"Begitulah ceritanya. Pertemuan ayah dengan Danang, pewaris Perguruan Awan, banyak sekali membuka mata ayah. Meskipun sejujurnya ayah kalah telak darinya. Namun kekalahan itu membuka mata ayah untuk lebih banyak lagi melakukan eksplorasi keilmuan yang ayah pelajari ini.", ucap ayah sambil tersenyum.
Aku tertegun mendengar cerita ayah.
"Kekalahan, bukanlah akhir dari segala-galanya. Ia bisa menjadi bermanfaat manakala hatimu terbuka, pikiranmu terbuka, untuk menerima.
Sebab hanya diri yang terbuka sajalah yang dapat dimasuki ilmu.Â
Setelah sebelumnya keyakinan ayah berhasil diruntuhkan oleh Danang, namun ia jugalah yang mengembalikan keyakinan ayah.
Keyakinan, adalah pondasi segala aktivitas. Dan aktivitas hati lebih penting dari aktivitas fisik. Namun usaha untuk menyempurnakan keduanya merupakan tuntutan yang harus dilakukan terus menerus, meskipun kadar tuntutan pada masing-masingnya berbeda.
Suatu saat, dalam episode hidupmu, manakala kau mendapatkan kekalahan maka terimalah dengan lapang. Sebab itu baik buatmu...", lanjut ayah menasehatiku.
Entah kenapa aku menjadi begitu berasa bersemangat mengenar nasehat ayah.
"Mari, kita lanjutkan latihan... Kamu harus menyempurnakan Sosro Birowomu dengan baik!", ucap ayah.
Aku mengangguk dengan penuh keyakinan.
Â