Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

12 Maret 2019   07:52 Diperbarui: 12 Maret 2019   07:56 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bab X

Gelegar halilintar mengagetkan waktu
Mengingatkan bahwa masih ada gelap di luaran sana
Sebab di sini terang sekali
Karena ada nyala pelita di kedalaman hati.
Suara gemuruh hujan melipat seluruh kantuk
Memberi rasa tentang musim dan masa
Sebab kisah belum juga menutup halamannya
Karena keseimbangan alam tetap harus terjaga.

Bab XI

Jati Pasir.  Arya Dahana memasuki dusun sunyi itu dengan tenang.  Tidak banyak terbayang kenangan di kepalanya tentang dusun ini.  Dulu dia masih kecil waktu ayahnya, Arya Prabu, menghabiskan masa masa pelariannya di sini.  

Hanya satu yang tidak pernah dilupakannya.  Dia digendong oleh ayahnya dalam sebuah buntalan kain saat bertempur melawan tiga orang tokoh lihai Sayap Sima.  Hanya tinggal Madaharsa yang masih hidup dari para pengeroyok ayahnya.  Yang dua sudah tewas saat terjadi perang besar perbatasan Blambangan.  Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.  Dia hanya ingat suatu benda menusuk lehernya dan sebuah tangan mampir di pundaknya.  

Selanjutnya dia pingsan dan tidak teringat apa apa.  Dia siuman waktu seorang gadis cantik dan baik hati menurunkannya dari gendongan dan mencoba mengobatinya dari racun menyakitkan yang mengaduk aduk isi tubuhnya.  Dyah Puspita!

Ah kenangan akan gadis itu malah membuat pandangan Arya Dahana berkunang kunang.  Gadis yang berkorban banyak untuknya itu telah tiada. Menghembuskan nafas terakhir di pangkuannya.  Gadis itu sangat mencintainya.  Awalnya sebagai kakak terhadap adik angkat yang dititipkan oleh mendiang ayahnya.  Lalu sebagai seorang wanita terhadap pria saat dia berjumpa kembali di Ranu Kumbolo.  Kemudian dipupuk secara kuat melalui perjalanan dan petualangan yang penuh bahaya dan mengerikan bersama-sama.

Gadis itu selalu menyelamatkannya tanpa pamrih.  Semuanya karena cinta.  Betapa agungnya cinta yang dipunyai gadis itu.  Betapa rumit cinta yang berkecamuk dalam dirinya.  Orang yang dicintainya malah dendam kepadanya dan menjatuhkan tangan besi tanpa ampun.  

Arya Dahana bergidik.  Dia diselamatkan juga oleh seorang gadis.  Gadis yang mempunyai watak yang sangat mengerikan akibat dendam yang mengaliri semua aliran darahnya. Hidupnya memang ditakdirkan rumit semenjak kecil.  Dia ingin merasakan apa yang dinamakan bahagia.  Namun hingga kini, pemuda ini kesulitan untuk mengartikan arti kata bahagia yang sesungguhnya.

Terbawa oleh lamunannya yang tanpa jeda, tanpa terasa pemuda ini tiba di sebuah pemakaman umum.  Dicarinya di pemakaman tersebut makam yang ada nama ayahnya di situ, Arya Prabu.  Setelah lama mencari cari, tidak ada satupun makam yang bertuliskan nama ayahnya.  Arya Dahana terpekur.  Apakah mungkin ayahnya tidak dimakamkan di sini?  Apakah mungkin bahkan kalau ayahnya sama sekali tidak dimakamkan di mana-mana. 

Arya Dahana lalu memutuskan keluar dari pemakaman kemudian duduk bersila dengan syahdu.  Mendoakan agar ayahnya tenang di alam sana.  Tidak ada dendam sedikitpun kepada orang-orang yang menjadi penyebab kematian ayahnya.  Itu adalah garis yang ditetapkan oleh Sanghyang Widhi. Melalui perantara orang orang sesat yang kebetulan adalah orang orang Majapahit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun