Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jalan Cahaya

30 Mei 2023   18:00 Diperbarui: 30 Mei 2023   17:54 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Biarkan aku pergi Brow, yakin ini yang terbaik. Biarkan aku berlalu"BIsik Rio kepada Febri". "Jangan kau bertanya-tanya apa-apa lagi!"

"Baik Brow, aku takkan menahanmu dan aku takkan pernah bisa memaksamu!" Tandas Febri"Brow, sukses yaa!" tanpa ada intruksi atau aba-aba atau surat edaran dari pusat, sahabat sejak kuliah tersebut berpelukan. Selalu benar waktu berkata, ada pertemuan maka aka nada perpisahanan. Celoteh burung di sana "Jika tidak mau berpisah, maka jangan pernah bertemu". Sesuatu yang tidak mudah, jejak telah terukir sebagai kenangan.

"Feb, kau pasti tahu dimana menemukanku. No ku selamanya akan tetap sama!"

***

Waktu berlalu meninggalkan. Satu waktu pada satu cerita." Inti sesuatu adalah kelembutan. Tetaplah jadi orang lembut". Masih ternyiang. Terekam jelas di benak Febri ketika sang sahabat membisikkan di telinga kanan, ketika di depan gerbang sebuah kantor Bank Ternama, di depan jalan sesaat sebelum lepas di tikungan jalan.

"Kau adalah orang hebat kawan, orang yang sadar. Sahabatku terbaik mengajariku kenal dengan Tuhan!" Bales Febri.

Lanjut Febri sambil berteriak "bintang terang itulah dirimu. Takkan redup kau menjagaku dan mengajari. Kau yang paling mengerti. Aku akan kehilanganmu sobat!" pungkas teriakan Febri entah terdengar, entah pula tidak oleh Rio di persimpangan.

***

Satu jam berlalu kira-kira. Sekali lagi Febri cek dan cek masih centang satu. Di telepon WA hanya tertulis memanggil. Di telepon biasa, no tidak dapat dihubungi. Seterusnya untuk waktu yang lama dan untuk hari-hari berikutnya masih sama. Ada apa denganmu sobat, Febri perdebatkan seorang diri di tiap waktu sendirinya. Kekosongan jiwa...

"Kamu yang seharusnya duduk di sini, bukan aku. Aku tak pantas. Ini punyamu" sahut Febri. "Aku mengambil hakmu, aku yang salah, karenanya aku yang seharusnya pergi. Sobat, aku tak merencanakan semuanya, tak ada niatan dariku. Tidak sobat, tidak demikian. Maafkan aku sobatku jika karena itu!"

"Kamu marah padaku sobat, aku memang pantas untuk kau caci maki. Kau adalah pimpinanku juga, pantas kau hukum aku. Bukan aku yang menghukummu. Sangat kejam dunia ini!!!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun