“Mencintai seseorang terlalu menyakitkan untukku. Aku sedih sepanjang waktu, aku benar-benar tidak menyukai perasaan itu.”
“Aku bisa membuatmu bahagia. Aku akan melakukan apa saja.”
Percakapan itu berjalan dengan cepat. Rasanya aku bahkan belum sempat mengambil napas untuk menjawab pertanyaannya. Jadi aku mengambil jeda sejenak, membiarkan semua yang kurasakan mengalir begitu saja.
“Biarkan aku mengakhirinya selagi ini masih berbentuk kesedihan. Aku tidak ingin membiarkannya berubah menjadi kemarahan dan berakhir membencimu seumur hidupku. Maafkan aku, ini terlalu melelahkan.”
Aku tidak mengerti mengapa aku menangis. Perasaanku saat ini begitu sulit dijelaskan. Aku tidak bisa menghentikan tangisanku. Yang kupikirkan saat ini hanyalah aku tidak ingin menghilang menjadi gelembung sabun seperti cerita Putri Duyung yang kubaca.
“Kenapa kamu menangis, bukankah itu bagianku? Jika ada yang melihat, mereka pasti berpikir bahwa aku yang memutuskanmu.”
“Entahlah. Aku juga tidak tahu kenapa aku harus menangis seperti ini. Padahal jelas-jelas aku yang minta putus denganmu.” Kataku dengan suara bergetar.
Dia bangkit dari tempat duduknya, berpindah ke sebelahku. Aku bisa merasakan kehangatannya menjalar ke seluruh tubuhku melalui pelukan itu. Aku tahu, aku adalah orang yang paling tahu bahwa pria ini benar-benar tulus padaku.
“Kamu sedang kesakitan, Ray. Karena itulah kamu menangis.” Katanya sembari menepuk-nepuk pundakku dengan lembut.
Kami berpelukan seperti itu cukup lama. Sesekali dia membelai rambutku. Aku bisa merasakan napasnya yang memburu, aku tahu dia sedang mencoba mengendalikan dirinya juga. Aku tahu, aku bukanlah satu-satunya orang yang kesakitan saat ini.
Ia melepaskan pelukannya. Mengusap air mataku dengan tangan kosong. Aku bisa merasakan semua yang Ia rasakan melalui jari-jari tangannya yang menyentuhku.