Mohon tunggu...
Manjaro Pai
Manjaro Pai Mohon Tunggu... Freelancer - Ayahnya Manjaro

Every day for us something new Open mind for a different view And nothing else matters (Metalica)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | 5 Menit di Liang Lahat Ibu

1 April 2020   14:38 Diperbarui: 1 April 2020   19:34 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudah Dek barusan. Paling tunggu kereta selanjutnya sekitar satu setengah jam lagi," jawab bapak berperut gendut yang duduk di dalam ruang kepala statsiun.

Jawaban yang sebetulnya sudah dia ketahui membuatnya lemas dan terduduk lesu di tangga pintu masuk ruangan itu.

"Tunggu aja di sana dek. Ada banyak kursi, biar nyaman," bapak gendut tadi menyarankan.

"Tidak Pak. Kalo boleh, saya duduk disini saja dekat bapak. Boleh?" Jojo menjawab sambil matanya menatap tajam ke arah segerombolan pemuda yang sedang bercanda dan tertawa di deretan kursi ruang tunggu.

Si bapak gendut itu menatap sejurusan dengan pandangan Jojo. Tampak sekelompok anak muda yang katanya sering memalak anak-anak sekolah semacam Jojo, maka mngertilah bapak gendut itu mengapa Jojo memilih duduk di lantai tangga ruangannya. Jojo bercerita kepada bapak tersebut bahwa dia sempat beberapa kali menjadi korban dipalak oleh anak anak tersebut.

Hari terus berganti. Seperti manusia pada umumnya Jojo mulai terbiasa dengan aktivitas keseharian dan situasi di stasiun. Dari awalnya takut dipalak, lama-lama Jojo malah bergabung dengan berandalan tadi dan ikut-ikutan malak. 

Sampai suatu hari target sasarannya adalah seseorang yang berasal dari sekolah yang sama dengan Jojo. Dia menolak ikut. Bahkan dia malah membantu dan melindungi kawan satu almamater tersebut, hingga akhirnya terjadi pertengkaran antara Jojo dan ketua berandalan tersebut yang berujung dengan perkelahian satu lawan satu.

Perkelahian dilakukan di sebuah tempat pencucian kereta berbentuk sumur besar sedalam satu setengah meter dengan diameter sekira lima belas meter. Mereka berdua melakukan perkelahian tanpa teknik beladiri. 

Beruntung Jojo setiap pagi aktif berlari mengejar kereta sehingga fisiknya lebih siap dan kuat di banding kawan berandalnya. Sejak saat itu dia menjadi salah satu orang yang disegani di antara para berandalan kecil di stasiun itu. 

Tentu saja dia sudah tidak lagi khawatir untuk pulang terlambat. Terkadang saat Magrib dia baru sampai di rumah dengan alasan kuat, keretanya terlambat.

Hampir tiga tahun Jojo menjalani hari-hari yang keras dengan tetap mengutamakan prestasi di sekolahnya. Tiba saatnya kelulusan dan Jojo pun lulus dengan nilai memuaskan sehingga dia punya kesempatan untuk masuk Sekolah Menengah Atas paforit di Kota Bandung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun