Zahid mengangguk.
“Gini ya, san. Semua yang ada didunia ini gak bisa didapatkan dengan mudah, banyak rintangan. Tapi kita perlu berusaha mendapatkannya. Kata kamu itu benar ridho abuya lebih penting tapi kalau kita naik panggung itu akan membuat abuya senang pastinya abuya ridho dengan pencapaian kita,”.
Aku membayangkan bisa naik panggung mendapatkan faiz amm dan mendapatkan rida’dari abuya. Aku tertawa. Tinggi sekali angan-anganku.
Aku melirik jam tam tangan sudah menunjukkan setengah tujuh, waktunya siap-siap untuk belajar diniyyah.
“Mau kemana san?” tanya Zahid.
“Siap-siap dars biar dapat faiz amm dan rida’ dari abuya,” jawabku.s
Zahid tertawa.
*****
Setelah solat ashar semua kegiatan belajar semuanya berhenti, waktu istirahat. Hanya ini waktu yang panjang selama 24 jam selama kegiatan di pesantren selain waktu malam, waktu tidur.
Aku menenteng kitab keluar dari masjid. Aku berdiri di salah satu tiang menikmati suasana sore. Mataku tak sengaja melihat dipojok masjid disana Zahid duduk berhadapan dengan Ustadz Mundzir, ia belajar tambahan dengannya. Perhatianku teralih padanya. Zahid tampak memperhatikan pejelasan Ustadz Mundzir. Aku teringat dengan ucapannya pagi tadi, tentang keinginannya menjadi faiz amm pada akhir sanah nanti.
Aku memperhatikan kitab di pelukanku, kalau Zahid bisa berkeinginan mendapatkan faiz amm diakhir sanah apa aku bisa sepertinya? aku juga pasti bisa seperti Zahid tak apalah tidak mendapatkan faiz amm tapi setidaknya menjadi nilai semperna nanti di ujian akhir sanah.