Kursi itu sudah mulai bergoyang, dan kedua kaki ibunya sudah siap untuk menjatuhkannya. Tidak ada yang bisa Adelia lakukan selain berteriak sekencang-kencangnya, "Ibu!!"
Ibunya terkejut, aku bisa merasakan jika dia mendengar teriakan Adelia. Dan aku bertanya-bertanya dalam hati, bagaimana itu bisa terjadi? Dia membuka matanya, kakinya tidak bergerak lagi, dan dia mengeluarkan kepalanya dari tali tersebut.Â
Dia turun dari ranjang seolah mencari sumber teriakan tadi. Dia membuka tirai jendela, melihat keluar seolah Adelia berada di luar sana. Lalu dia membuka pintu kamar, dia berlari ke segala penjuru rumah untuk menemukan sumber suara tersebut sambil terus memanggil anaknya.
 "Adelia! Adelia! Adelia!," tapi dia tidak menemukan siapa-siapa. Dia jatuh terduduk di ruang tamu, menangis. Kami mengikutinya, dan kami tidak tahu harus berbuat apa.Â
Ibunya menangis sampai tertidur pulas di atas permadani. Aku duduk di sofa dan terus memperhatikan. Adelia terus mengawasi ibunya, aku merasakan kekhawatiran yang begitu besar pada dirinya. Â
Aku mengerti, dia takut ketika ibunya terbangun nanti, mungkin saja dia akan kembali naik ke ranjang dan memasukkan tali itu ke lehernya. Aku merasa sangat kasihan padanya. Aku menarik tangannya, ku minta dia untuk mendekat ke arah ibunya. Aku memegang pundaknya dan memintanya untuk menyentuh perempuan yang telah melahirkannya itu.
Hal pertama yang dia lakukan adalah mengusap air mata yang tersisa di pipi ibunya. Membelai kepalanya dan mencium keningnya.Â
Dan aku membawanya kembali ke ruang kerjaku. Di sana, kami hanya berdiam diri.
"Apa ibuku masih hidup?" tanya Adelia yang terlihat begitu cemas.
"Ya, Ibumu masih hidup," jawabku. "Tapi dia tidak baik-baik saja semenjak kematianmu." Dia mulai menangis lagi.
"Jangan khawatir, kita kunjungi Ibumu besok pagi." aku mencoba menenangkannya. Â