Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Dedikasi dan Ketidakpastian: Realita Guru Honor

27 Oktober 2024   22:16 Diperbarui: 5 November 2024   05:16 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Melkior menanam sayur di sekitar rumahnya. Daun ubi, katu, pakis pantai, pakis merah, pakis kera, kecombrang, sawi, kacang panjang, mentimun, nangka, peringgi, pisang, yang di sayurnya bergiliran sehingga tidak bosan.

Setiap pagi dan sore, ia akan merawat tanaman-tanamannya dengan penuh kasih sayang. Selain itu, ia juga memberikan les privat kepada anak-anak di desa itu untuk menambah penghasilannya.

Walau hidupnya penuh perjuangan, Melkior selalu berusaha untuk tetap bersyukur. Ia berjalan kaki setiap hari ke sekolah, memberi les privat, bahkan ke pasar untuk menjual sayur-sayurnya.

Radit membawa motor semata wayang mereka ke kota untuk kuliah, sehingga Melkior harus mengandalkan kakinya untuk mobilitas sehari-hari.

Di sisi lain, adik ipar Melkior, Budi, adalah seorang yang cukup berada. Budi memiliki lima buah sepeda motor, namun tak satu pun ia pinjamkan kepada Melkior.

Budi bahkan tak pernah menawarkan bantuan saat melihat Melkior berjalan kaki ke mana-mana. Namun, Melkior tak pernah marah atau merasa dendam kepada adik iparnya.

Ia sadar betul bahwa Budi berhak atas motor-motor miliknya dan terserah padanya apakah ingin meminjamkannya atau tidak. Melkior justru menyalahkan dirinya sendiri yang tak kunjung bisa keluar dari kemiskinan meskipun sudah bekerja keras.

Suatu pagi, saat Melkior sedang berjalan kaki menuju sekolah, ia mendengar langkah kaki cepat di belakangnya. Saat menoleh, dilihatnya Budi yang sedang menyalipnya dengan sepeda motor.

Budi hanya melirik sekilas dan melanjutkan perjalanannya. Melkior tersenyum pahit dan melanjutkan langkahnya yang berat. Hari itu, seperti biasa, ia mengajar dengan penuh semangat, meskipun hatinya terluka.

"Pak, hari ini ada les privat?" tanya Maria saat Melkior bersiap pergi mengajar.

"Ada, Bu. Semoga cukup untuk membeli beras," jawab Melkior sambil menghela napas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun