Arya Dahana sebenarnya kesal sekali hatinya. Â Namun bibirnya sakit dan aneh sekali rasanya untuk sekedar mendamprat Arawinda. Â Bibirnya terasa sangat tebal sekali. Â Saat dia mengeluarkan sedikit suara untuk mencela.
"awwppha yhanwng kaw lawkukwan Awrawindwa..?
Gadis yang sudah terhenti ketawanya tadi, langsung saja meledak tertawa lagi. Â Bibir ndower itu sama sekali tidak bergerak namun ada suara yang berusaha keluar dari situ.
"Hi hi hi hi....xi xi xi xi...maaf Arya... habis kamu sama sekali tidak mendengarkan yang aku katakan...kamu malah enak-enakan tidur.."
Arya Dahana mencoba tersenyum. Â Arawinda terbelalak ketakutan. Â Bibir besar dan ndower itu kalau tersenyum malah mengerikan! Arya Dahana menghentikan senyumnya dengan kesal. Â Dia tahu seperti apa wajahnya kalau melihat arti wajah Arawinda. Â Pemuda ini lalu duduk lagi bersila dan...tidur.
Arawinda ikut menghempaskan tubuhnya ke rumput dan bersila memulihkan tenaga. Â Tenaganya banyak terkuras habis saat melawan sihir dan teluh Raja Danyang Blambangan tadi, sekaligus juga terserap karena banyaknya dia tertawa menyaksikan kelucuan Arya Dahana.
Suasana hening memaku lereng Gunung Raung ke dalam kegelapan sore. Â Suara siamang terdengar dari kejauhan. Â Seperti suara rintihan yang merindukan sinar surya, yang sebentar lagi akan lenyap ditelan keangkuhan malam.
***********
Bersambung Bab XII
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H