5.  Sepakat jika KRL dan commuter pun perlu disubsidi demi mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Tapi, asumsi dari mana Kemenhub bisa menyatakan bahwa  daya beli masyarakat sudah bagus, sehingga penumpang kereta eko sudah mampu membayar kenaikan tarif 2-3 kali lipat? Masyarakat yang mana nih yang dimaksud Pak? Apa iya Pak, negara ini sudah begitu sejahteranya sehingga sudah tak ada lagi masyarakat miskin yang perlu disubsidi?
Lagi pula pernyataan ini juga ambigu. Jika Kemenhub berpendapat bahwa subsidi kereta eko selama ini tidak tepat sasaran, maka seharusnya KRL dan commuter pun tidak berhak mendapat subsidi. Karena sebagian penggunanya adalah kelas menengah.
Jika disimak dari paparan di atas, saya pikir argumentasi Kemenhub untuk menghapus subsidi lemah sekali. Alasan yang dikemukakan sangat tak berdasar alias dibuat-buat.
Bisa saja media keliru mengutip pernyataan Wamenhub di atas. Namun perlu diketahui, pernyataan di atas dilansir oleh beberapa media massa yang berbeda.
Tapi anehnya saat Kemenhub memberikan titah menghapus subsidi kereta ekonomi, Dirut KAI kala itu, Pak Jonan, sepertinya memilih menurut. Cenderung pasrah. ( Baca: KAI Pasrah Subsidi Kereta Ekonomi Bakal Dicabut)
Pak Ignasius kenal Pak Jonan kan? Kenapa yak kok Dirut KAI yang dipuja banyak pihak, justru tak memperjuangkan besaran subsidi dari pemerintah? Padahal saya yakin beliau sebagai Dirut KAI yang konon cakap, dapat memberikan argumentasi yang kuat untuk menolak kebijakan Kemenhub. Apalagi DPR pun saat itu juga menyatakan keberatannya akan kebijakan tersebut. (Baca: DPR Kritisi Penghapusan PSO Kereta Api).
Tapi bisa jadi beliau berpikir,"Untuk apa saya susah-susah memperjuangkan nasib rakyat, wong menterinya aja ga peduli kok."
Pengalihan subsidi kereta eko untuk KRL: Kebijakan yang diskriminatif?
Alih-alih memperjuangkan besaran subsidi pemerintah, Pak Jonan memilih jalan mudah. Mengikuti saran Kemenhub, yaitu  ‘hanya’ memberikan subsidi pada angkutan perkotaan seperti KRL. Alasannya semata-mata karena jumlah pengguna KRL dan commuter lebih banyak dari pengguna kereta ekonomi. (Baca: Tahun 2015, PSO Akan Dialihkan ke KA Lokal dan Komuter )
Bukankah ini bentuk diskriminasi pemerintah terhadap rakyatnya? Kebjakan ini seperti hendak mengadu domba kepentingan pengguna KRL dan kereta eko. Padahal keduanya berhak mendapatkan subsidi dari pemerintah, seperti yang tertera di UU No 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian.
Darmaningtyas, Ketua Institut Studi Transportasi juga menuliskan opininya dengan sangat baik di Suara Pembaruan, (10/10). Menurutnya, sedikit atau pun banyak, subsidi tarif kereta eko adalah KEWAJIBAN pemerintah dalam mendukung hak mobilitas rakyat. (Baca: Subsidi bagi Penumpang Kereta Api )