Mohon tunggu...
Melania Fidela Ghaida
Melania Fidela Ghaida Mohon Tunggu... Lainnya - Legal Counsel

A long-live learner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengkhianatan Intelektual dalam Konflik Berdarah Israel-Palestina: Pertarungan "David dan Goliath" Baru?

22 November 2023   09:47 Diperbarui: 22 November 2023   09:47 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam wawancaranya dengan Guardian, ia bersama sembilan puluh akademisi dan aktivis perdamaian di Israel mengungkapkan bahwa mereka kecewa terhadap "ketidakpedulian" sejumlah tokoh progresif Amerika dan Eropa terhadap kekejaman Hamas dan menuduh para politisi tersebut "sangat tidak peka moral" dan mengkhianati politik sayap kiri hanya karena mereka tidak mau mengutuk serangan Hamas. 

Sayap kiri sendiri di Eropa berarti mereka yang mendukung kesetaraan, kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan. Harari bersama akademisi-akademisi Israel tersebut juga menambahkan kekecewaannya terhadap elemen kiri global yang kadang-kadang membenarkan tindakan Hamas juga menempatkan semua tanggung jawab pada Israel. 

Harari adalah orang yang tidak menerima gagasan bahwa Israel seharusnya menghancurkan Gaza, tapi Harari adalah juga orang yang sama yang mengatakan bahwa jelas Israel tidak bermaksud untuk membunuh sebanyak mungkin warga sipil di Palestina. Ia menolak argumen sepenuhnya bahwa pemerintah Israel bertanggungjawab atas situasi populasi Palestina yang mengerikan itu. Harari, seorang akademisi terkemuka dan terpercaya di dunia, menutup matanya atas impunitas yang selama ini menjadi akar permasalahan di konflik tersebut. Kita mungkin bertanya-tanya mengapa ia mendadak menjadi "tumpul" seperti itu. 

Dalam mencermati isu ini, hal-hal yang sifatnya sangat subjektif dan personal seperti ia yang adalah warga Israel dan karenanya dalam pandangannya Hamas akan selalu dikategorikan sebagai kelompok yang merongrong keamanan negaranya dan juga fakta bahwa bibi dan pamannya tinggal di salah satu kibbutzim yang menjadi sasaran Hamas dalam serangan Oktober tersebut harus ditinggalkan. Konflik yang terjadi antar kedua negara tersebut jauh dari sekedar konflik agama saja, oleh karenanya anasir-anasir yang berbau agama secara personal harus dibiarkan sejenak. 

Karena bagaimana bisa hanya dengan membela warga Palestina yang ditindas kita menjadi seorang antisemit? Tidak ada hubungan yang relevan diantara keduanya. Karena yang menjadi akar masalah adalah pendudukan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh rezim yang rasis. Maka sasarannya jelas adalah pemerintah Israel sendiri alih-alih orang Yahudi dan komunitasnya. Kita harus belajar untuk melihat sesuatu sebagaimana adanya dalam kualitas personalnya, bukan dari keterkaitannya atas suatu agama atau embel-embel tertentu.

Harari dalam akun Instagramnya juga mempublikasikan potongan wawancara yang ia lakukan dengan sejumlah media masa. Dalam salah satu wawancara tersebut ia mengatakan bahwa "If you have to choose between justice and peace, choose peace." Tentu saja ini dikatakan dalam kapasitasnya sebagai akademisi yang bebas melangkahkan kakinya kemanapun ia mau. Namun apakah pernyataan ini terdengar relevan dengan keputusasaan orang-orang di Palestina yang "dipenjara" di "world's largest open-air prison"? 

Dengan logika seperti yang disampaikan Harari, maka rakyat Indonesia lebih baik diam dalam damai ketika dahulu "dijajah" ratusan tahun secara "halus" oleh Belanda sebelum agresi. Atau jika misalnya ada kelompok minoritas yang diperlakukan berbeda tetapi mereka hanya bisa nerimo saja karena lebih baik memilih damai daripada ribut-ribut. Logika berpikir Harari tentunya tidak dapat dibenarkan dalam semua konteks dan mungkin hanya benar di beberapa konteks. Perdamaian dan keadilan keduanya harus ditegakkan secara proporsional dan bersamaan. Karena faktanya tidak ada perdamaian tanpa keadilan. 

Dalam wawancara tersebut Harari juga menyebutkan bahwa "we should not use historical injuries to justify more injuries." Jika memang yang dimaksudnya adalah "balas dendam sejarah", maka apa hubungannya dengan konflik ini? Karena akar permasalahannya adalah ada orang-orang yang ditindas selama puluhan tahun dirinya hidup dan saat ini melakukan perlawanan agar penderitaannya dihentikan. Sehingga pembenarannya bukan dari balas dendam sejarah, melainkan pembenarannya adalah karena seseorang telah lelah keluarga dan teman-temannya dibunuh, dipinggirkan dan dipenjara selama bertahun-tahun orang tersebut hidup. 

Sehingga singkatnya jika tidak ingin membawa-bawa balas dendam sejarah selama puluhan tahun lalu sebagaimana yang dikatakan Harari, maka hitung saja berapa lama orang tersebut hidup dari dalam kandungan ibunya hingga detik ini ia menjadi korban. Jika saat ini gencatan senjata dan jeda kemanusiaan adalah solusi instan yang walaupun memang urgen untuk dilakukan, tapi patut kita ingat bahwa hal itu tidak menyelesaikan root problem yang ada. 

Jika misalnya hari ini perang selesai maka kedamaian juga tidak akan serta merta tercipta. Karena perdamaian di wilayah tersebut memang tidak semudah itu dan tidak mudah diselesaikan hanya dengan sedikit kompromi. Jika penindasan dan praktik apartheid serta genosida tersebut terus dilakukan maka kekerasan ini tidak akan berakhir. 

Orang-orang tidak akan memilih perdamaian daripada keadilan dengan semudah yang dikatakan Harari jika memang mereka masih diperlakukan seperti binatang. Karena bagi mereka, untuk apa damai jika mereka tetap hidup di dalam penjara terbuka terbesar di dunia? Maka yang timbul di pikiran mereka adalah lebih baik mati demi pembebasan daripada hidup dalam penindasan. Akumulasi dari praktik ketidakadilan yang terus berlanjut selama berdekade-dekade itu yang membuat perdamaian tidak akan tercipta dalam waktu sekejap. Karena orang-orang Palestina tidak hidup di dalam region dimana ketidakadilan mewujud sebagai masalah bantuan sosial yang hanya berbeda beberapa angka sehingga ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun