Semuanya disimpan dan dikelola langsung oleh Mahmudin. Hingga akhirnya pengerjaan memperbaiki jalan dimulai. Jalan mulai diaspal dari  sudut paling barat dan apabila sesuai rencana berakhir di depan rumah kang Tinus yang berada paling timur desa. Namun sudah sebulan lebih, pengaspalan jalan belum kunjung sampai di depan rumah kang Tinus. Jangankan sampai di sana, pengerjaan jika dihitung-hitung baru sepertiganya saja.
Rasman mengeluh, "Sudah sebulan lebih tapi pengaspalan jalan mentok segitu saja ya?"
"Iya, para pekerjanya malas ini," kata Pardun.
"Harusnya kita saja yang melakukannya." Tegas kang Tinus.
Rasman tertawa, "Kita mana bisa kang. Mengaspal jalan itu bukan perkara mudah."
Akhirnya mereka tertawa. Mereka sadar, taraf pengetahuan warga Meduran sangat terbelakang. Perkara material untuk mengaspal saja mereka tidak tahu, apalagi mengaspal jalan itu sendiri. Mereka tertawa karena mereka sadar kalau mereka terbelakang.
"Tapi..." Pardun memecah tawa.
Kang Tinus menimpali, "Tapi kenapa dun?"
"Apa kalian tidak merasakan keanehan? Maksud saya, perasaan dulu kita menyumbang banyak sekali barang dan uang, tapi buat mengaspal jalan yang panjangnya tak seberapa belum nyukup?"
Rasman menanggapi, "Ya mungkin harga materialnya mahal dun, belinya jauh, butuh ongkos juga ke sananya."
"Saya rasa Pardun ada benarnya. Namun kita tidak tahu juga apa yang dilakukan Mahmudin dengan sumbangan yang kita berikan."