Pak Ignasius yang rajin bekerja,
Selamat Hari Natal, semoga berkah Natal memberikan semangat kerja baru di tahun mendatang!
Tak terasa, dua bulan sudah sejak Bapak dilantik menjadi Menteri Perhubungan untuk melengkapi jajaran kabinet kerja Jokowi. Pasti bangga ya Pak bisa bergabung dengan pasukan yang ingin mendobrak sistem bobrok yang selama ini tidak berpihak pada rakyat.
Ceritanya saya mengirim surat ini bukan karena ikutan tren lho, Pak. Tak ada maksud untuk bersok akrab ria dengan Pak Ignasius pakai acara surat-suratan. Saya cuma mau mengadukan nasib rakyat kecil….iya rakyat kecil yang kehidupannya sedang Bapak perjuangkan lewat kabinet. Benar kan ya?
Bapak tahu sendiri kan, masyarakat miskin itu sehari-harinya hanya dilihat sebagai kumpulan data statistik yang keberadaannya sangat penting untuk proyek-proyek MDGs (Millenium Development Goals), proyek bantuan untuk penghapusan kemiskinan, dan terutama saat kampanye partai.
Di pemerintahan yang sebelum-sebelumnya, kebijakan yang dibuat tidak pernah memperhitungkan dampaknya pada rakyat kecil. Mungkin karena keberadaan mereka memang dijaga oleh pemerintah agar tetap lestari ya Pak. Nanti pemerintah jadi susah kalau gagal dapat bantuan dari negara lain karena sudah tidak ada masyarakat yang miskin.
Tapi sampai hari ini saya yakin kabinet Jokowi berbeda dengan kabinet-kabinet sebelumnya. Walau belum terasa buktinya jika kabinet Jokowi tidak hanya diisi oleh orang-orang yang mumpuni tapi juga punya keberpihakan. Keberpihakan pada nasib rakyat kecil tentunya.
Dari judul surat di atas, pasti Pak Ignasius sudah dapat menebak maksud saya mengirim surat ini.
Pada 30 September 2014, PT KAI mengumumkan kebijakan menghapus subsidi KA Ekonomi jarak jauh & menengah (seterusnya saya tulis kereta eko). Kebijakan ini akan diberlakukan per 1 Januari 2015. Alasannya karena Kementerian Perhubungan menghentikan pemberian subsidi (PSO/ Public Service Obligation) kepada KAI untuk jenis kereta tersebut.
[caption id="attachment_386020" align="aligncenter" width="640" caption="Spanduk penghapusan subsidi KA Ekonomi jarak jauh"][/caption]
Membaca berita tersebut saya langsung teringat ojek langganan keluarga saya, Pak Rohen. Saat lebaran yang lalu, Ia mengungkapkan rasa senangnya karena kali ini bisa mudik beserta istri dan anaknya. Biasanya Ia sekeluarga mudik naik motor. “Wah naik kereta sekarang enak ya, murah.”
Ketika Pak Rohen saya beritahukan perihal kenaikan tarif kereta eko & besaran angkanya, ia terkejut.”Kok pemerintah gitu banget ya?” ujar Pak Rohen dengan nada sedih. "Yah udah deh, ga bisa naik kereta lagi deh," ujarnya pasrah.
Penghapusan subsidi kereta ekonomi bisa jadi akan membuat Keluaga Pak Rohen (dan keluarga-keluarga lainnya) kembali mudik naik motor. Menantang maut demi bisa berhari raya dengan orang tua dan sanak saudara di kampung. Atau bahkan tidak tahu kapan lagi bisa berkumpul dengan keluarga yang jauh karena tak mampu membayar ongkos perjalanan.
Sadarkah Bapak, berapa kenaikan harga tiket KA ekonomi? Lebih dari 100%! Bahkan ada yang nyaris 200% Pak! Jika dilihat dari daftar kenaikan tarif tiket ekonomi, untuk KA Progo dan Bengawan jurusan Jakarta-Yogya, yang sebelumnya seharga Rp 50 ribu & Rp 55 ribu, naik menjadi Rp 100 hingga 140 ribu.
Ketika saya coba cek di internet, ternyata lebih dari setengah total jumlah kursi ditujukan untuk tarif atas, yaitu Rp 140 ribu. (Untuk lihat daftar kenaikan tarif kereta eko, baca artikel ini)
Dengan kenaikan harga tiket nyaris 3 kali lipat, terbayang kah oleh Pak Ignasius bagaimana derita mereka para ayah/ibu yang sehari-harinya bekerja di luar kota dan pulang tiap akhir pekan untuk berkumpul dengan keluarga? Atau mahasiswa yang menuntut ilmu di lain kota/ provinsi. Atau mereka yang harus bolak-balik berobat ke kota besar atau mengurus orang tuanya di kampung halaman?
Bagi para pendaki gunung, mahasiswa & backpackers, bagaimana mereka dapat melakukan penjelajahan dengan biaya murah? Apakah berwisata itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu?
Jika kelas menengah bawah saja merasa berat dengan kenaikan tarif tersebut, bagaimana dengan rakyat kecil? Ada berapa banyak orang yang tidak lagi mampu menumpang kereta ekonomi?
Menurut komunitas pengguna kereta eko Pulang Jumat Kembali Ahad (PJKA),”Kalau subsidi dihapus, tiket KA tidak terbeli karena harganya melambung, maka akan terjadi urbanisasi masif ke ibukota, karena pekerja yang tidak mampu beli tiket akan membawa keluarganya ke ibukota demi efisiensi. Dan ibukota akan semakin penuh sesak karena jumlah penduduk urban bertambah secara signifikan." (Baca: Aktivis PJKA Protes Kenaikan Kereta Ekonomi Jarak Jauh)
Menurut Pak Ignasius, tidakkah kebijakan ini akan berdampak pada bertambahnya jumlah penduduk di ibukota dan kota-kota besar? Tidakkah kebijakan ini justru menambah beban dan menurunkan daya dukung lingkungan di kota-kota besar?
Apa sih sebenarnya alasan penghapusan subsidi kereta ekonomi?
Awalnya saya pikir berita penghapusan subsidi kereta ekonomi itu hoax. Berita bohong belaka. Kan lagi musim ya Pak, menyebarluaskan fitnah di media sosial.
Tapi setelah saya baca di beberapa media massa dan online ternyata berita tersebut benar adanya. Miris deh rasanya :(. Dan saya pun jadi penasaran cari tahu alasan Kemenhub kala itu menghapus subsidi. Barangkali dengan begitu saya jadi sedikit lebih paham.
Wakil Menteri Perhubungan yang lalu, Bambang Susantono, mengatakan, subsidi kereta api jarak jauh selama ini tidak tepat sasaran. Sebelum ada rencana menghapus subsidi kereta api jarak jauh, pihaknya sudah melakukan survei terlebih dulu yang dilakukan di stasiun-stasiun besar seperti Pasar Senen dan Gambir.
Hasil survei, kata beliau, jumlah penumpang kereta jarak jauh tidak bisa memenuhi jumlah gerbong yang disediakan. Dari 8 gerbong yang disediakan, hanya 6 gerbong yang terisi.
Namun Wamenhub juga menyatakan bahwa Ia optimis kebijakan menaikkan harga tiket kereta ekonomi tidak akan berpengaruh dan kereta api akan tetap menjadi pilihan transportasi masyarakat. (Baca: DPR Tolak Usulan Penghapusan Subsidi KA)
Wamenhub, juga memberikan penjelasan lain. Menurutnya subsidi tarif kereta eko akan dialihkan untuk KRL dan commuter. Pemerintah mendukung penyesuaian yang akan dilakukan KAI untuk harga tiket kereta eko jarak menengah jauh.
"Kalau daya beli masyarakatnya sudah bagus, ya kami tidak subsidi lagi, kami akan masuk ke commuter," kata Bambang. (Baca: Alasan Pemerintah Dukung Pencabutan Subsidi KA Ekonomi).
Nah pernyataan di atas, justru menimbulkan beberapa pertanyaan bagi saya yang awam:
1. “Kemenhub melakukan survey kereta api ekonomi di Pasar Senen dan Gambir”.
Kita semua penumpang kereta tahu kalau sudah sejak lama kereta ekonomi tak mampir di Stasiun Gambir. Bahkan sejak tahun 2012, stasiun tersebut hanya untuk KA Eksekutif. Sepertinya Kemenhub bikin suvei yang ga tepat sasaran ya Pak?
2. “Jumlah penumpang kereta jarak jauh tidak bisa memenuhi jumlah gerbong yang disediakan”.
Tentu saja jika yang disurvei kereta eksekutif yang mampir di Gambir, memang jarang penuh. Kenapa? Karena harga tiketnya beda tipis dengan harga pesawat. Kebanyakan target sasaran kereta eksekutif lebih memilih naik pesawat. Kecuali di hari raya & libur panjang, tatkala tiket kereta bisnis sudah habis dan harga tiket pesawat yang tersisa lebih mahal dari harga tiket kereta eksekutif.
Sementara tiket kereta ekonomi bersubsidi, berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya, selalu habis. Sejak kebijakan yang memungkinkan tiket ekonomi dibeli pada H-90 hari, sulit sekali mendapatkan tiket jika kita membelinya go show, alias hari itu juga. Tak hanya saat akhir pekan, bahkan tengah minggu pun tiket kereta ekonomi bersubsidi kerap kali ludes terjual.
Lagipula, kereta itu kan beda dengan pesawat. Di beberapa stasiun yang dilewati, kereta akan berhenti untuk menjemput & menurunkan penumpang. Sementara satu tempat duduk untuk satu kereta di waktu yang sama tidak bisa dijual untuk 2-3 orang yang berbeda. Jadi sangat mungkin, ketika di survei di stasiun awal, seperti Stasiun Senen, gerbong tidak penuh terisi. Padahal dalam perjalanan, semua gerbong penuh.
3. “Subsidi kereta jarak jauh selama ini tidak tepat sasaran”.
Saya sama sekali tidak paham maksud pernyataan tersebut. Apakah maksudnya selama ini kereta jarak jauh, termasuk kelas bisnis & eksekutif, disubsidi pemerintah? Atau maksudnya yang naik kereta ekonomi harus masyarakat yang benar-benar miskin?
Kalau iya, bagaimana nasib para pekerja yang tiap akhir pekan harus mudik untuk kumpul keluarga? Bisa jatuh miskin mereka jika tiap minggu harus naik kereta non-subsidi pulang-pergi. Belum lagi para mahasiswa yang kuliah di kota atau provinsi berbeda. Juga mereka yang harus bolak-balik berobat ke rumah sakit rujukan di kota besar.
Apakah menurut Kemenhub subsidi tarif kereta api hanya diberikan bagi mereka yang masuk kategori miskin dan sangat miskin?
Setahu saya subsidi kereta ekonomi kan tidak bisa disamakan dengan subsidi BBM. Subsidi angkutan massal adalah kewajiban pemerintah sebagai bentuk pelayanan terhadap kebutuhan transportasi rakyat banyak. Jadi, subsidi diberikan pada moda transportasi, bukan pada individu.
Dalam hal ini subsidi hanya diberikan pada kereta kelas ekonomi, yang memiliki standar pelayanan minimal, seperti yang tertera pada UU No 23 tahun 2007 tentang perekeretapian. Bagi mereka yang butuh pelayanan super nyaman, bangku empuk, ruang duduk luas dan waktu tempuh lebih cepat, ya monggo pilih kelas bisnis dan eksekutif yang lebih mahal.
Bukan begitu ya Pak logikanya?
4. Jika Kemenhub menganggap kereta ekonomi yang disubsidi tidak laku (lihat poin 2), lalu bagaimana mungkin Wamenhub bisa merasa optimis bahwa kebijakan menaikkan harga tiket kereta ekonomi tidak akan berpengaruh dan kereta api akan tetap menjadi pilihan transportasi masyarakat?
Bukankah ini dua pendapat yang bertentangan ya Pak? Pernyataan ini membuat saya jadi semakin bertanya-tanya, sebenarnya ada apa sih di belakang kebijakan ini?
5. Sepakat jika KRL dan commuter pun perlu disubsidi demi mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Tapi, asumsi dari mana Kemenhub bisa menyatakan bahwa daya beli masyarakat sudah bagus, sehingga penumpang kereta eko sudah mampu membayar kenaikan tarif 2-3 kali lipat? Masyarakat yang mana nih yang dimaksud Pak? Apa iya Pak, negara ini sudah begitu sejahteranya sehingga sudah tak ada lagi masyarakat miskin yang perlu disubsidi?
Lagi pula pernyataan ini juga ambigu. Jika Kemenhub berpendapat bahwa subsidi kereta eko selama ini tidak tepat sasaran, maka seharusnya KRL dan commuter pun tidak berhak mendapat subsidi. Karena sebagian penggunanya adalah kelas menengah.
Jika disimak dari paparan di atas, saya pikir argumentasi Kemenhub untuk menghapus subsidi lemah sekali. Alasan yang dikemukakan sangat tak berdasar alias dibuat-buat.
Bisa saja media keliru mengutip pernyataan Wamenhub di atas. Namun perlu diketahui, pernyataan di atas dilansir oleh beberapa media massa yang berbeda.
Tapi anehnya saat Kemenhub memberikan titah menghapus subsidi kereta ekonomi, Dirut KAI kala itu, Pak Jonan, sepertinya memilih menurut. Cenderung pasrah. ( Baca: KAI Pasrah Subsidi Kereta Ekonomi Bakal Dicabut)
Pak Ignasius kenal Pak Jonan kan? Kenapa yak kok Dirut KAI yang dipuja banyak pihak, justru tak memperjuangkan besaran subsidi dari pemerintah? Padahal saya yakin beliau sebagai Dirut KAI yang konon cakap, dapat memberikan argumentasi yang kuat untuk menolak kebijakan Kemenhub. Apalagi DPR pun saat itu juga menyatakan keberatannya akan kebijakan tersebut. (Baca: DPR Kritisi Penghapusan PSO Kereta Api).
Tapi bisa jadi beliau berpikir,"Untuk apa saya susah-susah memperjuangkan nasib rakyat, wong menterinya aja ga peduli kok."
Pengalihan subsidi kereta eko untuk KRL: Kebijakan yang diskriminatif?
Alih-alih memperjuangkan besaran subsidi pemerintah, Pak Jonan memilih jalan mudah. Mengikuti saran Kemenhub, yaitu ‘hanya’ memberikan subsidi pada angkutan perkotaan seperti KRL. Alasannya semata-mata karena jumlah pengguna KRL dan commuter lebih banyak dari pengguna kereta ekonomi. (Baca: Tahun 2015, PSO Akan Dialihkan ke KA Lokal dan Komuter )
Bukankah ini bentuk diskriminasi pemerintah terhadap rakyatnya? Kebjakan ini seperti hendak mengadu domba kepentingan pengguna KRL dan kereta eko. Padahal keduanya berhak mendapatkan subsidi dari pemerintah, seperti yang tertera di UU No 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian.
Darmaningtyas, Ketua Institut Studi Transportasi juga menuliskan opininya dengan sangat baik di Suara Pembaruan, (10/10). Menurutnya, sedikit atau pun banyak, subsidi tarif kereta eko adalah KEWAJIBAN pemerintah dalam mendukung hak mobilitas rakyat. (Baca: Subsidi bagi Penumpang Kereta Api )
Dahulu di zaman penjajahan, bahkan pemerintah Belanda pun memberikan kelas ekonomi bagi para pribumi. Pada zaman itu memang kereta kelas I hanya diperuntukkan bagi bangsa Eropa maupun bangsawan. Namun setelah 69 tahun merdeka, pemerintah justru menutup akses mobilitas bagi bangsa sendiri dengan tidak menyediakan kereta ekonomi. Sungguh ironis, ya Pak?!
Ya…ya…Kemenhub memang tidak menghapus kereta ekonomi. Hanya menghapus subsidinya sehingga harga tiket kereta ekonomi menjadi sangat tidak ekonomis. Bukankah ini sama saja dengan menghapus kereta eko?
Mungkin bagi Pak Jonan, disubsidi atau tidak, kereta “ekonomi” tetap akan jadi primadona. Pertama, karena kereta itu bebas macet. Kedua, karena ... sing ada lawan.
Tapi yang menarik untuk disorot, jika menurut Pak Jonan kereta eko adalah primadona, kenapa beliau memilih agar subsidinya dihapus? Mungkinkah ada kesalahan manajemen yang menyebabkan kondisi keuangan PT KAI sedang terpuruk?
Adakah regulasi yang mengatur tentang subsidi kereta eko?
Sejatinya ketentuan mengenai pemberian PSO atau subsidi bagi kereta eko tertera dalam rangkaian regulasi tentang perkeretaapian.
UU No 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian yang telah saya tulis di atas bukanlah satu-satunya aturan. Masih ada serangkaian regulasi turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2009, dan Peraturan Presiden No. 53 tahun 2012. Di dalamnya termaktub dengan tegas bahwa subsidi bagi kereta eko (dan kereta perkotaan) merupakan bentuk kewajiban pemerintah untuk pelayanan publik. Dan subsidi dapat diberikan oleh menteri, juga oleh pemerintah daerah.
Karena subsidi kereta eko - termasuk di dalamnya kereta api perkotaan dan antar kota - merupakan kewajiban pemerintah, maka pemerintah telah mengalokasikan anggarannya dalam APBN dan/atau APBN-P.
Bahkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 5 tahun 2014, yang berlaku sejak 3 Maret 2014, telah menetapkan tarif subsidi bagi tiap kereta eko. Termasuk di dalamnya kereta api perkotaan dan kereta api antar kota.
Pada lembar lampiran Permenhub tersebut, tertera tarif subsidi kereta eko untuk tiap jurusan yang berbeda.
Lagi-lagi muncul pertanyaan di balik kebijakan penghapusan subsidi kereta eko. Jika Menhub yang lalu, EE Mangindaan, telah menetapkan besaran subsidi untuk tiap kereta eko, lalu kenapa dalam waktu 4 bulan, Ia menganulir kebijakannya sendiri?
Hal lain terkait dengan regulasi. Berdasarkan berita yang dilansir beberapa media, bentuk subsidi kereta eko nantinya belum tentu diterapkan berupa penurunan tarif kereta lokal/ perkotaan, namun sangat dimungkinkan dialihkan untuk penambahan fasilitas dan kapasitas tempat duduk Kereta. (Baca: Mulai 1 Januari 2015, Tarif KA Ekonomi Tak Lagi Disubsidi)
Memangnya di regulasi yang mana dan pasal berapa ya hal ini diatur? Karena di pasal-pasal mengenai subsidi, semuanya mengacu pada pengurangan tarif kereta eko. Lagipula, apa gunanya fasilitas yang lebih nyaman, jika masyarakat ekonomi lemah tak mampu membeli tiketnya?
Akankah pemerintahan baru hanya sekedar mewarisi kebijakan pemerintah lama?
Kini presiden telah berganti, jajaran menteri pun sudah berbeda. Besar harapan rakyat Indonesia yang telah memilih Jokowi bahwa para pendampingnya di pemerintahan memiliki semangat yang sama dengan Sang Presiden.
Sama-sama punya keberpihakan pada kelompok masyarakat yang lemah. Bukan pada hitung-hitungan ekonomi semata, seperti yang biasa dilakukan oleh perusahaan dalam mencari keuntungan ekonomi (bukan manfaat sosial) sebesar-besarnya.
Sejak 27 Oktober 2014, Pak Ignasius resmi menduduki jabatan sebagai Menteri Perhubungan yang baru.
Di tangan Pak Ignasius, kebijakan akan subsidi angkutan massal ditentukan. Sebuah kebijakan yang misinya jelas, yaitu untuk mendukung keberadaan angkutan massal & membuka akses mobilitas masyarakat, khususnya kelas menengah bawah.
Sekali lagi mengutip pernyataan Darmaningtyas bahwa subsidi untuk angkutan umum itu bukan dosa, tapi itu amanat konstitusi, dan warga berhak untuk memperolehnya.
Jika salah satu slogan kampanye Pak Jokowi tempo hari adalah Menuju Indonesia Baru, maka pertanyaan untuk Pak Ignasius adalah:
“Apakah Bapak memilih jalan mudah, yaitu sekadar mengikuti jejak pemerintahan di masa lalu, kebijakan Menteri Perhubungan & Dirut KAI sebelumnya?
Akankah Pak Ignasius bekerja keras membuat regulasi-regulasi baru yang akan mensahkan upaya pemerintah mencabut subsidi tarif kereta ekonomi jarak menengah & jauh?
Ataukah sebaliknya…
Bapak memilih untuk ikut menciptakan karakter pemerintah baru yang berbeda dari pemerintah lama. Yaitu yang secara tegas menunjukkan keberpihakan pada rakyat dengan mengembalikan subsidi kereta ekonomi sesuai konstitusi?
Akankah Pak Ignasius memilih jalan yang menantang, yaitu memperjuangkan anggaran untuk subsidi tarif kereta ekonomi (kereta lokal maupun antar kota ) di DPR?”
Banyak yang berharap bahwa Pak Ignasius akan memberikan hadiah Natal atau Tahun Baru berupa pengembalian subsidi tarif kereta eko jarak menengah & jauh. Walau lebih banyak lagi yang apatis.
Sekali lagi, Selamat Natal Pak Ignasius. Semoga kasih Yesus Kristus pada kaum miskin papa menjadi inspirasi bagi Anda!
------- Lampiran Regulasi terkait dengan Kereta Ekonomi --------
A. UU NO 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN
Bagian Keenam: Tarif Angkutan Kereta Api
Pasal 151
(1) Tarif angkutan kereta api terdiri dari tarif angkutan orang dan tarif angkutan barang.
(2) Pedoman tarif angkutan orang dan tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Pedoman penetapan tarif angkutan berdasarkan perhitungan modal, biaya operasi,biaya perawatan, dan keuntungan.
Pasal 152
(1) Tarif angkutan orang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dengan memperhatikan pedoman tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).
(2) Tarif angkutan orang dapat ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
untuk:
a. angkutan pelayanan kelas ekonomi; dan
b. angkutan perintis.
Pasal 153
(1) Untuk pelayanan kelas ekonomi, dalam hal tarif angkutan yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2) huruf a lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman penetapan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah, selisihnya menjadi tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik.
Pasal 156
Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif angkutan kereta api dan biaya penggunaan prasarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 172
Masyarakat berhak:
a. memberi masukan kepada Pemerintah, Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian, dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dalam rangka pembinaan, penyelenggaraan, dan pengawasan perkeretaapian;
B. PERATURAN PEMERINTAH NO 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN KERETA API
Pasal 149
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat menetapkan tarif angkutan apabila:
a. masyarakat belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian untuk angkutan pelayanan kelas ekonomi; atau
(2) Dalam hal tarif yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a lebih rendah dari tarif yang ditetapkan penyelenggara sarana perkeretaapian, selisih tarif menjadi tanggung jawab Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dalam bentuk kewajiban pelayanan publik .
C. PERATURAN PRESIDEN NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK DAN SUBSIDI ANGKUTAN PERINTIS
BIDANG PERKERETAAPIAN, BIAYA PENGGUNAAN PRASARANA PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA, SERTA PERAWATAN DAN PENGOPERASIAN PRASARANA PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA
BAB II: Kewajiban Pelayanan Publik dan Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian
Bagian Pertama: Kewajiban Pelayanan Publik
Pasal 2
(1) Dalam rangka menyediakan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau,
Pemerintah menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation).
(2) Dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana
perkeretaapian, Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan menetapkan tarif angkutan
penumpang kelas ekonomi.
(3) Selisih antara tarif yang ditetapkan oleh Menteri dengan tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana
perkeretaapian menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik.
(4) Menteri menetapkan komponen biaya yang dapat diperhitungkan dalam penyelenggaraan angkutan
kewajiban pelayanan publik oleh Badan Usaha penyelenggara sarana perkeretaapian setelah mendapat
pertimbangan Menteri Keuangan.
Pasal 3
Pelayanan angkutan kereta api yang digunakan untuk menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik harus
memenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 4
(1) Penetapan penyelenggara kewajiban pelayanan publik dilaksanakan melalui pelelangan umum.
(2) Pelaksanaan pelelangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah.
(3) Menteri menetapkan badan usaha pemenang pelelangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai
penyelenggara kewajiban pelayanan publik.
(4) Dalam hal pelelangan umum tidak dapat dilaksanakan, Menteri menugaskan BUMN penyelenggara sarana
perkeretaapian untuk melaksanakan kewajiban pelayanan publik.
(5) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan paling lambat pada akhir Januari.
Pasal 5
Dalam rangka penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3),
Pemerintah mengalokasikan anggaran dimaksud dalam APBN dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan (APBN-P) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
(1) Alokasi anggaran untuk penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik yang sudah ditetapkan dalam APBN
digunakan sebagai dasar untuk membuat kontrak dengan Badan Usaha penyelenggara sarana perkeretaapian yang akan melaksanakan kewajiban pelayanan publik.
(2) Kontrak dengan Badan Usaha penyelenggara sarana perkeretaapian ditandatangani segera setelah
diterbitkannya DIPA.
(3) Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling kurang memuat:
a. kinerja angkutan;
b. tata cara pembayaran jasa pelaksanaan penugasan;
c. kelengkapan administrasi yang diperlukan untuk penagihan dari badan usaha;
d. jangka waktu pelaksanaan penugasan;
e. mekanisme verifikasi pelaksanaan penugasan;
f. hak dan kewajiban para pihak;
g. penyelesaian perselisihan dan sanksi; dan
h. ketentuan mengenai keadaan memaksa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H