Sate Kambing
Karya Veronica A. Maria
"Jadi hari ini hari kurban, Pak?" Doni terus membuntuti bapaknya yang sedang menyiapkan peralatan ke ladang.
"Iya, hari kurban. Tetangga kita pada pergi ke masjid buat menyembelih kambing dan sapi," jelas pak Karto dengan sabar.
"Kambing dan sapi? Masjid kan buat sembahyang, Pak, kok malah ada kondangan?"
Akhirnya, Doni duduk di kursi rendah dekat bapaknya sambil terus mengamati pak Karto yang mulai mengasah parang. Sesekali pak Karto membalik sisi parang, membasahinya dengan air sebelum mengasahnya kembali pada sebuah papan batu.
"Bukan kondangan, Nak. Namanya hari kurban, ada tetangga kita yang mengurbankan kambing dan sapi untuk dimakan bersama-sama. Itu dilakukan setelah mereka sembahyang bersama," jawab bu Parni dari dapur di samping pak Karto mengasah parang.
Doni mencoba mencerna penjelasan ibunya. Mata yang tadinya fokus mengamati tangan bapaknya kini beralih tertuju pada mamaknya.
"Setelah sembahyang ada acara makan-makan? Makan bersama? Jadi kita bakalan diundang buat makan bersama? Kok mamak gak ikut masak?"
Dengan polos Doni menyampaikan rentetan pertanyaannya. Dia sempat membayangkan makan daging kambing dan daging sapi yang sangat jarang dinikmatinya, tapi seketika angannya sirna mengingat mamaknya yang masih sibuk di dapur kecil mereka. Cairan yang sempat mengucur di rongga mulutnya sudah tertelan habis.
"Lihat, mamak sudah memasak semur ayam buat Doni. Mamak hanya ambil sedikit untuk bekal mamak dan bapak ke ladang. Yang tertinggal di panci semua buat Doni. Doni boleh makan sambil menonton televisi."