"Sama-sama, Bu. Saya juga terima kasih sudah boleh pinjam goloknya. Saya permisi ya, Bu. Mari Pak Karto, mari Nak Doni. Selamat sore."
***
"Kita diberi sate kambing, Mak?" Doni langsung menyerbu mamaknya.
"Iya, ini pegang sebentar."
Bu Parni menyerahkan bungkusan daun dari pakde Mahmud kepada Doni kemudian berjalan memandang ke arah Pak Karto. "Ini goloknya saya taruh di kotak perkakas ya, Pak. Sekalian mau ambil piring dan nasi di dapur."
Pak Karto menatap sekilas golok yang ada di tangan bu Parni dan kemudian menangguk pelan.
Dengan bungkusan di tangannya dan dengan kembalinya golok kesayangan bapaknya, Doni dengan wajah berbinar berani berbicara dengan bapaknya.
"Bapak, kita makan sate kambing malam ini. Doni senang akhirnya bisa makan sate kambing. Bapak juga, kan?"
"Bapak tidak bisa makan sate kambing, Doni." Bu Parni kembali ke ruang tengah dengan membawa dua piring dan satu bakul nasi.
"Bapak tidak suka sate kambing, Mak?"
"Bapak punya penyakit darah tinggi, jadi sate kambing tidak baik untuk kesehatan bapak." Bu Parni membuka bungkusan daun yang di dalamnya berisi sepuluh tusuk sate kambing. "Apalagi sekarang bapak masih marah," lanjut bu Parni sambil berbisik.