Mohon tunggu...
Marzuki Umar
Marzuki Umar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

Penulis adalah Dosen STIKes Muhamadiyah Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Santri Pencari Derma, Positifkah?

7 Desember 2023   12:26 Diperbarui: 7 Desember 2023   12:37 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukankah "waktu itu laksana pedang?" Para santri pencari derma ini harus memiliki ketajaman mata serta jangkauan yang cepat sesuai dengan waktu dan keaadaan wilayah yang dimasukinya. Tidak tertutup kemungkinan rumah-rumah yang dilaluinya itu, tuannya baru berada di kediamannya itu menjelang dhuhur atau ashar. 

Otomatis mereka harus mengejar waktu untuk menjumpainya. Yang cukup memilukan lagi, waktu shalat telah tiba, mushalla atau masjid jauh dari jangkaunnya. 

Dalam dirinya terukir, shalat bisa sebentar lagi, yang penting adalah infak harus terwujud. Saat itu pula shalat mulai dinafikan termasuk berjamaah sekalipun. Sikap ini tidak tertutup kemungkinan akan terus berlanjut sepanjang perjalanannya. Uang memang selalu di dompet tapi shalat selalu kepepet. Akhirnya, petaka jiwa terus melengket.

Kejujuran Terpaksa Dikesampingkan 

Disiplin, tanggung jawab, dan amanah merupakan langkah konkret terhadap keberhasilan seseorang. Para santri pencari derma adalah sosok manusia, bukan para malaikat. Calon-calon ilmuan agama ini memiliki napsu sama dengan kita yang lainnya. Mereka butuh makan, minum, HP, dan hal-hal lainnya untuk kebutuhan dan kepentingan hidup, terutama di perjalanan saat upaya mengantongi derma. 

Sudah barang tentu hari demi hari jiwanya akan terpaksa mengesampingkan kejujuran demi kebutuhaan tersebut. Tak mungkin mereka akan membawa pulang hasil sebagaimana yang diperolehnya. 

Sekalipun persentase mungkin disepakati, tetapi kebutuhan lebih berarti, sehingga amanah adakalanya harus dikuburkan. Dengan demikian, secara tidak langsung anak tersebut akan terpupuk ketidakjujuran dalam jiwanya, yang berakibat fatal bagi dirinya, orang tua, dan masyarakat kelak.

Musibah, Siapa Yang Bertanggung Jawab?

Musibah atau kecalakaan, besar atau kecil, itu  tidak ada seorang pun yang menginginkannya. Akan tetapi, kehendak Allah tiada seorang pun yang mengetahuinya. Nah..., hiruk-pikuk perjalanan sudah tidak asing lagi dalam kehidupan. Terlebih, area-area yang dilauinya itu semraut di waktu-waktu tertentu. 

Pengguna jasa jalan pun kadang kala ada yang angkuh atau kurang memahami terhadap kebersamaan di jalan, sehingga kendaraan yang dibawanya itu berlalu begitu cepat. Masalah keselamatan dirinya dan orang lain tak ada dalam pekirannya. Yang penting bagi dirinya itu bisa beraksi sampai di tempat tujuan dalam waktu yang singkat. Konon, jumlah kendaraan bermotor roda dua dan roda empat pun kian membludak.`

Situasi tersebut tidak bisa dipungkiri. Kecelakaan bahkan sering terjadi. Apabila musibah tersebut tertimpa kepada santri yang sedang mencari derma, siapa yang bertanggung jawab terhadapnya. Terlebih, para santri yang ditugaskan itu akan menjelajahi antar Kabupaten/Kota. Sementara sang orang tuanya itu mengukuhkannya di lembaga dayah harapannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun