Mohon tunggu...
Marshel Leonard Nanlohy
Marshel Leonard Nanlohy Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Finding God In All Things

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Makan Malam (Cerita Pendek)

13 Juli 2024   10:13 Diperbarui: 13 Juli 2024   10:19 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dira selalu membuatku berpikir dan merenung. Isi kepalanya ada-ada saja, mungkin itu juga yang membuatku tertarik dengannya. Aku selalu dibuat takjub oleh pemikirannya, dan kekagumanku tidak berhenti sampai di situ.

Jika kepalanya bisa dibuka, aku yakin isinya terdiri dari jutaan pemandangan yang indah, bentuk-bentuk langit yang megah, namun juga kompleks, atau, jika memang bukan pemandangan, aku yakin isi kepalanya adalah rumah megah yang lantainya dilapisi marmer dan emas. Sementara itu, pada bagian dindingnya tertanam puluhan berlian, yang jika terkena sinaran lampu, akan berkilauan menghiasi ruang-ruang di kepalanya.

Aku senang memiliki pasangan yang bisa membuatku hanyut, larut terbawa arus obrolan. Dira juga memiliki cara pandang yang unik dalam melihat sesuatu, mirip sekali dengan ayah. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa aku jatuh hati padanya.

Sebagai seorang pendengar, Dira selalu memberikan ide-ide yang tidak terpikirkan olehku. Setiap kali kami berbincang, rasanya aku dan Dira sedang duduk di luar angkasa, menghadap ke bumi, seolah bisa bernapas di bagian terluar dari alam semesta ini, aneh rasanya.

Aku, yang gemar mengisi hari dengan menulis, senang sekali bisa ketemu premis-premis kecil dari isi pikiran Dira. Terkadang, saat dia melontarkan pendapatnya, aku terdiam, seketika mengeluarkan ponselku, dan mencatat kata-katanya di notes. Ya, Dira kadang terganggu dengan kebiasaanku itu, katanya, "Ah, kamu mah, obrolannya jadi enggak seru," keluhnya dengan nada bercanda.

Wajahnya sangat manis. Bukan bermaksud gombal, tapi sejujurnya, matanya sudah sangat indah meski tanpa soft lens warna abu-abu. Bulu matanya berbaris rapi, melengkung ke atas seperti barisan ombak yang berdebur di tepian pantai, sekalipun tanpa memakai extension favoritnya. Dira memiliki bulu mata yang lebih lentik dari bulu mataku. Tidak hanya itu, hidungnya juga memiliki bentuk yang lucu, lengkap dengan tahi lalat di batang hidung bagian atas, tepat di pinggir alis yang membuatnya semakin cantik.

Tatapannya yang tajam, selalu menyihirku setiap kami saling tatap ketika sedang berbicara. Sama seperti pipinya yang merona, tanpa perlu memakai blush on, Dira juga memiliki bibir yang melekuk indah. Jauh berbeda dengan bibirku yang pucat, tidak terawat, dan hampir setiap saat pecah-pecah, meskipun sudah banyak minum air putih.

Dira memiliki kemampuan berpikir yang selalu aku kagumi, dia juga pandai merawat diri, serta penampilannya, tidak hanya itu, paras wajahnya juga sangat manis, bahkan terlalu manis untuk dilupakan.

Aku beruntung bisa mengenal Dira, sosok perempuan yang paling kuat yang pernah kutemui, setelah ibuku sendiri, tentu saja. Dira telah memberikanku banyak hal-hal baru yang bisa aku gunakan untuk menulis premis, tidak hanya itu, dialah yang mengajarkanku cara untuk menulis kisah hidup dengan langgam-langgam yang indah.

*

Setelah selesai dengan urusannya di kamar mandi, Dira menghampiriku dari belakang, memegang kedua pundakku, sambil mencoba mengejutkanku. "Dorrr!" kejutnya, sambil sedikit berbisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun