Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

High Telepathy Terror

16 Oktober 2018   08:39 Diperbarui: 22 Oktober 2018   15:11 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: circleofthedolphins.wordpress.com

Seorang perempuan muda tergeletak di tempat parkir motor Apartemen Kalibatu City, Jakarta Selatan pada 22 April 2018 pukul 21.29. Ia diduga melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 8 apartemen tersebut.

Polisi bergerak cepat. Mengidentifikasi korban dan tidak membutuhkan waktu lama diketahui perempuan itu bernama Marisa berusia 21 tahun berasal dari Bogor.  

Dari hasil pemeriksaan polisi, tidak ada orang lain di apartemen itu. Satu-satunya tanda yang diharapkan bisa memberikan petunjuk atas kematian Marisa adalah data di hpnya.  

Setelah hp itu berhasil dibuka dari password-nya. Ada dua pesan yang masuk di jam sebelum ditemukannya mayat itu. Pertama dari seorang bernama Betle dan satu lagi dari nama perempuan yaitu Jasmin.    

Ada percakapan antara Marisa dengan Betle malam itu di WA Marisa:

"Met malam sayang. Masih di kantor?"

"Masih honey. Sebentar lagi pulang?"

"Aku sudah di apartmen. Apakah mas tidak lagi sibuk?"

"Tidak honey. Aku akan segera datang ke apartemen"

"Aku ada kejutan untukmu mas?"

"Oh ya?. Jadi penasaran."

"Okey, bye"

"Bye."

Sementara di percakapan yang lain, Marisa berbalas pesan dengan Jasmin.

"Sebaiknya kamu jangan ganggu suamiku lagi"

pesan Jasmin.

"Ma'af ini dengan siapa?"

"Saya istrinya Mas Betle"

"Saya tidak pernah mengganggu suami Mbak"

"Bohong!"

"Kalau tidak percaya tanya aja langsung ke Mas Betle"

"Gak mungkin masku tetarik perempuan lain kalau perempuan itu gak gatel"

"Kok Mbak kasar gitu"

"Jelas dong!. Siapa yang gak marah suaminya diganggu. Dasar pelakor!"

"Enak saja. Dia yang ngejar-ngejar saya"

"Sok cantik lu!"

"Asal elu tahu, gue sedang hamil dua bulan dari benih mas Betle. Dan mas Betle berjanji  akan menikahi gue"

"Bangsat! dasar jobong!"

Pesan berhenti sampai disitu.  

Sampai diketemukan mayat itu, tidak ada pesan lain yang masuk malam itu.

Polisi mengarahkan penyelidikan ke dua orang yang mengirim pesan kepada Marisa yaitu Betle dan Jasmin.  Namun demikian, secara alibi tidak ditemukan tanda yang menunjukkan dua orang ini sebagai pelaku langsung terkait dengan meninggalnya Marisa.

Sementara spekulasi lain ada orang yang masuk apartemen Marisa dan mendorong Marisa sampai jatuh dari lantai 8 apartemennya juga tidak ada tanda-tanda mengarah ke situ. Tidak ada sidik jari yang menunjuk ke arah itu.  

Akhirnya polisi menyimpulkan bahwa memang Marisa mati karena bunuh diri dengan kemungkinan alasan stres dengan kehamilannya.  Betle merasa sangat terpukul dengan meninggalnya Marisa. Ia tidak menyangka hubunganya dengan Marisa akan berakhir tragis.

Betle memang merahasiakan hubungannya dengan Marisa dari Jamsin, istri sahnya. Bahkan ketika ia memutuskan akan menikahi Marisa secara sirri dan menghadiahinya apartmen di Kalibatu sebagai bukti cintanya kepada mahasiswi semester tiga itu. Jika akhirnya Jasmin tahu hubungannya dengan Marisa mungkin ia membuka handphonenya ketika dia sedang mandi.    

Hasil otopsi tidak ditemukan tanda-tanda ada penyiksaan atau serangan yang bersifat non-medis ditemukan di mayat Marisa. Polisi dan semua orang percaya bahwa Marisa meninggal karena murni bunuh diri.

Malam itu, Jasmin tertawa dalam hatinya. Marisa, perempuan yang selama ini menjadi duri dalam pernikahannya telah mampus. Ia melihat langsung mayat Marisa terbujur kaku di berita TV. Hatinya bersorak dan berbunga-bunga.  Usahanya selama ini tidak sia-sia.  

Sementara Betle shock berat dengan meninggalnya Marisa. Ia sangat mencintai perempuan itu. Ia sempat menaruh curiga kepada Jasmin istri sahnya. Ia kenal betul watak dan kelakuan nekat istrinya itu. Ia bisa melakukan apa pun untuk memenuhi keinginannya. Karena itu pula salah satu alasan Betle mencari perempuan lain. Namun Betle tidak punya bukti sedikit pun tentang keterlibatan istrinya dengan kematian Marisa. Selain pesat whatsapp yang diungkap polisi. Akhirnya ia mengubur dalam-dalam kecurigaannya itu.

Jasmin adalah perempuan cerdas, modern dan ambisius. Ia akan melakukan apa pun yang diinginkannya meski harus menyewa tangan orang lain. Ia perempuan cerdik dan licik yang tidak mau berlumur darah untuk memusnahkan orang-orang yang dianggap musuhnya.

Ketika Jasmin  tahu suaminya berhubungan dengan perempuan lain ia sangat marah.  Jauh-jauh hari ia merencanakan sesuatu.  Sebagai seorang yang berpikiran maju dan cerdas, ia tidak mendatangi dukun atau orang pintar. Ia datang ke seorang ahli telepati tingkat tinggi. Ia sampaikan maksud dan rencannya kepada ahli itu. Tentu ia harus merogoh dompet dalam-dalam untuk membayar jasa ahli tersebut.

Tidak tanggung-tanggung, Jasmin mengharapkan Marisa enyah dari muka bumi ini dengan cara sehalus mungkin. Tidak ada jejak yang bisa ditelusuri oleh pihak polisi maupun orang lain.

"Saya minta perempuan ini tidak ada lagi di muka bumi ini" Katanya sambil berbisik dan menyerahkan sebuah foto close up yang di belakangnya tertulis "Marisa"  dan alamat perempuan itu.    

"lakukan dengan sehalus mungkin yang seakan-akan kejadian alami" tambahnya.

"Siap tante." Kata si telepatis itu mantap. Ia tidak ragu untuk melakukan pekerjaan itu karena ia sudah biasa menerima order seperti itu.

"Ini 10Jt dulu sebagai DP. Kalau kerjaannya berhasil akan saya tambah lagi"

"Okey tante. Segera saya kerjakan."  

Setelah order itu, si telepatis mulai bekerja mempengaruhi pikiran Marisa.

Di sebuah kamar di Apartemen Kalibatu City  si telepatis duduk sila penuh konsentrasi.  Di hadapannya terpampang foto Marisa. Mata si telepatis itu memandang tajam perempuan muda itu.

Ia memasukkan foto itu dalam pikirannya. Warna rambut, panjangnya, raut mukanya, matanya, hidungnya, warna bajunya mampu tercetak dengan sempurna di pikirannya. Ia seakan mampu melihat perempuan itu ada di depannya.

Pertama si telepatis arahkan perempuan muda itu untuk masuk ke kamar dan meminum racun pembasmi nyamuk.

"Marisa, hatimu sangat sedih dan marah atas penghinaan yang disampaikan Jasmin. Harga dirimu direndahkan serendah rendahnya dihadapannya. Tidak ada lagi alasan untuk hidup ini. Lebih baik mati saja. Di kamar itu di balik pintu itu ada racun minumlah, minumlah ayo minum."    

Suara itu terdengar dengan jelas ditelinga Marisa. Ia mulai terpengaruh dan sudah melangkah ke kamar yang ada racun nyamuknya. Ia seperti orang yang tidur tak sadarkan diri. Melangkah perlahan mendekati kamar dan membuka pintu dan matanya menebar mencari botol racun. Ia menemukannya, membuka tutupnya dan mengangkatnya.

"Ayo Marisa minumlah..minumlah...minumlah kamu akan bahagia di surga." Suara itu terdengar begitu jelas.

Tangan Marisa mengangkat botol racun itu dan mendekatkannya ke bibirnya yang merekah menyambut mulut botol itu. Selangkah lagi cairan racun itu masuk ke mulutnya. Namun ada suara yang membisikan ke telinganya.

"Marisa sayang, jangan diminum cairan itu cucuku. Itu racun!"

Seketika Marisa sadar "Astaghfirullah, apa ini?". Ia melepaskan botol itu begitu saja sampai isinya tumpah berceceran di kamar.    

Marisa duduk sendiri di ruangan tamu apartemenya sambil menonton TV. Tapi sesungguhnya ia tidak benar-benar menonton. Pikirannya melayang pada suatu kejadian pertama kalinya bertemu dengan Betle di sebuah mal pada suatu sore.

"Ma'af, XXI di lantai berapa ya?" Seorang laki-laki muda berambut pendek, berkumis tipis dan masih berkemeja panjang dengan jas ditentengnya bertanya.

"Oh ada di lantai 3 Pak" Kata Maria polos menjawab yang waktu itu sedang mencari t-shirt.

"Ada film apa ya yang lagi hit?" lelaki itu bertanya lagi.

"Langsung aja Pak Naik"

"Ma'af boleh tahu nama Mbak?"

"Marisa"

"Bapak?"

"Betle"

"Kamu mau ikut nonton?"

"Emang mau dibayarin?"

"Kalau kamu mau."

Penampilan Marisa memang bisa membuat mata pria yang sudah beranak istri pun berpaling. Badannya jangkung lenjang, alisnya hitam melengkung bak rembulan awal bulan. Matanya belok seperti mata gadis India. Hidungnya seperti hidung Arab. Dadanya membusung padat. Kalau sedang berjalan terlihat anggun seperti entog akan bertelur.  

Sejak pertemuan itulah Marisa dan Betle sering bertemu di Apartemennya. Dan hubungan mereka semakin jauh dan jauh. Akhirnya Marisa telat mens. Ia tidak mau menggugurkan kehamilannya ketika Betle memintanya.

"Aku sudah beristri. Tidak mungkin aku menikahi kamu."

"Kenapa tidak mungkin? Bukankah kamu sudah tidak mencintai istrimu?"

"Banyak hal yang tidak mungkin aku ceritakan semua kepadamu."

"Kita sudah terlanjur melangkah dan janin ini membutuhkan ayah"

Marisa tanganya sambil mengelus perutnya.

"Tidak Marisa!. Tidak mungkin akau menikahi kamu."

Marisa pun menangis menyesali apa yang telah dilakukannya.

Ia teringat nasihat Ibunya ketika ia akan kuliah ke Jakarta.

"Hati-hati hidup di kota metropolitan seperti Jakarta. Jangan mudah percaya dengan orang yang baru dikenal."

Sekarang semua telah terlanjur. Rasa sesal tidak pernah di depan.

"Marisa, jangan menangis. Hapus air matamu. Kamu sudah tidak perawan lagi. Tidak ada laki-laki yang mau dengan perempuan murahan sepertimu. Ahkiri saja hidupmu. Pergilah ke dapur dan ambil pisau dan putuskan urat nadimu."

Suara itu terdengar sangat jelas di telinga Marisa.  "Ayo Maria lakukan...Lakukan...Lakukan Sekarang juga mumpung tidak ada orang."  

Suara itu datang lagi dan begitu mempengarui pikirannya.

Ia melangkah ke dapur dan mencari pisau. Diambilnya pisau itu dari rak piring ditempelkanya di pergelangan tangannya. Sekali seset urat nadi itu pasti putus dan darah menguras dari tubuhnya.

"Ayo Marisa jangan ragu tempelkan pisau itu dan tariklah" kata-kata itu sekali lagi mempengaruhinya.

"Marisa anakku, jangan lakukan itu sayang. Ingat, ingat anakku tidak ada suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan. Sadarlah Marisa!"      

Bisikan Ibunya terdengar mengingatkan. Dua bisikan saling mempengaruhi. Kali ini bisikan Ibunya cukup kuat. Untuk kedua kalinya ia mengucap istighfar dan mengusap wajahnya.            

Waktu di jam dinding kamar tengah menunjukkan pukul 21. 05.

Ada pesan di whatsapp Marisa masuk.

"Sayang. Saya masih di jalan, macet banget. Saya tidak jadi ke apartemen malam ini. Istri saya menelepon, katanya ia sakit."

Marisa membuka dan membaca pesan itu tapi tidak membalasnya.    

Ia sangat sedih dan kecewa Betle tidak jadi datang.

"Marisa, lelaki mana yang mau dengan perempuan yang sudah tidak gadis lagi. Lelaki itu hanya mau manisnya saja. Kalau madunya sudah habis ia akan terbang mencari mau yang lain. Kamu akan sangat menderita dengan kehamilanmu.  Siapa yang akan membiaya hidup kamu dan anakmu nanti."

Suara itu terngiang dengan jelas di telinga dan masuk ke pikiran Marisa.

"Pergilah ke dekat jendela dan hiruplah udara. Ambilah kursi dan loncatlah dari jendela itu. Maka masalahmu akan selesai. Ayo loncat..loncat..locat." Kata-kata itu begitu kuat mempengarui pikirannya.

Marisa sudah ada di bibir jendela dan sekali loncat ia terhempas ke bawah.

"Jangan lakukan anakku"

Jangan lakukan cucuku"

Peringatan itu telambat beberapa detik.

Marisa telah meloncat dari jendela dan tubuhnya melayang di udara beberapa detik sebelum ia tergolek di halaman parkir Apartemen Kalibatu malam itu.

Berita pun bermunculan di internet.

"Perempuan Muda Tewas Jatuh Bunuh Diri dari Lantai 8 Apartemen Kalibatu City."

Jakarta, 16 Oktober 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun