Â
Ia menatap wajah pemilik tangan itu. Mengikuti tiap garis yang membingkai wajah dengan sempurna, lalu terseret pada kedua bola matanya. Dadanya berdesir, dia tak mungkin melupakan tatapan itu. Sepasang mata berwarna hijau zambrud yang Ia ridukan selama  ini. Dia berhasil menemukan pangerannya.
Â
Sang pangeran tersenyum ramah seperti biasa, menanyakan keadaan Putri Duyung. Ia ingin berteriak kepada pangeran, berkata bahwa Ia begitu meridukannya, tapi tidak ada suara yang bisa keluar. Ah, dia bahkan lupa kalau dia sudah menukar suaranya. Meskipun begitu, dia tetap Bahagia, berharap pangeran akan memanggil namanya sekali lagi dan memeluknya dengan erat.
Â
Sia-sia, hal itu tak pernah terjadi. Sang pangeran tidak pernah memeluk ataupun memanggil namanya. Pangeran itu justru terlihat kebingungan lantaran setiap pertanyaannya tak ada yang terjawab dari mulut sang Putri Duyung. Saat itu juga seorang wanita dengan penampakan yang begitu molek menghampiri pangeran.
Â
Dia bisa merasakan getaran lembut dari keduanya. Deg! Wanita itu bahkan berkata kalau bayi yang ada di perutnya begitu merindukan ayahandanya. Sang duyung melirik ke arah perut wanita itu, memang benar, jika di lihat secara sepintas hal itu tidak begitu terlihat, tapi kini Ia bisa melihat dengan jelas perut membesar yang terletak di bawah balutan pakaian berlapis-lapis itu. Menyadari hal itu, detak jantungnya tiba-tiba berhenti.
Â
Ia tak tahu, bahwa itu adalah tanda bahaya untuknya. Bagi seorang Putri Duyung yang naik ke daratan, detak jantung adalah sesuatu yang sangat penting. Karena alasan cinta yang membuatnya meninggalkan laut, hanya cinta dari orang yang dicintainya lah yang bisa membuat jantungnya tetap berdegup.
Â