu Panglima Candraloka hanya memerintahkan mereka untuk menyiapkan gendewa dan anak panah sebanyak-banyaknya.  Paling tidak mereka akan mencoba mengganggu dan menghambat gadis sakti dari Laut Utara yang sedang kalap itu.

Putri Anjani belum juga memulai serangannya.  Gadis ini sedang mempelajari situasi.  Dia melihat pasukan pemanah di atas benteng sedang bersiap siap menghujaninya dengan anak panah.  Gadis ini berhitung.  Apakah dia bisa cukup cepat menyerang Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya, lalu berpindah membidik hujan anak panah dari atas?  Hatinya sebetulnya cukup tenang.  

Dia dilindungi oleh Gora Waja.  Hujan anak panah itu pasti tidak akan melukainya.  Namun ada satu hal yang dikhawatirkannya.  Bagaimana dia melindungi mata yang sudah pasti tidak termasuk bisa dilindungi oleh Gora Waja?

Pikiran Putri Anjani berputar putar.  Matanya bergantian memperhatikan Dewi Mulia Ratri, Bimala Calya, dan atas benteng.  Saat matanya bersirobok dengan mata Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya, kemarahannya tak terbendung lagi.  Rasa marah yang menguasai hatinya mengalahkan pikiran jernih dan cerdik yang tadi memenuhi pikirannya.  

Diangkatnya Gendewa Bernyawa mengarah pada Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya.  Ditariknya busur gendewa ajaib itu, dilepaskan, dan meluncurlah puluhan anak panah berapi menerjang kedua gadis yang sudah bersiap siap sedari tadi.

Secepat itu pula, Putri Anjani menarik busur gendewa sakti dan mengarahkan ke atas benteng untuk menangkis ratusan anak panah yang secara berbarengan dengan serangannya tadi, dilepaskan oleh pasukan pemanah Galuh Pakuan.  Meluncurlah ratusan anak panah berapi ke atas menyambut ratusan anak panah pasukan Galuh Pakuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun