Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api (Bag. Terakhir)

9 Januari 2019   03:10 Diperbarui: 9 Januari 2019   04:06 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertarungan antara Putri Anjani melawan Maesa Amuk juga berlangsung berat sebelah sekarang.  Putri Laut Utara itu hanya sanggup bertahan saja tanpa bisa menyerang.  Ilmu kanuragan Maesa Amuk masih lebih tinggi dua tingkat di atasnya.  Tadi di awal pertarungan gadis ini sanggup mengimbangi karena banyak terdorong oleh rasa semangat berlipat lipat oleh dendamnya yang segunung terhadap tokoh Sayap Sima yang dulu menewaskan ayahnya ini.  

Namun setelah beberapa belas jurus akhirnya gadis ini tak kuasa lagi melawan dengan sepadan.  Sebuah pukulan keras Maesa Amuk tepat mengenai pinggangnya.  Gadis ini terjungkal dengan luka dalam yang sangat parah.  Jika saja Maesa Amuk mau, dengan mudah dia bisa melanjutkan pukulannya untuk mengakhiri hidup gadis itu.  

Namun tokoh yang satu ini bukanlah tokoh yang haus darah.  Ditinggalkannya Putri Anjani yang dengan merangkak masih mencoba menyerangnya. Tiba tiba salah seorang prajurit Majapahit berlari untuk menusukkan sebuah tombak ke tubuh gadis yang sudah tak berdaya ini.  Prajurit pengecut ini terjengkang ke belakang dengan tubuh hancur ketika sesosok bayangan kurus kecil menghantam tubuhnya yang tegap.  Sosok itu kemudian mengangkat tubuh Putri Anjani yang sekarat, lalu secepat datangnya, menghilang pula seperti kilat.

Pertempuran kini hanya tersisa antara Dewi Mulia Ratri melawan Panglima Kelelawar dan Andika Sinatria menghadapi Ki Tunggal Jiwo.  Gelanggang pertempuran ini adalah gelanggang pertempuran terdahsyat.  

Karena melihat Andika Sinatria terdesak oleh serangan serangan Ki Tunggal Jiwo, Dewi Mulia Ratri yang sedikit bisa mengimbangi Panglima Kelelawar berkat ilmu barunya Gempa Pralaya, berteriak agar mereka beradu punggung menghadapi lawan lawan yang luar biasa tangguh ini.

Andika Sinatria menurut.  Muda mudi ini bekerjasama melawan Ki Tunggal Jiwo dan Panglima Kelelawar.  Pertarungan dahsyat kembali digelar dengan dua melawan dua.  Awalnya mereka berdua bisa mengimbangi serangan serangan dua tokoh Majapahit dan Lawa Agung ini.  Namun setelah belasan jurus berlalu, akhirnya tetap saja mereka terdesak dengan sangat hebat.  

Seandainyapun Dewi Mulia Ratri sudah menguasai pukulan Gempa Pralaya dengan sempurna, tetap saja mereka akan terdesak.  Panglima Kelelawar adalah tokoh sakti luar biasa yang menguasai pukulan Bayangan Matahari yang mengerikan dan Ki Tunggal Jiwo adalah tokoh sakti dengan Braja Mustinya yang luar biasa dahsyat dan hanya kalah satu tingkat saja dari Raja Lawa Agung ini.

Hujan yang tadinya hanya rintik semenjana, sekarang berubah deras sederas sederasnya.  Kilat dan halilintar semakin sering menghantam bumi. Angin Puting Beliung bahkan membesar dengan dahsyat.  Menghantam semua yang dilewatinya menjadi serpihan puing dan batu.  Kabut putih yang aneh bahkan turun menyelimuti Lapangan Bubat.  

Pasukan Majapahit yang berkurang setengahnya kocar kacir berusaha menyelamatkan diri.  Pertarungan sepasang muda mudi melawan dua tokoh nomor satu dunia persilatan ini seperti tarian magis yang dilihat oleh Andika Sinatria malam sebelumnya.

Pangeran muda ini terperangah.  Ini benar benar persis seperti yang dilihatnya semalam!  Benar benar ajaib!  Ini adalah pertanda luar biasa dari Sanghyang Widi Wasesa.  Pemuda ini tersenyum lebar.  Sambil masih bertahan terhadap serangan serangan dahsyat Panglima Kelelawar dan Ki Tunggal Jiwo, pemuda ini berteriak dengan penuh kesungguhan hati kepada Dewi Mulia Ratri.

"Dewi...aku mencintaimu!...sejak dulu pertama kita bertemu!...maafkan aku!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun