"Rp 10. 000 saja," katanya santai seperti menagih kepada orang yang dikenal.
"Apa? Kamu pikir ... ," satu pukulan mendarat di mulut.
"Kalau tidak ada uang, jalan saja," ia menendangnya.
"Cepat mati ya!" katanya.
"Ayo, patungan! 5. 000-lah per orang," pintanya kemudian kepada teman-temannya.
Mencari arak di kampungnya tidak susah. Sebagian orang menghidupi keluarga dengan menyadap aren, kemudian diolah menjadi sopi4. Per botol air mineral kecil, biasa dihargai Rp 25. 000, itu untuk kelas menengah. Kalau mau yang lebih kejam lagi kerasnya, disebut BM5 (bakar menyala) biasa dihargai Rp 50. 000/botol air mineral kecil.
"Kalian tahu sekarang terjadi apa? Kok kalian masih main-main? Mengerti kan social distancing? Masih kumpul-kumpul saja!" bentak Pak Zaver, ketua RT.
Teman-temannya menunduk takut. Vindi sudah mulai pusing. Kesadarannya terbang ke dunia lain. Ia mencoba bangkit. Dibantingnya sloki di tangannya. Di sepaknya api yang masih membara, sebelumnya mereka memanggang ayam hasil curian.
"Hei ...!" teriaknya.
"Kenapa harus takut dengan virus corona itu? Harusnya kita takut sama Tuhan, bukan virus!" katanya.
Pak RT sesaat terdiam. Ia tahu betul watak salah satu warganya yang miring itu. Pak RT mengambil sikap sopan. Sebab pak RT tahu betul menghadapi orang mabuk.