Mohon tunggu...
Muhammad Dahlan
Muhammad Dahlan Mohon Tunggu... Petani -

I am just another guy with an average story

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Puisi, Buruh dan Anjingnya

25 Februari 2017   21:02 Diperbarui: 26 Februari 2017   18:00 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku tidak butuh usaha atau pekerjaan lain.”

“Kamu ingin membusuk sebagai pengemudi sepanjang hidupmu?”

“Aku mencintai pekerjaanku. Aku suka membaca dan menulis. Ini telah cukup buat hidupku.”

“Oh, tentu. Kamu senang untuk hidup di selokan dan menonton orang lain mendaki gunung kegemilangan!”

“Bapak, ibu benar,” putrinya menyela, muncul tiba-tiba.

“Sini. Ke sini, Nak” kata Sam penuh semangat, memberikan surat kabar kepada putrinya, “Puisi bapak dimuat di surat kabar. Baca dan ceritakan bahwa kau menyukainya.”

“Kamu bisa membacanya nanti. Makan sarapanmu,” potong ibunya dengan tegas, “Kamu hampir terlambat pergi ke sekolah.”

“Bawa surat kabar ini. Perlihatkan kepada teman-temanmu, kepada gurumu,” bujuk Sam kepada putrinya.

Suara klakson terdengar dari halaman depan. Anak gadis itu memasukan surat kabar ke dalam tas dan bergegas keluar. Sam penuh semangat mengikuti berjalan di belakang putrinya menuju pintu depan dan berteriak padanya, “Puisi bapak ada di halaman paling belakang, judulnya Menyongsong Fajar”

Seorang anal laki-laki menunggu di atas sepeda motor. Mungkin teman sekolah putrinya. Pacarnya, mungkin... Sam baru menyadari betapa sedikit yang dia tahu tentang anak satu-satunya itu. Sam berharap putrinya akan menghargai puisi, bakat, karya tulis jeniusnya.

Sam memperhatikan putrinya yang berbicara dengan anak laki-laki di atas motor. Anak laki-laki itu menunjuk jok belakang, mengatakan kepadanya bahwa jok itu kotor. Kemudian, putrinya mengambil surat kabar dari dalam tas. Sam antusias, mungkin putrinya akan menunjukan puisi bapaknya kepada teman sekolahnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun