Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jagoan

9 Januari 2019   08:01 Diperbarui: 9 Januari 2019   08:17 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Orang bilang hidup itu seperti roda yang berputar. Kadang kita diatas, kadang kita dibawah. Tapi itu salah buatku. Bagiku hidup itu sama. Hal yang terpenting adalah sebuah keyakinan dan tekad untuk meraih kemenangan yang hakiki.

Itulah prinsip kehidupan Guntur dan Vino saat ini. Vino adalah anak tunggal dari sepasang suami-istri Guntur dan Aminah. Aminah meninggal karena penyakitnya kanker payudara. Saat itu Vino masih kecil sekitar 3 tahun. Usia yang cukup belia bagi seorang Vino yang sudah tidak lagi merasakan kasih sayang dari seorang Ibu. 

Suatu hari, Guntur dan Vino merantau ke Pulau Jawa. Mereka disana akan memulai kehidupanya yang baru. Mereka akan menumpang di rumah saudaranya di Surabaya sampai ia mendapatkan tempat tinggal dan uang. Setibanya mereka di Pelabuhan Tanjung Perak, mereka kebingungan mencari saudaranya yang akan menjemputnya. Tiga puluh menit menunggu saudaranya tak kunjung mereka temukan.

Panas mulai terasa dikulit. Vino yang sedari tadi mengekor Ayahya mulai merasa lelah. Mengetahui hal itu Sang Ayah mengajak putra satu-satunya itu untuk berhenti disebuh kios. 

Pandangan Guntur masih menjelajahi sekitar pelabuhan untuk enemukan keberadaan saudaranya. Tiba-tiba pandangannya terhenti eketika ia melihat seseorang menempel selembaran kertas pada dinding tembok sebuah toko yang tertulis lowongan pekerjaan. Kemudian ia berjalan menuju tembok tersebut untuk melihat lebih dekat.

            "Vino kamu duduk disini saja. Ayah mau pergi sebentar. Awas, kalau kemana-mana!" kata Guntur.

            "Ayah mau kemana?" tanya Vino.

            "Sudah tunggu saja disini!" jawab Guntur sambil meletakkan tas bawaannya ditempat duduknya semula.

Guntur langsung melihat selembaran kertas itu kemudian ia mencatat alamat yang tertera dalam lembaran tersebut. Dilihatnya Vino berkali-kali, tapi setelah dilihatnya untuk kedua kalinya Vino yang duduk didepan bangku kios kini menghilang. Guntur segera berlari menuju kios dan mencari jagoannya. Untung saja Vino belum jauh, Guntur menemukannya saat jagoannya itu berada didepan toko mainan. Guntur langsung menghampiri Vino.

            Alangkah terkejutnya, saat Guntur merasa pundaknya ditepuk oleh seseorang dari belakang. Ia langsung membalikkan badan. Ternyata orang itu adalah saudaranya yang ia cari sedari tadi. Ia bernama Darwin.

             "Hey, Guntur!" kata Darwin sambil menunjuk Guntur.

            "Hey, Mas Darwin. Ngagetin aja kamu mas. Gimana kabar keluargamu mas?" kata Guntur bersalaman dan berpelukan dengan Darwin saudaranya.

            "Ya...ya. Kelurgaku baik-baik saja. Itu vino, tur?" tanya Darwin dengan menunjuk kearah Vino yang masih melihat-lihat mainan.

            "Iya mas".  

            "Vino sini! Ini Paman Darwin, beri salam!" panggil Guntur.

            "Wahh... sudah besar ya kamu?" kata Darwin sambil membalas salam Vino.

            Setelah cukup lama berbincang-bincang. Kemudian Darwin mengantarkan Guntur dan Vino kerumahnya. Sesampainya disana, Istri Darwin yang bernama Atun menyambut kedatangan mereka. Tetapi sepertinya kedatangannya tidak diharapkan. Rumah Darwin dan Atun tidak terlalu besar dan mewah. Sehingga Guntur dan Vino selama menumpang disitu tidur di ruang tamu.

            "Kamu mau kerja apa disini?" kata Darwin membuka percakapan.

            "Entahlah mas, aku ikut sampean saja".

***

Matahari telah menyembunyikan wajahnya. Kini hadirlah sang pencerah malam yang selalu ditemani oleh dayang-dayangnya yang cantik dan bersinar yang menyebar diseluruh jagat raya ini. 

Malam itu terjadi perdebatan antara Atun dan Darwin. Makan malam yang dimiliki Atun tidak cukup jika dimakan bersama Guntur dan Vino. Darwin menyarankan Atun untuk menghutang dulu di toko depan, besok akan dibayar Darwin. 

Akan tetapi, Atun tidak mau lantasan hutang yang kemarin belum dibayar masa harus hutang lagi. Guntur yang duduk-duduk bersama Vino di luar mendengar perdebatan itu. Guntur masuk ke dalam dan mengambil uang yang ia miliki dan memberikan kepada Atun. Atun mengucapkan terimakasih.

            "Terimakasih ya, Tur. Tapi maaf sebelumnya ya, memang seperti inilah keadaannya" kata Atun pada Guntur.

            "Ahh...Tur. Kamu ini malah merepotkan saja" kata Darwin merasa tidak enak.

            "Sudahlah, Mas!" jawab Guntur singkat. Guntur kembali duduk di bangku depan bersama Vino yang sedang serius menghitung bintang.

***

Dinginnya pagi terasa ngilu dipersendian. Kabut putih pagi itu menghalangi pandangan Guntur dan Darwin untuk melangkahkan kakinya mencari pekerjaan di pasar. Suara ramai pasar memang menjadi khas tersendiri. Para pedagang mulai berdatangan. Mereka menawarkan dan menjual barang dagangannya kepada pembeli. Sapaan, candaan, rayuan hingga tawar menawar menjadi kebiasaan mereka. Mereka saling berpacu untuk menarik perhatian pembeli untuk membeli barangnya.

Pagi itu, Guntur dan Darwin bekerja sebagai kuli pasar. Mereka mengangkat-angkat barang yang datang dari pinggir jalan menuju dalam pasar. Pekerjaan berat itu mereka lakukan setiap pagi demi memenuhi tuntutan hidup. Suatu ketika saat Guntur beristirahat duduk-duduk didepan toko meubel, ia teringat akan selembar kertas lowongan pekerjaan yang ia dapat di pelabuhan dua minggu yang lalu. 

Sesampainya di rumah, ia segera membersihkan badan dan berpakaian rapi dengan membawa surat lamaran. Tak lupa ia membawa surat pengalaman ia bekerja sebelumnya. Sebelum ia menikah dengan Aminah, ia bekerja di perusahaan terbesar di Banjarmasin. Perusahaan Budi Jaya Agung adalah tempat ia bekerja sebagai kepala pemasaran pakaian. Tugasnya hanya mengecek jumlah barang impor/ekspor dan mengawal pengiriman barang.

Satu tahun bekerja, ia menikah dengan Aminah. Akan tetapi, delapan bulan setelah pernikahan itu, perusahaan tempat Guntur bekerja mengalami kebangkrutan. Itulah yang menjadi alasan mengapa Guntur di PHK. Setelah kejadan itu, Guntur dan istrinya membuka toko kue. Kebahagian kini tercipta diantara mereka. Lahirlah seorang bayi laki-laki yang lucu, yang diberi nama Vino. 

Tetapi, kebahagian itu mulai lenyap. Kanker telah menggerogoti tubuh Aminah. Setelah sepeninggal Aminah, Guntur tidak dapat melanjutkan membuka toko kuenya, sehingga kini toko kue tersebut dijual kepada orang. Dengan bekal pengalaman itulah, kini Guntur memberanikan diri untuk mengisi lowongan di Surabaya.

Guntur berusaha mencari alamat kantor tersebut. Tapi alamat tersebut tak ia ketemui. Padahal matahari mulai menggelapkan dunia pertanda malam akan tiba. Tepat di pukul 17.30, ia masih mencari alamat tersebut tiba-tiba terdengar suara petir. Ia mulai panik apabila akan turun huja. Dari arah selatan ia melirik langit yang tak lagi bersahabat.

Awal tebal dan hitam bersanding dengan suara petir yang memecahkan gendang telinga. Guntur kemudian memutuskan untuk segera kembali ke rumah dan melanjutkn pencariannya besok pagi. Sampailah ia di rumah Darwin dengan selamat sebelum hujan tiba. Dilihatnya Vino yang sudah tidur. Guntur berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan badan lalu menyusul jagoannya untuk beristirahat meluruskan badan dan mempersiapkan tenangnya untuk melanjutkan pencarian.

Keesokan harinya, masih pagi-pagi buta yang berselimut kabut ia segera meninggalkan jagoannya yang masih tertidur pulas. Ia berpesan kepada Darwin jika Vino mencarinya bilang saja mencari kerja untuk melanjutkan sekolahnya. Guntur kemudian pergi dengan membawa tas yang ia lingkarkan pada lehernya. Sebenarnya, saat ini Vino duduk di bangku SD kelas 1, karena Sang Ayah tak mampu melunasi uang SPP jadi dengan terpaksa Vino dikeluarkan.

Kota Surabaya adalah Kota Pahlawan. Dulu disinilah terjadi perebutan bendera Merah-Putih. Para pejuang melawan penjajah demi mempertahankan bendera kebangsaanya tetap berkibar di awan. Kini kota pahlawan menjadi kota yang ramai. Bangunan-bangunan tinggi menjadi pusat perhatian dan tempat wisata menjadi tempat kunjungan wisatawan. 

Langkah demi langkah Guntur terus menelusuri kota ramai itu. Matahari yang kini setinggi sejengkal orang dewasa terasa menghangatkan tubuhnya. Karena cukup jauh ia melangkah, ia mengistirahatkan kakinya dan mengisi perutnya di warung makan. Disana ia memesan makan dan minum secukupnya. Sepuluh menit ia duduk disitu, datanglah seorang paruh baya dan mengajaknya mengobrol.

            "Mau kemana mas?". Tanya seseorang.

            "Saya mau ke perusahaan pakaian di Surabaya. Apakah bapak mengenali alamat ini?". Balas Guntur dan menanyakan sebuah alamat yang akan ia tuju. Laki-laki paruh baya itu melihat alamat itu dan seperti mengingat-ingat sesuatu. Mungkin ia mengetahui alamat ini pikir Guntur.

            "Dari sini silahkan lurus saja 300 meter, ada pertigaan belok kanan. Lalu telusuri jalan situ sekitar 200 meter. Setelah itu lihat di depan Bank Mandiri silahkan berhenti disitu. Dari situ sudah tidak jauh lagi". Jelas laki-laki itu.

            "Umm... terimakasih pak atas bantuannya. Saya akan langsung pergi kesana. Assalamu'alaikum". Guntur berterimakasih pada laki-laki dan segera melanjutkan perjalanan.

            Guntur dengan cepat berjalan mencari kembali alamat yang ia tuju. Setengah jam ia berjalan. Akhirnya ia menemukan juga alamat tersebut. Ia segera masuk dan bertemu seorang wanita dan menyodorkan lamarannya. Wanita itu langsung menelpon atasanya. Tidak lama dari itu Direktur Perusahaan memanggil Guntur untuk interview. Setiap ada tikungan pasti juga ada jalan keluar. Kegembiraan yang tak dapat dilukiskan Guntur. Siang itu, ia seperti tertimpa emas. Ia diterima di perusahan pakaian tersebut. Senang dan haru berkecambuk dihatinya. Ia juga difasilitasi rumah untuk tinggal. Ia berterimakasih kepada Direktur Perusahaan tu dan segera kembali pulang untuk mengabarkan berita ini kepada jagoannya.

            Hari itu juga Guntur dan Vino meninggalkan rumah Darwin. Mereka berterimakasih kepada Darwin dan Atun. Tak lupa  meminta maaf  jika selama ini banyak merepotkan. Dengan senang hati Darwin dan Atun memaafkan mereka. Mereka mendoakan semoga Guntur menjadi orang yang sukses.

***

            "Ayah kita mau kemana?". Tanya Vino.

            "Kita akan pindah ke rumah baru dan jagoan Ayah akan kembali ke sekolah". Balas Guntur dengan nada semangat.

            Tiba-tiba Vino berhenti melangkahkan kakinya.

            "Benar yah? Yee... sekolah lagi. Sekolah lagi". Kata Vino kegirangan karena ia sudah merindukan suasana di sekolah.

            "Iya dong! Sekarang jagoan Ayah sekolah lagi". Kata Guntur sambil menggandeng Vino lari kesenangan.

            Hari pertama bekerja berjalan dengan lancar. Hari itu tugas Guntur mendata barang yang masuk. Tepat ditanggal 6 maret adalah ulang tahun Vino. Guntur memberikan surprise pada Vino. Sepulang kerja dilihatnya Vino di kamar sudah tidur. Guntur membangunkan Vino  sambil membawakan kado ulang tahun. Kado itu berisi perlengkapan sekolah. Vino senang sekali. Ia memeluk dan mencium Ayahnya.

            Suara ketukan pintu pagi itu membangunkan Guntur dari mimpinya. Ia berjalan menuju ruang tamu dan membukakan pintu.

            "Ehh... Mas Joko. Ada apa mas pagi-pagi tumben sudah kemari?". Sapa Guntur sambil melempar senyum manisnya. 

            "Begini Tur, kata bos hari ini kamu tidak usah  masuk kerja dan ini gajimu 3 minggu". Jelas seseorang laki-laki teman Guntur bekerja.

            "Lohh...  kenapa bisa begitu mas? Saya melakukan kesalahan apa?". Tanya Guntur kaget mendengar penjelasan orang itu.

            "Tidak Tur, bos suka dengan caramu bekerja. Teliti dan baik. Jadi bos akan memindahkanmu ke perusahaan yang lebih besar dan membutuhkan seseorang yang seperti kamu". Jawab orang itu.

            "Subhanallah benarkah itu mas?". Tanya Guntur kembali.

            "Iya, ini alamat perusahaan barumu". Kata orang itu sambil memberikan selembar kertas yang tertera sebuah alamat.

            Guntur begitu bahagia mendengar berita itu. Ia seperti keruntuhan emas pagi itu. Segera ia berkemas-kemas sambil tak henti-hentinya mengucap syukur dalam hati. Tak lama dari itu, Vino terbangun. Guntur menyuruh jagoannya untuk segera mandi dan membereskan bukunya. Tanpa pikir panjang Vino langsung bangkit dan mandi. Akhirnya, selesai juga Guntur mengemasi barang-barangnya.

            "Ayah, kita mau kemana lagi?". Tanya Vino yang berjalan disampingnya.

            "Jagoan ayah mau sekolah kan?". Balas Guntur tersenyum manis.

            "Iya". Kata Vino.

            "Ya itu jawabannya. Kita akan melihat sekolahan Vino yang baru dan tinggal ditempat yang lebih ramai dan menyenangkan". Kata Guntur menjelaskan pada jagoannya.

            "Benar yah? Hore...!".teriak Vino kegirangan.

            Hari itu Guntur dan Vino meninggalkan rumah yang diberikan oleh perusahaan pakaian. Ia akan pindah ditempat yang dekat dengan sekolah Vino yang baru dan Guntur akan mendatangi perusahaan barunya. Ia yakin di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Bagaimanapun kondisinya dan keadaannya kita tidak boleh menyerah dan putus asa. Tuhan yang maha mengetahui dan maha merencanakan. Hidup ini seperti panggung sandiwara. Jika kita mau mengikuti sutradara dengan baik maka kita akan meraih kemenangan. Setiap ujian pasti ada akhirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun