Senja, sebentar lagi matahari akan tenggelam dan menara Eiffel akan berpendar.  Aku  ingin berada di sisimu meski sesaat saja.  Kamu yang pernah memberiku cinta yang begitu tulus.  Sebentuk cinta yang pernah kucari.Â
Sang bayu berhembus di tepian sungai dan di jalan-jalan kota, dingin merayapi tubuhku.  Kurindui rambut panjangmu yang menebarkan wangi aroma Sun-silk.  Kulihat sekeliling terus mencari bayangmu di sana.  Sehelai daun kering jatuh merias sepiku. Bias jingga di cakrawala perlahan memudar.  Kubisikkan namamu pada warna ungu yang mulai membentang.
Kenapa sudah jam begini kamu belum juga muncul? Â Sebentar lagi kerlap-kerlip menara Eiffel akan mendandani malam. Â Aku ingin menikmatinya bersamamu, Senja.
Aku ingat novel yang kamu baca, The Moveable Feast, mengenai Ernest Hemmingway dan Paris-nya. Â Kamu pernah bercerita itu padaku di suatu sore tentang gang-gang sempit dan kafe-kafe kecil yang bertebaran di kota ini. Â Ini aku, ada di sini saat ini. Â Aku ingin menyusurinya bersamamu dan duduk di suatu kafe kecil dengan lampu temaram sambil aku menatap sinar syahdu matamu dan bergelung di dalamnya.
Oh, Senja.  Dimana kamu? Aku membuka sekali lagi pesanmu yang terakhir.  Terpaan angin di Pont Neuf menampar lembut wajahku.
[Pram, maafkan aku...] Â Â
Senja, tak tahukah kau bahwa kehangatan cinta yang pernah kau berikan, membelengguku. Biarkan aku tetap di sini merasai kehadiranmu.
[Pram, kamu tahu...kamu pernah ada di saat lelahku, dalam bingkai senyumku, dan banyak hal yang pernah kita lewati. Â Kamu selalu punya tempat di hatiku.]
Senja, aku masih di sini menatap lembayung yang begitu kau kagumi. Â Perlahan dia datang menghiasi langit, merenda kesepian di hatiku.
Saat ini, kala senja luruh di tepi sungai Seine.
Kernen im Remstal, 12 November 2023