Model Pembelajaran Berbasis Masalah atau PBL memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan atau kemahiran siswa untuk memahami pengetahuan dalam kerangka pemecahan masalah, karena hal ini meningkatkan kapasitas mereka untuk mengingat dan menerapkan pengetahuan pada situasi baru.
   Pemanfaatan pembelajaran berbasis masalah dibenarkan pada artikel karena kemampuannya untuk:
Membekali siswa dengan kesiapan yang lebih baik menerapkan apa yang telah mereka pelajari ke skenario dunia nyata.
Memberdayakan siswa untuk secara aktif menghasilkan pengetahuan daripada hanya mengkonsumsinya, dan
Menumbuhkan pengembangan keterampilan komunikasi, penalaran, dan berpikir kritis di kalangan siswa.
   Menurut Hani A. Wesha yang dikutip oleh Arief Ageng Sanjaya menjelaskan dalam jurnalnya mengenai pengaruh baik dari penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai strategi pengajaran memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan keterampilan berpikir reflektif siswa. Jenis pemikiran ini melibatkan refleksi diri terhadap belajar (proses metakognitif) yang dapat dikembangkan dalam lingkungan pendidikan formal. Terlibat dalam pemikiran reflektif meningkatkan kapasitas siswa untuk mengkonversi pengetahuan implisit menjadi pemahaman eksplisit dan bermakna.
   Pembelajaran berbasis masalah menanamkan pendekatan sistematis seperti metode ilmiah. Selain itu, siswa terlibat dalam pembelajaran aktif melalui penerapan praktis, serupa dengan berpikir kritis, yang memfasilitasi pembentukan pengetahuan terperinci. Pendekatan pembelajaran ini menekankan perolehan pengetahuan dan keterampilan, serta retensi memori.
   Pemikiran kritis sejalan dengan prinsip-prinsip ilmiah, yang mencakup analisis yang adil, sintesis, evaluasi, dan pertimbangan etis dalam argumen. Schafersman menganjurkan untuk mengintegrasikan pemikiran kritis ke dalam pengajaran di kelas karena hal itu mendorong keterlibatan dan aktivitas siswa, mengatasi dimensi intelektual dan perilaku. Berpikir kritis memupuk keterampilan praktis, memfasilitasi perumusan kesimpulan, dan mempengaruhi keyakinan dan tindakan.
   Pembelajaran berbasis masalah mempunyai potensi untuk ditingkatkan rasa percaya diri siswa melalui berbagai cara, seperti pemilihan masalah, penciptaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran, serta pemberian bantuan bila diperlukan. Observasi terhadap aktivitas belajar siswa menunjukkan tingginya semangat dan ketekunan dalam memecahkan masalah, aktif terlibat dalam diskusi kelompok, dan bersedia mencari bimbingan teman atau guru tanpa ragu. Akibatnya, Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi emosional siswa, tidak hanya memupuk sikap positif tetapi juga mendorong pemikiran dan tindakan konstruktif.
   Pembelajaran berbasis masalah secara signifikan mempengaruhi tiga aspek siswa: kognitif, afektif, dan keterampilan.