Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

15 Maret 2019   06:34 Diperbarui: 15 Maret 2019   06:38 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu melepas anak panah untuk menangkis serangan dari atas, Putri Anjani langsung memindahkan perhatiannya kepada Dewi Mulia Ratri.  Gadis itu bisa saja secepat kilat menghantamnya dengan Gempa Pralaya. 

Mata Putri Anjani terbelalak lebar melihat apa yang sedang dilihatnya.  Puluhan anak panah berapi yang ditujukan kepada Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya tertahan oleh sesuatu yang aneh.  Seperti sebuah dinding es tebal.  Semua anak panah menancap di situ.  

Dinding es itu sekaligus memadamkan api yang menyala di mata puluhan anak panah.  Dinding es tebal itu runtuh. Membawa puluhan anak panah itu runtuh ke tanah.

Putri Anjani penasaran bukan main.  Diangkatnya lagi Gendewa Bernyawa.  Ditariknya busur hingga dua kali.  Meluncurlah puluhan anak panah berapi hingga dua kali.  Sebuah bayangan berkelebat.  Mengangkat tangan dan memutarnya di udara di depannya.  Terciptalah sebuah tameng terbuat dari es tebal sehingga kembali puluhan anak panah itu mentah dan menancap ke dinding es tebal itu.

Putri Anjani menunggu sampai es tebal itu runtuh untuk melihat siapa gerangan yang telah membantu Dewi Mulia Ratri.  Begitu dinding es itu runtuh. Tidak ada siapapun di sana kecuali Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya yang berdiri mematung dengan wajah pucat seperti habis melihat hantu.

Putri Anjani sangat penasaran. Kali ini ditariknya busur Gendewa Bernyawa berkali kali.  Meluncurlah puluhan anak panah berapi bergantian menuju Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya yang masih bengong tanpa berbuat apa apa. 

Kembali sebuah bayangan berkelebat menghadang puluhan anak panah berapi yang datang bergelombang dan bertubi tubi.  Bayangan itu tidak lagi bisa berkelebat pergi begitu dinding es sudah dibuat, karena anak panah berapi terus berdatangan.  Kali ini yang diperbuatnya lebih hebat lagi.  

Bayangan itu menghantamkan tangannya ke tanah.  Sebongkah besar tanah melayang ke atas tapi tidak terlepas dari bumi.  Seperti sebuah dinding besar dari tanah yang dasarnya tetap terpaku ke tanah. 

Bayangan yang sebenarnya Arya Dahana itu kembali membuat keajaiban dengan menyalurkan ilmu pukulan Danu Cayapata ke dinding tanah besar itu.  Dinding tanah raksasa itu berubah seketika menjadi dinding es yang tertancap dalam tanah.  Sehingga tidak mungkin lagi roboh jika ditinggalkan olehnya.  

Tidak seperti tadi.  Pemuda ini membuat dinding es yang bisa melindungi Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya tanpa harus berulang-ulang membuat dinding es dari udara kosong.  Setelah membuat dinding es yang sangat kokoh itu, Arya Dahana membalikkan badan berniat menyapa dua gadis yang tadi masih melihatnya seperti melihat hantu.

"Plaakkk..Plakkkk..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun