Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lelaki Langit

5 Oktober 2019   18:32 Diperbarui: 5 Oktober 2019   18:54 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"please kau tulis lagi ya, demi aku." Matanya meyakinkanku seakan tak mau mengakhiri pertemuan itu.

***

Mobilku melaju cukup stabil dengan kecepatan delapanpuluh kilometer perjam. Harapannya aku segera menemui Mr Burhan tanpa hambatan. Jujur, sebenarnya untuk pergi ke kampus saja sudah nggak ngeh. Bertemu dengan orang-orang yang tak menarik untuk kudekati. Tanpa kusadari aku parkir bersebelahan dengan Nissan Juke biru, milik Haris, anak yang gaulnya setengah mateng. Vokalis band abal-abal kampus ini yang beberapa hari lalu membujukku mati-matian mengisi kekosongan vokalis Rani yang tiba-tiba menghilang. Ah, malas banget ketemu dia sebenarnya. Benar saja, baru kulangkahkan kaki empat langkah suara itu mengagetkanku. 

"Halo Tika cantik, gimana tawaran gue semalam. Mau nggak elo jadi vokalis band Vesto?"senyumnya nyinyir, sangat menyebalkan.

"Elo Ris, bisa nggak ngomongin yang laen aja, gue nggak selera dech kayaknya."

"Oke, oke sorry. Gimana kelanjutan skripsi elo, sudah di-deal?" suara Haris lagi-lagi mengejar jawabanku.

"Nih mau nemuin Mr Burhan. Kali aja berbaik hati. Gimana tumpukan kertas elo, sudah lampu hijau ya?"

"Ngadat." Wajah Haris berubah burem

"Mendingan elo cepetan deh temuin Mr B, tadi gue denger mister mau keluar negeri tuh minggu-minggu ini."

"Oya, oke tengkyu ya infonya, gue cabut dulu."

Ruang kerja itu sepi layaknya kuburan buku. Ke mana gerangan mr killer?. Mataku berselancar mengamati lekuk ruangan yang bagiku tampak kaku. Sebaiknya aku menunggu saja, bisikku sambil menata punggung di atas kursi kayu buatan Jepara itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun