Bagaimana hal tersebut dapat terungkap? Saat mereka diberikan dan ditugaskan untuk mencari derma, biasanya enggan untuk ditolak. Bahkan mereka merasa malu apabila ajakan dan seruan gurunya itu tidak mau melaksanakannya. Sejak itulah belajar dan menghafal mulai ditinggalkan.Â
Sikap ini tentu tidak disengajakan tetapi sikonlah yang menentukan. Mereka turun pagi dan pulang sore atau boleh jadi sekali-sekali lepas magrib dalam upaya mengumpulkan dana untuk dayah/pesantren.Â
Sesampai di pondok, dalam keadaan penat dan melemah, secara otomatis untuk belajar dan menghafal pun terpaksa dilupakan. Solusinya adalah istirahat atau tidur sepanjang malam.
Selain itu, bagi santri yang pada dasarnya memang malas belajar, kepercayaan mencari derma adalah suatu kesempatan besar. Dirinya berharap untuk diajak saban waktu mendapatkan uang infak itu. Belajar bebas uang pun ada di tangannya walaupun tak seberapa. Dengan begitu, lembaga dayah baginya hanya sebatas tempat singgah belaka.
Bayangkan, apa yang akan terjadi apabila sang santri ini terus saja diberi tugas dimaksud walau secara bergantian. Sehari berangkat, minimal dua atau tiga mata pelajaran yang mereka tinggalkan.Â
Terlebih, arahan gurunya itu tak inklut ke jiwanya karena dia hanya terus memikirkan dan memikirkan bagaimana cara memperoleh uang sumbangan atau infak yang akan dibawa pulang.Â
Ingatan dan bidikannya tidak lagi pada lingkup ilmu tetapi lebih kepada pintu-pintu gerbang bea yang bertajuk "infak". Ini suatu mala petaka bagi santri dan orang tuanya, terlebih bila perlakuaan seperti itu akan berlangsung berbulan-bulan.
Shalat Tak Menentu
Harapan orang tua/masyarakat yang utama dan pertama pada diri anaknya setelah diantar ke lembaga tarbiah tersebut agar mereka senantiasa melaksanakan shalat tepat waktu secara berjamaah di mushalla atau masjid lembaga itu. Ini kewajiban mutlak.Â
Melalui tuntunan sang gurunya, mereka akan terus berjamaah dalam lima waktu shalat fardhu. Walaupun adakala sebagian sulit mengubah kebiasaan di kampungnya, shalat tepat waktu secara berjamaah harus tetap dijalankan bersama di area dayah/pesantren kebanggaannya. Ini tentu tidak terlepas dengan payung hukum yang disampaikan gurunya berdasarkan sunnah.
Lalu..., mungkinkah fenomena ini akan berlanjut sepanjang waktu? Jawabannya...tidak! Perjalanan mencari cuan yang berujung infak tentu membutuhkan waktu yang tepat.Â