Suara rintihan itu berubah menjadi erang kesakitan. Langkah Rambe semakin mendekat. Secepat kilat tangannya menarik bilah tombak dari belakang punggungnya. Mata tombak yang runcing, nampak mengkilat terkena matahari.
      "Siapa itu?" kembali Rambe berteriak. Ujung tombaknya menyingkap belukar yang ada di depannya.
      "Tool...oongg...!"
      Dari balik belukar, Rambe melihat ada tangan penuh darah yang melambai. Tanpa pikir panjang, Rambe menarik tangan itu. Terlihat seorang laki-laki penuh luka dengan baju tercabik, menggelepar kesakitan saat Rambe menyeretnya ke arah gapura. Sesampainya di samping gapura, Rambe menyuruh laki-laki itu untuk duduk.
      "Tol...oong...!"
      Laki-laki itu kembali merintih dengan suara terbata. Tubuhnya masih terbujur tanpa daya. Sulis yang sedari tadi diam mematung, perlahan menghampiri laki-laki itu.
      "Siapa kamu?" tanya Sulis sambil berjongkok di sampingnya.
      "Kalian...hh-haruus segg-gera ke pp-pendappa ...!" laki-laki itu berseru pelan.
      "Demm-mang Ww-wiratt-tmaja semm-malam terr-rtangkpp kk-komplott-tannya Kk-ki Mm-midaang!"
      Tak lama, laki-laki itu tak lagi bergerak. Kepalanya terkulai di atas puing tembok gapura.
***