"Aku titisan roh para leluhur. Aku dianugerahi ilmu dari Tuada Simanga Bua Weto Alit 5 . Kekuatanku adalah pemberiannya agar bisa menjaga tanah yang kita cintai ini, Tan Niha. Â 6 dari kekuatan jahat Si Ular Besar"
"Oh...Anakku," desah Ibunya mendengar nama Si Ular besar. Itu Haria. Ular yang menguasai laut dan samudra. Ular yang kejam dan ganas.
"Tapi aku butuh bantuan, Ibu.." seru anaknya lagi.
"Apa itu, anakku...?" tanya Ibunya heran
" Di atas kepalaku nanti akan tumbuh sembilan helai rambut kawat.." ujar Sang bayi lagi," Saya mohon,  Ibu  agar  jangan pernah dipotong oleh siapapun." "Jangan pernah ceritakan kepada siapapun. Itulah kelemahan dari kekuatanku. Jangan pernah dilihat orang lain selain Ibu. Tutupilah ia agar tak pernah dilihat orang lain. Selain itu buatkanlah saya sebuah pedang besar dari batu langit. Tempalah ia kepada pandai besi yang terkenal"
"Untuk apa itu...."
"Lakukanlah Ibu. Pada saatnya Ibu tahu apa gunanya. Pedang itulah yang akan membunuh Si Ular Besar."
Ibunya tercenung sejenak. Tapi akhirnya ia mengangguk "Baiklah, Anakku..."
Setelah itu, Gerakan dalam perutnya mulai berhenti. Suara itu tidak terdengar lagi. Ibunya mengelus perutnya penuh kasih sayang. Walau kagetnya belum usai, ia merasa anakknya menyampaikan dengan jelas pesannya. Tidur, tidurlah, Anakku, bisiknya pelan. Ia kembali tidur dengan lelap. Saat ia bangun, ia merasa mimpinya begitu aneh.
Hari  berjalan dan tibalah kelahiran sang bayi. Dukun bayi bersiap dan Ere 7 merapal matra dan doa. Lahirlah bayi laki-laki yang sehat dan rupawan. Mereka menamakannya Laowomaru. Dalam keadaan lemah, Ibunya memperhatikan kepala si bayi. Mengusapnya. Ia merasakan ada bagian yang agak berbeda. Tapi ia belum yakin. Ia mengusap pelan-pelan. Ia merasakan ada yang agak menonjol tipis tapi lembut. Ia menarik nafas. Ia ingat mimpinya.....
DUA