Haria mendesis. Tak memberi kesempatan, ia menerkan kepingan kapal dan menelan begitu saja. Semua berteriak ketakutan. Laowomaru  sepertinya terlambat menghindar. Beberapa awak kapal termasuk  Laowomaru  ditelan Haria yang besar bersama sebagian pecahan kapal mereka. Pertarungan yang tidak seimbang tersebut hampir saja lebih cepat usai sebelum dimulai. "Dimanakah kau, Laowomaru?" seru Haria lagi, "Apa engkau sudah di dalam perutku? Ha..ha"
"Hampir benar, Haria..." seru Laowomaru tiba-tiba dari kerongkongan Haria, " Aku masih dalam kerongkonganmu. Kamu pikir, engkau sudah menang, Ular sombong. Inilah akhir hidupmu!"
Rupanya inilah yang diharapkan Laowomaru. Di dalam kerongkongan Haria, ia mengibaskan pedang miliknya. Dengan pedang keramat miliknya, mudah saja bagian dalam keongkongan Haria terluka. Haria menjerit. Tubuhnya berguling-guling. Laowomaru tak memberi kesempatan lagi, ia meluncur ke arah jantung si Ular dan mengibasnya dengan cepat. Â Haria menjerit kesakitan. Tetapi kali ini suaranya lebih mirip lenguhan kerbau di meja jagal. " Terkutuk engkau, Laowomaru, Terkutuk engkau!!!" teriaknya berkali-kali.
Laowomaru menebas kembali daging bagian dalam Haria. Menciptakan lubang besar dimana bisa keluar dari dalam tubuh Haria.
Haria masih lama berguling-guling sebelum mati. Ada yang bilang itulah asal mula penyebab gelombang tinggi di bagian barat pulau Nias yang berbeda dengan laut lainnya. Laut menjadi merah darah dan lengkingan Haria terdengar jauh sampai ke daratan. Setelah agak lama, akhirnya ia tewas. Tubuhnya mengambang dan terbawa arus ke selatan. Konon bagian tubuhnya menjadi pulau-pulau di selatan Nias.
Awak kapal yang tersisa bersorak gembira. Ini akhir tirani Haria. Kabar kematian Haria segera menyebar ke daratan. Semua gembira. Mereka  menyambut pahlawan yang baru datang dari laut. Pesta diadakan selama beberapa hari. Emas dan perak di kumpulkan sebagai rasa sukur. Laowomaru menikmatinya.
Sangat menikmatinya....
EMPAT
Menerima kehormatan sebagai pahlawan, memiliki harta rampasan bekas milik Haria membuat Laowomaru mulai memiliki kepongahan. Ia merasa, momentum ini tidak boleh hilang. Belum begitu lama, ia mengumpulkan kepala ri dan memaklumatkan kekuasaannya. Ia memerintahkan semua kepala  ri untuk memberi upeti seperti yang mereka berikan kepada Haria. Jika ada yang menolak, maka kehancuran akan melanda mereka. Tentu saja semua jadi terkejut. Dari pujian kepadanya menjadi makian dan umpatan. Beberapa orang bersikap menentang dan berani melawannya, tetapi dengan cepat prajurit Laowomaru menangkap dan menghabisi mereka. Tirani baru tercipta.
Laowomaru belum puas. Dia mulai membentuk pasukan bajak laut yang dipimpin para anak buahnya saat melawan Haria dulu. Mereka berlayar jauh ke samudra dan merampok kapal-kapal dagang yang lewat. Hartanya makin banyak. Mereka menimbunnya dalam gua yang disulap menjadi istana baginya.
Sementara itu Tuhenri mau tidak mau mengabulkan permintaan Laowomaru. Dengan terpaksa mereka mengumpulkan kembali harta mereka untuk jadi upeti buat Laowomaru. Mereka mengantarnya ke Gua yang menjadi kediaman Laowomaru. Pada saat mereka mengantar upeti itu, mereka melihat seorang putri yang cantik yang merupakan istri Laowomaru bernama Sihoi dan seorang putra yang mulai berangkat remaja.