Mohon tunggu...
Metta Pratiwi
Metta Pratiwi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Metta Pratiwi atau yang akrab disapa Metta adalah seorang Psikolog, kelahiran 10 September 1976, yang aktif dalam dunia Pendidikan Anak Usia Dini. Ibu dengan dua orang anak yang menginjak usia remaja ini menyukai dunia literasi semenjak kecil. Membaca buku adalah kegemaran utamanya. Kini keinginannya yang terpendam untuk berkelana lebih jauh dalam dunia literasi mulai terealisasi. Beberapa buku antologi puisi, cagar budaya, cerita anak, teenlit, dan romance serta dua buku solo berjudul Love dan Perjalanan Hati telah berhasil diselesaikannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Salahmu, Sayang (Bagian Keempat)

2 November 2022   08:55 Diperbarui: 2 November 2022   08:59 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terima kasih, Bu, sudah menjenguk Danu," ucapnya sambil menghapus bulir bening di pipinya.

"Sama-sama, Sayang," jawabku lirih. Kuajak dia duduk di antara aku dan Bu Ratna. "Bagaimana ceritanya Danu bisa begini?"

"Kemarin malam Papa dan Mama bertengkar hebat, Bu. Saya dengar Papa terus-terusan nyalahin Mama atas keadaan Danu. Mama ikut ngebales juga sampai teriak-teriak. Saya mau ngedamaiin, tapi nggak didenger."

"Lalu?"

"Suara jeritan Dian, adek saya yang di atas Danu, yang bikin Papa sama Mama berhenti berantem. Saya langsung lari ke tempat Dian berdiri. Dia berdiri di depan kamar Danu. Begitu ngelihat, saya langsung meluk Danu. Darah ada di mana-mana, Bu."

Aku menggenggam tangannya erat. Air matanya mengalir lagi. Dia terisak dan aku meraihnya dalam pelukan. Bu Ratna terdengar menghela napas panjang.

"Apa yang dilakukan Danu, Sayang?"

"Dia mukul cermin di kamarnya, Bu. Lalu di tangan kanannya ... di tangan kanannya ada pecahan beling yang besar dan tajam. Pecahan beling itu dipakai Danu buat ...," ucapannya terhenti dan dia semakin terisak.

Segera kupeluk lagi gadis manis yang tangisannya membuat mataku turut berkaca. Aku bisa merasakan pedih hatinya, juga pedih hatinya Danu.

Rasanya pasti sangat menderita ketika mengetahui diri kita menjadi penyebab pertengkaran hebat dua orang yang sama-sama dicintai.

Ah, betapa tidak bijaksananya mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun