Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Ksatria

27 November 2023   11:23 Diperbarui: 27 November 2023   12:04 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Benar, Ki!" Salah satu murid Ki Midang menjawab.

            "Hahahaa... cari mati dia!" seru Ki Midang, diikuti tawanya yang terbahak. Ketiga murid Ki Midang saling tatap, lalu ikut terbahak bersamanya.

            Tiga hari selepas itu, seorang murid Ki Midang tertangkap warga saat sedang mencuri seekor kambing di sebuah kampung. Warga mengikat orang itu, setelah sebelumnya beramai-ramai menghadiahinya dengan satu dua tinju. Di depan kuwu, orang itu mengaku kalau selama ini murid-murid padepokan Barata Wani diperintahkan oleh Ki Midang untuk membuat keonaran di wilayah Kademangan Wetan. Ia juga mengaku jika Ki Midang berencana untuk menyerang Kademangan Kulon dengan maksud merebut kekuasaan Demang Wiratmaja.

**

            Terlambat!

            Sebelum Demang Wiratmaja memerintahkan pasukannya bergerak ke wilayah Kademangan Wetan, murid-murid Ki Midang sudah terlebih dulu menyerbu Kademangan Kulon. Tak lama setelah ia mendengar anak muridnya tertangkap warga, Ki Midang murka. Tanpa babibu, lelaki tua itu segera mengerahkan murid-muridnya untuk menyerang Kademangan Kulon.

            Tak ayal, banyak warga Kademangan Kulon yang menjadi korban. Tak hanya itu, Demang Wiratmaja dan pejabat Kademangan lainnya, berhasil ditawan oleh Ki Midang di sebuah gua tak jauh dari lereng gunung.

            Semenjak saat itu, otomatis kedua wilayah Kademangan Kulon dan Kademangan Wetan hidup di bawah perintah Ki Midang. Kesewenang-wenangan yang kerap dipamerkan oleh Ki Midang dan anak buahnya, membuat warga di kedua wilayah semakin menderita. Jika ada yang berani membantah, maka siap-siap nyawa akan melayang.

            Akhirnya, tak ada satu pun warga yang berani melawan. Terlebih saat mereka tahu, kalau Ki Midang memiliki ilmu kanuragan yang membuatnya kebal dan berumur panjang. Di saat purnama bersinar penuh, Ki Midang kerap melakukan ritual menyucikan diri dengan darah ayam cemani. Perjanjiannya dengan setan alas penghuni hutan Sanghyang Jati, berhasil melambungkan harapnya untuk menguasai negeri.

            Namun sayang... Ki Midang lupa kalau di atas langit, masih ada langit. Menurut penuturan Paduka Guru kepada Uguh di malam itu, kesaktian Ki Midang akan hilang jika lempeng batu berisi mantra penolak bala, ditempelkan pada dinding gua yang ada di lereng Gunung Sanghyang Sunda. Oleh sebab itulah, di suatu malam, Uguh beserta kedua adiknya Sulis dan Ramb, mengatur strategi untuk balik menyerang Ki Midang dan komplotannya sesuai petunjuk Paduka Guru.

            Berhasil. Uguh akhirnya bisa melumpuhkan Ki Midang, tepat setelah Sulis sukses meletakan lempeng batu ke dinding gua di lereng gunung, yang juga tempat Demang Wiratmaja beserta yang lainnya ditawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun