Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Ksatria

27 November 2023   11:23 Diperbarui: 27 November 2023   12:04 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Suara rintihan itu berubah menjadi erang kesakitan. Langkah Rambe semakin mendekat. Secepat kilat tangannya menarik bilah tombak dari belakang punggungnya. Mata tombak yang runcing, nampak mengkilat terkena matahari.

            "Siapa itu?" kembali Rambe berteriak. Ujung tombaknya menyingkap belukar yang ada di depannya.

            "Tool...oongg...!"

            Dari balik belukar, Rambe melihat ada tangan penuh darah yang melambai. Tanpa pikir panjang, Rambe menarik tangan itu. Terlihat seorang laki-laki penuh luka dengan baju tercabik, menggelepar kesakitan saat Rambe menyeretnya ke arah gapura. Sesampainya di samping gapura, Rambe menyuruh laki-laki itu untuk duduk.

            "Tol...oong...!"

            Laki-laki itu kembali merintih dengan suara terbata. Tubuhnya masih terbujur tanpa daya. Sulis yang sedari tadi diam mematung, perlahan menghampiri laki-laki itu.

            "Siapa kamu?" tanya Sulis sambil berjongkok di sampingnya.

            "Kalian...hh-haruus segg-gera ke pp-pendappa ...!" laki-laki itu berseru pelan.

            "Demm-mang Ww-wiratt-tmaja semm-malam terr-rtangkpp kk-komplott-tannya Kk-ki Mm-midaang!"

            Tak lama, laki-laki itu tak lagi bergerak. Kepalanya terkulai di atas puing tembok gapura.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun