“Iyah,” jawabku singkat.
Akupun segera meninggalkanistriku sambil membawa makanan dan air minum yang akan diberikan kepada Jaja,barangkali ia haus dan lapar. Betapa kagetnya aku, kayu yang dibilah oleh Jaja sudah selesaisemuanya. Jaja, memang luar biasa, kayu sebanyak itu dapat diselesaikannyadengan cepat bagaikan kesyetanan.
“Sudah beres pak, mana upahnya?”
“Tenang dulu, mau kemana, ayominum dulu dan ini ada sedikit makanan buat kamu,”
Tanpa basa-basi, ia meminum airteh yang kusodorkan dan menyantap makanan dengan lahapnya sampai habis tidaktersisa sedikit pun. Ia kelihatannya memang benar-benar haus dam lapar.
“Tanks yah, atas makanan danminumannya, sekarang mana upahnya ?”
Lagi-lagi bicaranya belagu lagi pakaitanks-tanks segala.
Kurogoh saku celanaku dankusodorkan selembar uang kertas lima puluh ribu rupiah, namun tiba-tiba iamenolaknya dengan keras.
“Ti...ti...tiidak mau...sa..saya ...titi...tidak mauuu... uang ituuu.... !”
“Apa masih kurang ?” tanyakusambil kusodorkan uang selembar uang sepuluh ribu rupiah, sehingga jumlahnyajadi enam puluh ribu rupiah.
“Bu... bu... bukan ..masihkurang, ta ...tapiii... bu... bukan uang yang itu,!”